Skip to main content
Berita Satuan

Lapangan Terbang: Dari Gelap Perang hingga Sesak Urban

Dibaca: 128 Oleh 21 Mar 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Berbagai perubahan telah tampak nyata kini di Lapangan Terbang Pondok Cabe. Lapisan aspal di landasan pacunya terlihat lebih tebal dan mulus, garis-garis penanda atau marka di atas aspal itu terlihat baru, dan lampu pendaratan sudah dipasang di landasan sepanjang 2.000 meter itu.

Bahkan windsock, alat se­perti kaus kaki berwarna oranye untuk menunjuk­kan arah dan kekuatan angin, sudah diganti dengan yang baru.

Semua perubahan itu adalah bagian dari persiapan lapangan terbang di Pondok Cabe, Kota Tangerang Selatan, itu menjadi bandar udara komersial.

Beberapa persiapan sudah dilaksanakan, antara lain pe­magaran, pengaspalan kembali runway, murking runway, dan pemasangan lighting, serta telah dilakukan pengetesan, landasan. Saat ini, Bandar Udara Pondok Cabe dalam proses resertifikasi bandara khusus. Setelah itu, ka­mi akan memproses sertifikasi bandara umum, ungkap Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate  Communication  PT Pertamina  (Persero), Sabtu, 19 Maret 2016.

Kompleks Lapangan Terbang Pondok Cabe seluas 170 hektar itu selama ini memang dikelola PT Pelita Air Service (PAS), anak perusahaan Pertamina.

Jika proses perizinan dan sertifikasi ini berjalan lancar, maskapai Garuda Indonesia akan mulai melayani pener­bangan reguler dari Pondok Ca­be dengan pesawat ATR 72-600.

Untuk tahap awal. Menurut sosialisasi kepada warga sekitar bandara, 29 Februari lalu, Garuda akan membuka enam penerbangan  menuju  Bandar  Lampung,  Palembang,  Pangkalan  Bun,  Semarang, Yog­yakarta, dan Solo pergi-pulang tiap hari.

Perubahan menjadi bandara komersial umum ini akan me­nandai sejarah baru lapangan terbang yang sebelumnya ber­fungsi terbatas ini. Dengan per­tumbuhan pesat kawasan megapolitan Jakarta, yang diikuti pesatnya kebutuhan perjalanan dengan pesawat udara, seolah tinggal menunggu waktu saja Pondok Cabe dioperasikan se­bagai bandara umum.

Dua bandara lain di wilayah ini, yakni Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang dan Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur, saat ini saja su­dah terlalu penuh.

Baca juga:  Prajurit Yonif 642/Kapuas Latih Ketangkasan Renang Militer

Bahkan, wacana soal itu se­benarnya sudah beredar cukup lama. Menurut paparan Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Tangerang Se­latan, Oktober 2015, pada 2008 Lapangan Terbang Pondok Cabe sempat direncanakan menjadi bandara komersial.

Namun, Januari 2009, Direk­torat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub membatalkan rencana itu karena dipandang landasan pacunya tak meme­nuhi syarat.

Berbagai Reaksi

Reaksi warga sekitar pun ber­variasi terhadap rencana ini. Kalau bandara itu jadi bandara komersial, pasti banyak manfa­atnya Saya jadi tak perlu ja­uh-jauh ke (bandara)  Halim Perdanakusuma atau Soekar­no-Hatta, ujar Aris (68), warga yang tinggal tak  jauh  dari la­pangan terbang, Jumat, 18 Maret 2016.

Rokhim (38), warga lain, juga menyambut gembira rencana itu. Selain tak perlu lagi bersusah payah ke Soekarno-Hatta atau Halim, warga sekitar pun terkena dampak positif, seperti usaha lebih laris atau terbuka­nya mata pencarian baru. Saat ini saja, saat rencana pembu­kaan bandara diketahui banyak orang, sudah mulai banyak orang datang cari tanah untuk membangun kontrakan di dekat bandara, ujar Rokhim.

Walau demikian, ada juga  yang merasa keberatan.  Bisingnya bunyi pesawat bisa meng­ganggu proses belajar mengajar dan waktu tidur yang berharga. Belum lagi polusi udara dan fak­tor keamanan apabila terjadi musibah. Saya ingat ada korban penduduk karena pesawat jatuh di permukiman sekitar Bandara Polonia, Medan, tutur Darwina Widjajanti, seorang warga, da­lam surat pembaca ke Kompas, 23 Februari lalu.

Kekhawatiran Darwina ber­alasan, mengingat saat ini ka­wasan sekitar lapangan terbang itu sudah padat. Bahkan, tak sampai 300 meter dari ujung utara landasan pacu, sudah ter­dapat rumah-rumah dua lantai.

Meski demikian, urusan ke­selamatan ternyata tak jadi ke­khawatiran terbesar warga. Urusan umur, sih, kita tidak tahu, ya? ujar Sylvia Bambang (53), warga Kelurahan Pisangan. Kecamatan Ciputat Timur. Rumah Sylvia terletak persis di jalur pendaratan dan lepas lan­das di sebelah utara ujung lan­dasan pacu.

Baca juga:  Pendam V/Brawijaya

Bagi Sylvia, kekhawatiran utamanya jika Pondok Cabe jadi bandara komersial adalah kebisingan suara pesawat yang akan bertambah. Yang pasti bakal berisik banget! Sekarang saja, kalau TNI lagi latihan, berisik­nya sampai malam, ujarnya.

Bagi warga sekitar, segala ak­tivitas di lapangan terbang ini sudah menjadi bagian hidup se­hari-hari. Setiap hari selalu ada helikopter atau pesawat lepas landas dan mendarat di sana.

Pada hari-hari tertentu, TNI menggelar latihan terjun payung yang selalu menjadi tontonan gratis warga. Kadang-kadang Fe­derasi Aero Sport Indonesia (FASI) juga menggelar latihan atau kejuaraan terbang layang dengan pesawat-pesawat glider tak bermesin.

Anak sekolah dasar dan ta­man kanak-kanak juga kerap berkunjung ke lapangan terbang itu untuk studi wisata.

Fungsi terbatas

Menurut Wianda, Lapangan Terbang Pondok Cabe mulai di­bangun Pertamina pada 1972 se­bagai basis pesawat-pesawat mi­lik Divisi Penerbangan Pertami­na. Divisi penerbangan ini ada­lah cikal bakal PT PAS.

(Waktu itu) untuk  mendu­kung misi Pemerintah  Republik Indonesia dalam program trans­migrasi dan menjadikan pesa­wat PT PAS sebagai alat angkut cadangan nasional. Selain itu. Pondok Cabe juga mendukung operasional kontraktor produc­tion slicing dan perusahaan mi­gas di Indonesia, ujarnya.

Periode 1975-1984, dilakukan pengembangan lapangan ter­bang itu dengan pembebasan la­han dan pembangunan berbagai infrastruktur, seperti perpan­jangan landasan pacu, penam­bahan apron, dan hanggar.

Oma Komarudin (66), man­tan pegawai PT PAS yang ting­gal di Perumahan Bomi Pelita Kencana, Pondok Cabe Udik, mengenang, waktu itu jumlah pesawat dan helikopter yang beroperasi belum sebanyak se­karang. Jalanan sekitarnya juga belum macet. Dulu setiap hari saya hidup di jalan, antar jemput dari Kemayoran dan Bogor. Dulu tak ada macet, dari Bogor sampai Pondok Cabe paling satu jam lebih sedikit, tutur Oma yang bekerja sejak 1972 ini.

Baca juga:  Ketua Umum Dharma Pertiwi Pimpin Sertijab Ketua Umum Persit Kartika Chandra Kirana

Sejak penutupan Bandara Ke­mayoran pada 1985, penghuni Pondok Cabe bertambah. Selain PAS, lapangan terbang itu juga menjadi basis operasi Polisi Udara, Penerbang TNI AL, Sku­adron 21/Serba Guna Penerbang TNI AD, dan Persatuan Olah Raga Terbang Layang Jakarta Raya (Portela Jaya).

Zaman perang

Namun, sejarah Lapangan Terbang Pondok Cabe berawal jauh sebelum era Pertamina PC Boer dalam bukunya, The Loss of Java (National University of Singapore, 2011), menuliskan, Lapangan Terbang Pondok Cabe dulunya pangkalan militer di era Perang Pasifik

Menurut Boer. untuk meng­hadapi invasi pasukan Jepang ke Jawa pada 1942, pasukan Seku­tu yang tergabung dalam ABDA (America, British, Dutch, Aus­tralia menyiapkan rencana per­tahanan udara. Dalam rencana itu disiapkan sejumlah lapangan terbang di bagian barat Jawa, yakni Pondok Tjabe (Pondok Cabe), Tjisaoek (Cisauk), Andir (kini Lanud Husein Sastranegara) di Bandung, dan Tasikma­laya. Masing-masing akan diberi 32 pesawat tempur.

Pondok Tjabe dan Tjisaoek dinilai cocok sebagai  tempat perlindungan karena  keberada­annya tersamar kerimbunan lingkungan sekitar yang masih rimbun. Pondok Tjabe secara khusus direncanakan menerima dua skuadron pesawat tempur Hawker Hurricane milik Ang­katan Udara Kerajaan Inggris (Royal Air Force/RAF).

Namun, karena Jepang sudah menyerang Sumatera, rencana berubah cepat. Pondok Tjabe menerima 25 unit Hawker Hur­ricane RAF yang sebagian besar belum siap beroperasi. RAF dan  AU Australia  (RAAF) juga  mere­organisasi skuadron  pesawat pe­ngebom mereka setelah mundur dari Malaya dan Singapura.

Skuadron 36 dan Skuadron 100 RAF digabung dan ditem­patkan di Pondok Tjabe dengan pesawat Vickers Vildebeest  dan bomber  torpedo  Fairey  Albacore.   Sementara RAAF mengope­rasikan pesawat-pesawat Commonwealth Wirraway.

Riwayat Lapangan Terbang Pondok Cabe terentang dari era kegelapan perang hingga kini, era urban yang membuat orang makin membutuhkan bandara  untuk bepergian….(Sumber: HU Kompas)

Oleh: Dahono Fitrianto/Amanda Putri Nugrahanti

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel