Skip to main content
Artikel

Trajektori Postur Pertahanan 2045

Dibaca: 1732 Oleh 24 Des 2017Januari 24th, 2018Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Tulisan ini memaparkan tiga skenario tentang Postur Pertahanan Indonesia di tahun 2045. Skenario ini dibentuk dengan memperhatikan trajektori tiga variabel yang diperkirakan berpengaruh dalam pembentukan Postur Pertahanan 2045. Variabel-variabel tersebut adalah (1) proses demokratisasi, (2) stabilitas sistem internasional, dan (3) ekonomi pertahanan.

Politik Pertahanan

Trajektori pertama berkaitan dengan proses reformasi politik yang diinisiasi tahun 1998,  mengarahkan Indonesia untuk berevolusi dari negara otoritarian menuju negara demokrasi. Evolusi ini cenderung disertai oleh eksperimentasi politik untuk mendapatkan proses demokratisasi yang sesuai dengan budaya politik Indonesia serta diikuti dengan kemunculan konflik internal baik vertikal maupun horizontal sebagai konsekuensi terjadinya perluasan partisipasi politik secara drastis.

Dalam proses demokratisasi ini, stabilitas politik dan keamanan cenderung dipengaruhi oleh dua variabel yaitu kapasitas sipil untuk mengelola negara dan tingkat profesionalitas militer. Interaksi dari kedua variabel itu akan membentuk suatu pola hubungan sipil-militer yang menentukan derajat dan bentuk intervensi militer ke sistem politik.

Dengan mengasumsikan bahwa hubungan sipil-militer di Indonesia akan memperkuat proses demokratisasi, maka kematangan demokrasi di Indonesia diperkirakan akan tercapai setelah Indonesia berhasil melakukan tujuh kali proses pemilihan umum demokratis secara berturut-turut.

Pemilu I, II, dan III (1999, 2004, dan 2009) merupakan bagian dari proses inisiasi demokrasi, dimana Indonesia masih mencari bentuk sistem politiknya. Pemilu IV dan V (2014 dan 2019) merupakan bagian dari tahapan instalasi demokrasi dimana prinsip-prinsip utama dari sistem politik demokratis semakin dalam diterapkan ditata pemerintahan Indonesia. Pemilu VI dan VII (2024 dan 2029) merupakan bagian dari proses konsolidasi demokrasi menuju kematangan politik di Indonesia. Skenario optimis tersebut memungkinkan Indonesia untuk mengembangkan Strategi dan Postur Pertahanan 2045 berdasarkan pondasi hubungan sipil-militer yang demokratis.

Strategi dan Postur Pertahanan 2045 dibangun berdasarkan asumsi adanya kapasitas sipil untuk mendukung pengembangan Postur Pertahanan 2045 dan sudah terbentuknya profesionalitas militer untuk menjalankan tugas dan fungsi militer di era demokrasi. Kematangan demokrasi dan perdamaian juga memungkinkan Indonesia untuk tidak  lagi mengembangkan strategi pertahanan yang berorientasi internal. Strategi pertahanan bisa lebih fokus dikembangkan untuk menggelar kekuatan pertahanan yang dapat berperan sebagai kekuatan penangkal terhadap kemungkinan munculnya ancaman-ancaman militer di Asia Timur.

Gb.2

Stabilitas Sistem Internasional

Trajektori kedua terkait dengan dinamika sistem internasional. Dalam perspektif neo-realisme dalam ilmu Hubungan Internasional, sistem internasional cenderung stabil jika ada perimbangan kekuatan (balance of  power) antara dua kekuatan global utama dalam suatu struktur sistem yang bipolar. Saat stabilitas bipolar tercipta, probabilita perang global cenderung kecil.

Di era Perang Dingin (1945-1991), sistem internasional cenderung menikmati stabilitas panjang ditandai dengan tidak adanya perang terbuka antara dua negara hegemonik, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Di era pasca Perang Dingin (1991-2001), sistem  internasional relatif stabil ditopang oleh kemunculan Amerika Serikat sebagai satu-satunya negara adi daya dalam suatu struktur sistem unipolar. Stabilitas sistem unipolar tersebut terguncang saat Osama bin Laden dan kelompok Al-Qaeda berhasil melakukan serangan teror 9-11 (2001).

Serangan ini membuka era baru pertarungan global saat entitas non-negara Al-Qaeda berhasil menghadirkan perang asimetrik melawan negara hegemonik. Di era perang asimetrik ini, AS terlihat kesulitan untuk memenangi perang asimetrik melawan jejaring terorisme global. Hal ini menyebabkan stabilitas sistem internasional cenderung  menurun karena munculnya keraguan tentang kapasitas Amerika Serikat untuk menyediakan payung keamanan global.

Baca juga:  Kodam XII/Tanjungpura Gagalkan Penyelundupan Narkoba Melalui Batas Negara

Saat ini, stabilitas sistem internasional juga cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh kombinasi dari faktor perang global melawan terorisme yang belum berhasil dituntaskan oleh Amerika Serikat serta faktor krisis ekonomi global yang melanda Eropa Barat dan Amerika Serikat.

Kombinasi dua faktor tersebut menyediakan dua alternatif skenario untuk tahun 2045. Skenario pertama adalah Amerika Serikat (dan Eropa Barat) akan terpuruk semakin dalam krisis fiskal sehingga tidak dapat lagi menjalankan peran sebagai penopang stabilitas ekonomi global yang terbentuk sejak akhir Perang Dunia II. Skenario ini menghadirkan kemungkinan terjadinya penurunan stabilitas sistem internasional. Penurunan ini akan cenderung berhimpitan dengan program pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang diperkirakan berlangsung hingga tahun 2020. Krisis ekonomi global ini juga cenderung menurunkan probabilita terjadinya perang berskala global karena rendahnya kapasitas ekonomi negara-negara utama dunia untuk memobilisasi sumber daya nasional untuk mendukung suatu operasi perang berskala besar. Skenario kedua adalah terjadi ketidakseimbangan distribusi kekuatan dalam sistem internasional yang mengarah kepada proses transisi struktur sistem internasional. Kemunduran kekuatan Amerika Serikat akan disertai dengan kemunculan China dan India sebagai kutub baru dalam suatu struktur sistem internasional yang multipolar.

Perspektif Neo-Realisme dalam ilmu Hubungan Internasional memprediksikan bahwa kemunculan struktur multipolar akan cenderung disertai dengan ketidak-stabilan sistem internasional. Ketidakstabilan ini memperbesar peluang terjadinya perang global antara kekuatan-kekuatan ekonomi dunia yang diperkirakan dapat terjadi antara tahun 2025-2030. Saat itu, Amerika Serikat diperkirakan sudah pulih dari krisis fiskal dan harus kembali melakukan ekspansi global untuk merevitalisasi perekonomiannya. Di saat yang sama, China dan India diperkirakan sudah menjelma menjadi kekuatan ekonomi regional dengan pengaruh nyata di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Probabilitas perang cenderung tinggi saat revitalisasi ekonomi Amerika Serikat akan berbenturan dengan kebutuhan China dan India untuk memposisikan diri sebagai kekuatan ekonomi utama dunia. Sejarah transisi hegemonik yang mengamati naik dan turunnya kekuatan adi daya dunia cenderung mengarah kepada kemunculan kekuatan  hegemonik baru. Jika pola transisi hegemonik berulang di abad XXI, paruh kedua abad ini cenderung akan dimulai dengan kemunculan China sebagai kekuatan hegemonik menggantikan posisi Amerika Serikat.

Gb.3

“INDONESIA HANYA DAPAT MENJADI KEKUATAN PENGIMBANG DI ASIA TIMUR JIKA DAPAT MENGEMBANGKAN POSTUR PERTAHANAN YANG TANGGUH ATAU  MEMBANGUN ALIANSI MILITER DENGAN NEGARA LAIN”

 Kedua skenario tersebut mengharuskan Indonesia untuk mengembangkan Strategi dan Postur Pertahanan 2045 yang mampu mengantisipasi proses transisi hegemonik. Rumusan Strategi Pertahanan 2045 akan ditentukan oleh pilihan diplomasi Indonesia terhadap kekuatan utama. Berdasarkan perspektif Neo-Realisme, Indonesia diprediksikan akan mengambil peran sebagai kekuatan pengimbang (balancer) terhadap kekuatan utama di kawasan. Jika skenario sistem internasional Abad XXI memprediksikan kemunculan China, India, dan Amerika Serikat sebagai tiga kutub utama dalam suatu struktur sistem multipolar di Asia, maka Indonesia harus dapat mengembangkan strategi dan postur pertahanan 2045 yang memungkinkan Indonesia untuk menjadi kekuatan pengimbang untuk mengantisipasi terjadinya kompetisi multipolar yang baru.

 Indonesia hanya dapat menjadi kekuatan pengimbang di Asia Timur jika dapat mengembangkan postur pertahanan yang tangguh (internal balancing) atau membangun aliansi militer dengan negara lain (external balancing). Kedua strategi ini mengharuskan Indonesia untuk mengembangkan postur pertahanan di atas rencana Kekuatan Pertahanan Minimum (Minimum Essential Force) 2024 agar dapat berperan sebagai kekuatan pengimbang.

Baca juga:  Sinergi Antara Masyarakat dengan TNI AD dalam Penanggulangan Terorisme di Indonesia

Ekonomi Pertahanan

Trajektori ketiga berkaitan tentang penguatan ekonomi pertahanan Indonesia. Trajektori yang disorot dalam tulisan ini adalah bagaimana dinamika  ekonomi global terkait dengan kinerja ekonomi Indonesia yang mempengaruhi pembangunan militer Indonesia.

Gb.4

“KEMENHAN TELAH MENETAPKAN RENCANA JANGKA PANJANG UNTUK MELAKUKAN MODERNISASI SISTEM PERSENJATAAN, NAMUN RENCANA  TERSEBUT CENDERUNG SULIT DIWUJUDKAN SEBELUM TERJADI PEMULIHAN EKONOMI GLOBAL DI DEKADE 2020”

Kementerian Pertahanan telah menetapkan rencana jangka panjang untuk melakukan modernisasi sistem persenjataan yang tertuang dalam dokumen Kekuatan Pertahanan Minimum (KPM) 2024. Rencana tersebut cenderung sulit diwujudkan sebelum terjadi pemulihan ekonomi global di dekade 2020. Untuk itu, Kementerian Pertahanan harus dapat memanfaatkan celah strategis yang saat ini muncul di pasar senjata global. Pasar senjata internasional terdiri dari dua karakter: pasar konsumen (buyers market) dan pasar produsen (suppliers market). Pasar konsumen ditandai dengan tingginya persediaan senjata sementara permintaan senjata cenderung rendah. Kondisi ini cenderung terjadi saat tercipta situasi peace dividend (keuntungan perdamaian yang terjadi saat ada peralihan perang ke damai) dan cenderung menguntungkan pembeli senjata.

Gb.5

Pasar produsen ditandai dengan tingginya permintaan senjata sementara persediaan senjata cenderung terbatas. Kondisi ini cenderung terjadi saat krisis merebak di suatu kawasan atau saat negara-negara dalam suatu kawasan melakukan modernisasi militer yang mengarah ke perlombaan senjata. Pasar produsen cenderung menguntungkan produsen senjata. Saat ini, pasar senjata global cenderung mengarah kepada pasar konsumen. Ada tiga indikasi untuk mendukung ini, yaitu: (1) negara-negara produsen memiliki senjata-senjata dengan basis teknologi lama yang harus segera dijual sebelum senjata generasi baru muncul. Misal, kemunculan pesawat tempur generasi V (F22/ F35/Euro Fighters) di 2013-2027 akan memaksa produsen utama (Lockheed Martins, BAE, EADS) untuk segera menjual pesawat tempur generasi IV (F16, Typhoon, Mirage 2000); (2) situasi keamanan regional (Asia Timur) relatif stabil dan belum mengarah ke krisis yang akan memancing terjadi pembangunan militer secara signifikan; dan (3) krisis ekonomi dunia akan berdampak ke pemotongan belanja pertahanan, sehingga produsen terpaksa menunda pengembangan senjata generasi baru, dan cenderung mengandalkan pendapatan transisional dari penjualan senjata generasi lama.

Karena pasar konsumen tercipta, maka negara konsumen cenderung memiliki posisi tawar menawar yang lebih baik dari untuk mendapatkan suatu sistem senjata. Untuk hibah F-16 dari AS, misalnya, Indonesia bisa meminta AS dan Lockheed Martins untuk menyediakan fasilitas khusus, seperti (a) paket dukungan finansial yang lebih ringan untuk hibah F-16; (b) paket hibah yang lebih lengkap yang meliputi pelatihan, amunisi, perawatan berkala, hingga transfer teknologi; (c) mekanisme transfer teknologi yang dilengkapi dengan kerjasama industri pertahanan baik berupa co-production, joint production, atau license; dan (d) mekanisme off-set (counter trade) untuk menghemat devisa negara. Saat pasar konsumen tercipta, produsen cenderung tidak memiliki posisi yang kuat untuk menekan negara pembeli untuk mengadopsi secara ketat kode etik perdagangan senjata yang diatur dalam kode etik arias. Bahkan, produsen mestinya berlomba-lomba untuk menawarkan fasilitas-fasilitas khusus.

Baca juga:  Kemampuan dan Peran Satuan Armed Roket MLRS ASTROS

Gb.6

Rusia menawarkan fasilitas kredit negara yang dilengkapi dengan mekanisme off-set. Konsorsium Eropa menawarkan mekanisme kemitraan strategis yang mengandalkan mekanisme joint-production antara EADS dengan industri pertahanan domestik. Untuk hibah F-16 ke Indonesia, AS menawarkan fasilitas khusus berupa Foreign Military Financing yang disertai dengan fasilitas transfer teknologi untuk meningkatkan kualifikasi tempur F-16 sehingga bisa menyamai kualifikasi teknologi seperti yang dimiliki oleh Singapura dan Taiwan. Celah strategis kemunculan pasar konsumen ini yang memungkinkan Indonesia tetap menjalankan Rencana Strategis pencapaian Kekuatan Pertahanan Minimum 2024 dengan mengupayakan terjadinya transfer teknologi dalam setiap kontrak pengadaan senjata. Transfer teknologi ini nantinya dapat menjelma menjadi penguasaan teknologi militer utama yang memungkinkan Indonesia untuk membangun Postur Pertahanan 2045 secara mandiri.

Penutup: Rencana Strategis Kekuatan Regional 2045

Tulisan ini menawarkan tiga trajektori Postur Pertahanan 2045. Pertama, trajektori politik pertahanan menunjukkan bahwa Indonesia cenderung bertransformasi menjadi negara demokratik yang akan memungkinkan munculnya kapasitas sipil yang kuat untuk membentuk suatu kekuatan militer profesional.

Kedua, trajektori stabilitas sistem internasional 2050 menunjukkan bahwa Indonesia harus mengembangkan kekuatan perang yang memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran pengimbang (balancer) untuk mengantisipasi kompetisi global antara China, India, dan Amerika Serikat dalam suatu struktur sistem multipolar.

Ketiga, trajektori ekonomi pertahanan menunjukkan bahwa krisis ekonomi global yang diperkirakan berlangsung hingga tahun 2020 cenderung menghambat pengembangan Postur Pertahanan 2045. Namun, celah strategis yang muncul dalam pasar senjata global dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mengembangkan kekuatan pertahanan secara mandiri. Untuk mengantisipasi ketiga trajektori tersebut, Kementerian Pertahanan dan TNI perlu segera  menyusun Rencana Strategis 2045 untuk melanjutkan rencana pembentukan KPM 2024. KPM 2024 dapat dipandang sebagai tahap I modernisasi kekuatan pertahanan Indonesia dengan tujuan untuk membentuk tantara profesional sebagai kekuatan pertahanan integratif yang didukung oleh sistem persenjataan modern.

Rencana Strategis 2045 merupakan tahap II dari pembangunan kekuatan pertahanan Indonesia yang ditujukan menjadikan Indonesia sebagai Kekuatan Regional di Asia Timur. Ini bisa dicapai dengan melakukan transformasi pertahanan melalui proses inovasi pertahanan dengan mengintegrasikan perkembangan teknologi militer terkini ke dalam strategi, doktrin, dan postur pertahanan Indonesia.

Biodata Penulis

Gb.8DR. Andi Widjajanto 

Pria yang lahir pada tahun 1971 ini adalah sosok akademisi sekaligus sebagai pengamat militer berpengalaman di bidang pertahanan, yang didukung oleh latar belakang pendidikannya. Ia pernah menjadi dosen tetap FISIP di Universitas Indonesia. Mengantongi dua gelar S2 dari London School of Economics dan Industrial College of Armed Forces, Washington DC, Amerika. Gelar sarjana S1 nya adalah sarjana Hubungan Internasional dari FISIP Universitas Indonesia dan School of Oriental dan African Studies dari Universitas London. Andi Widjajanto juga pernah menjadi Dosen Seskoad.

Hubungannya dengan TNI AD tidak berhenti di situ. Pada tahun 2007 ia dipercaya menjadi anggota DoD Task Force TNI AD untuk merumuskan Strategic Defence Review.

Selain itu, ia pernah menjadi anggota Tim Penelitian “Politik Kebijakan Keamanan Nasional” yang dibuat oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan Perundang-Undangan, guna merumuskan rekomendasi kebijakan untuk membangun Sistem Keamanan Nasional Indonesia.

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel