Skip to main content
Artikel

MEMAKNAI HARI RAYA NYEPI DITENGAH PESTA DEMOKRASI

Dibaca: 7358 Oleh 26 Mar 2014Maret 31st, 2014Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Filosofis Hari Raya Nyepi mengandung arti dan makna yang relevan dengan tuntutan, keseimbangan masa kini dan kesinambungan masa yang akan datang. Umat Hindu melaksanakan ibadah tapa brata penyepian selama 24 jam melakukan amati karya, amati lelungan dan amati geni, yang dapat dimaknai sebagai upaya penyadaran pentingannya melestarikan lingkungan yang bebas dari polusi, termasuk akibat limbah Co-2 dari bingsingnya kehidupan. Melestarikan alam sebagai tujuan utama melalui upacara Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) tentunya merupakan tuntutan hidup masa kini dan yang akan datang, yang mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual agar alam senantiasa menjadi sumber kehidupan. Tawur Kesanga juga berarti melepaskan sifat-sifat serakah yang melekat pada diri manusia, mengembalikan atau membayar yaitu berupa Korban suci yang diperuntukkan bagi Bhuta Kala demi kesejahteraan dan keberanian alam dengan tulus ikhlas. Mengambil dan memberi perlu selalu dilakukan agar karma wasana dalam jiwa menjadi seimbang. Ini berarti Tawur Kesanga bermakna memotivasi ke-seimbangan jiwa, nilai inilah tampaknya yang perlu ditanamkan dalam merayakan pergantian Tahun Saka.

Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang selalu dibutuhkan umat manusia di dunia ini, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat manusia yang dapat memberikan proporsi dengan akal dan budi yang sehat. Sedangkan Brata penyepian adalah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian, yang dimaksudkan agar nilai-nilai Nyepi dapat dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan masyarakat tertentu saja. Salah satu momen perayaan hari raya nyepi adalah pawai ogoh-ogoh, yang merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat. Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh kemudian membakarnya sebagai sarana mengusir roh jahat. Ogoh-ogoh sebetulnya tidak memiliki hubungan langsung dengan upacara Hari Raya Nyepi, patung yang dibuat dengan bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu merupakan kreativitas dan spontanitas masyarakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara pengrupukan. Karena tidak ada hubungannya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara hari raya nyepi, namun benda itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara dan bentuknya agar disesuaikan, misalnya berupa raksasa yang melambangkan Bhuta Kala. Yang terpenting, Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tinggi, akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening menuju jalan yang benar atau dharma. Untuk melaksanakan Nyepi yang benar-benar spritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana. Upawasa dalam sangsekerta artinya dengan niat suci melakukan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam agar menjadi suci, mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam, dhyana, yaitu melakukan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan serta arcana yaitu melakukan persembahyangan seperti biasa di tempat suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah. Pelaksanaan Nyepi tentunya harus dilaksanakan dengan niat yang kuat, tulus ikhlas dan tidak didorong oleh ambisi-ambisi tertentu, jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa dan tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan dengan penuh keikhlasan.

Baca juga:  Warga Tabanan Kini Tak Lagi Minum Air Rasa Peluh

Dari uraian tersebut jelas bahwa siapapun, dimanapun, kapanpun telah ditekankan dalam pelaksanaan hari raya nyepi dilarang keras untuk mengajak, mempengaruhi dan memaksakan suatu kehendak kepada orang lain. Sementara itu dalam dalam rentetan dan tahapan pemilu yang dilaksanakan bersinggungan/bersamaan dengan pelaksanaan hari raya nyepi bagi umat hindu diharapkan kegiatan kenegaraan dan ritual keagamaan dapat dilaksanakan dengan serasi, selaras, seimbang dan sinergitas antar keduanya. Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan Pemilu diatur mengenai KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apakah ini yang dinamakan pesta demokrasi? Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertang-gungjawabkan tindakan-tindakannya. Secara umum demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat, yang melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih, segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan negara. Manusia hanya berlomba meraih kursi kekuasaan, menghalalkan segala cara untuk meraih tanduk kepuasan, memperdayai kawan menjatuhkan lawan Bertindak sewenang-wenang, Menjadikan diri kuat dengan tipu muslihat. Merasa diri hebat setelah seribu cara diperbuat, bertindak atas nama kebebasan menegakkan keadilan. Padahal dirinya tidak mengetahui arti sebuah kebenaran, rakyat dijadikan permainan untuk meraih keinginan. Masyarakat Bali untuk lebih meningkatkan kepekaan dan kewaspadaan menjelang hari suci nyepi tahun baru Saka 1936 yang jatuh pada hari senin 31 Maret 2014. Meningkatkan kewaspadaan itu sangat penting menjelang pelaksanaan pemilihan umum pada tanggal 9 April 2014 sekaligus mencegah tindak kejahatan yang dilakukan oleh oknum tertentu yang tidak bertanggungjawab. Hal ini harus diwaspadai oleh semua pihak terutama gesekan dan sentuhan saat mengarak ogoh-ogoh (boneka raksasa) pada malam pengerupukan sehari sebelum nyepi, mengingat seperti pengalaman yang sudah-sudah saat arakan pawai ogoh-ogoh terjadi sentuhan antar banjar yang memicu terjadinya bentrok massal. Sementara itu untuk umat lintas agama harus menghormati pelaksanaan ritual Catur Brata penyepian pada hari suci umat hindu. Catur Brata dapat terlaksana dengan baik sekaligus kampanye sebagai tahapan pemilu juga dapat terlaksana dengan baik pula, dengan demikian semua pihak harus mengedepankan keamanan, kenyamanan dan kekondusifan wilayah Bali. Salah satu makna nyepi adalah dapat mengurangi dampak pemanasan global dan penghematan energy yang relatif besar, disamping itu juga makna yang hakiki adalah membangun kesucian diri dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama, intropeksi diri serta terciptanya kerukunan dan kedamaian. Pada prinsipnya semua umat dapat menyinergikan antara kampanye pemilu yang bersifat duniawi dan perayaan ritual nyepi yang bersifat akhirat. Saling menghormati hari suci agama dan menghargai pesta demokrasi sehingga dapat berjalan dengan baik dan tetap menjunjung peristiwa penting dalam suksesi kepemimpinan tanah air serta menjaga keseimbangan ritual keagamaan.

Baca juga:  Pandemi COVID-19, Shalat Idul Fitri  Rumah dan Hukumnya  

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel