Skip to main content
Berita Satuan

Jangan Ubah Peran TNI DPR, Seharusnya Bahas RUU Perbantuan Militer

Dibaca: 36 Oleh 14 Mar 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

TNI dan Polri semestinya tetap pada peran dan fungsi masing-masing. TNI sebagai aparat pertahanan yang bertugas meng­hadapi musuh negara dari luar, sedangkan polisi sebagai aparat keamanan. Jangan ubah peran TNI menjadi penegak hukum.

Komisi I DPR diminta men­dorong reformasi di sektor ke­amanan yang menjadikan TNI semakin profesional. Peneliti se­nior Imparsial, Poengky Indarti, Minggu, 13 Maret 2016, di Jakarta, mengatakan, Komisi I DPR se­mestinya mendorong reformasi, bukan malah memundurkannya kembali ke era Orde Baru.

Semangat  reformasi  adalah  pengaturan  tegas  dan  jelas atas  tugas  TNI  melalui   Undang-Un­dang (UU No 34/2004) TNI dan tugas Polisi melalui UU (No 2/2002) tentang Kepolisian RI. TNI bukan penegak hukum dan tugasnya menghadapi musuh ne­gara dari luar, tutur Poengky.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Pasal 5 menye­butkan, peran TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugasnya ber­dasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Adapun fungsi kepolisian dalam Pasal 2 UU No 2/2002 di bidang pe­meliharaan keamanan dan ke­tertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, penga­yoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Baca juga:  Panglima TNI Hadiri Pembukaan Forum WIEF

Terorisme dan peredaran  nar­koba, lanjut Poengky, termasuk tindak pidana. Hal ini tegas di­sebutkan dan diatur UU No 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, UU No 35/2009 tentang Narkotika, UU No 5/1997 tentang Psikotropika, dan Kitab Undang-Undang Hu­kum Pidana.  Karena itu, tindakan  untuk  mengatasinya  adalah  pe­negakan hukum dengan aparat­nya adalah kepolisian.

 Keluar nalar

Hal senada disampaikan Ketua Setara Institute Hendardi secara terpisah. Rencana Komisi I DPR mendorong TNI terlibat dan ber­ada di garda terdepan untuk me­merangi terorisme, peredaran narkoba, dan separatisme, me­nurut Hendardi, adalah kehen­dak yang keluar dari nalar kon­stitusional. Selain itu, hal ini muncul dari asumsi masa lalu bahwa TNI mampu menangani segala hal. Asumsi ini dibangun kala Orde Baru merealisasikan ide dwifungsi ABRI.

Kamis pekan lalu, Komisi I DPR dipimpin Ketua Komisi I DPR Mahfudz Sidik mengunjungi Markas Komando Pasukan Khusus TNI AD di Cijantung, Jakarta. Selain mengikuti rapat dengar pendapat, Komisi I juga diperlihatkan aksi penanggulang­an terorisme oleh Satuan 81 Pe­nanggulangan Teror Kopassus. Seusai acara, Mahfudz (Fraksi PKS) mengatakan, sudah saatnya TNI dilibatkan secara lebih luas dan aktif dalam mengatasi an­caman keamanan nasional se­perti terorisme, separatisme, dan penyalahgunaan narkoba. Ang­gota Komisi I DPR Effendi Simbolon (Fraksi PDI-P) pun me­nguatkan pendapat tersebut.

Baca juga:  TNI Bersama Muspika Bantu Perlengkapan Pendidikan di Lokasi Transmigrasi

Kalaupun akan melibatkan TNI dalam operasi militer selain  perang, tambah Hendardi, se­mestinya DPR segera menyusun Rancangan Undang-Undang ten­tang Perbantuan TNI yang sudah diamanatkan oleh UU No 34/2004 tentang TNI dan sudah lebih dari 10 tahun tidak juga dibahas DPR Tanpa aturan main yang jelas, pelibatan TNI hanya romantisme masa lalu dan me­nimbulkan masalah baru.

Poengky pun mengingatkan, tak hanya RUU Tugas  Perban­tuan  TNI yang  menjadi peker­jaan rumah Komisi I, tetapi juga Revisi Undang-Undang No 31/1997 tentang Peradilan Mi­liter. Menarik TNI ke ranah pe­negakan hukum bukan saja ber­arti Komisi I merusak sistem hukum nasional, melainkan juga merusak reformasi TNI/Polri  se­kaligus, tuturnya. (Sumber: HU Kompas)

 

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel