Undang-Undang Anti-Terorisme merupakan sejata untuk melawan terorisme yang saat ini sangat meresahkan masyarakat di beberapa wilayah Indonesia. UU inilah nantinya sebagai dasar bagi aparat penegak hukum untuk bisa leluasa bermanuver dalam menangani/memberantas aksi terorisme.
Saat ini Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (Pansus RUU) Anti-Terorisme DPR RI masih merevisi UU tersebut. Pasalnya, hal ini terkait dengan perlu atau tidaknya keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo bahwa terorisme bukanlah kasus kriminal biasa. Terlebih, menurut Gatot, kejahatan tersebut berdampak luas pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Skema dan pola ancaman terorisme semakin dinamis dan meluas secara asimetris, sehingga secara nyata mengancam Kedaulatan dan Pertahanan Negara. Masa lalu definisi terorisme adalah kejahatan kriminal, sedangkan masa kini terorisme adalah kejahatan terhadap negara,” tutur Panglima TNI pada saat memberikan ceramah di hadapan 965 Siswa Sesko TNI, Sespimti Polri, Sesko Angkatan dan Sespimmen Polri di Secapa AD Bandung, Senin (18/7).
Hal tersebut senada dengan Ketua Pansus RUU Anti-Teorisme Muhammad Syafi’ie yang menyampaikan bahwa perlunya kombinasi antara Polri dan TNI untuk optimalisasi kemampuan dalam pemberantasan terorisme, karena tantangan dalam pemberantasan aksi terorisme makin komplek.
“Dalam pembarantasan aksi terorisme, perlu ada kombinasi penanganan dari Polri dan TNI,” kata Ketua Pansus RUU Anti Teorisme Muhammad Syafi’ie pada diskusi “Forum Legislasi: RUU Anti Terorisme” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (18/10).
Ia mencontohkan, pada pemberantasan kelompok terorisme yang dipimpin Santoso di kawasan hutan di Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, pada 18 Juli lalu, merupakan kombinasi antara Polri dan TNI dalam satuan tugas Tinombala.
“Dengan gabungan Polri dan TNI maka kemampuannya akan lebih optimal, seperti di kawasan hutan dan laut,” ujarnya.
Sementara anggota Pansus RUU Terorisme, Akbar Faizal melihat bahwa TNI memiliki kemampuan yang sayang terlatih di medan sulit. “TNI juga memiliki persenjataan yang canggih,” kata anggota Komisi III DPR RI ini.
Dampak dari aksi terorisme di Indonesia sangatlah tidak manusiawi. Banyak korban yang tidak berdosa mati sia-sia oleh sang teroris. pengeboman tempat-tempat umum sepertinya menjadi salah satu tugas pokok organisasi tersebut, sampai aparat keamanan pun menjadi sasarannya. Dengan demikian teroris adalah kejahatan negara yang luar biasa bukan lagi di sebut sebagai kejahatan kriminal, karena berdampak besar terhadap stabilitas keamanan di Indonesia. (sumber : republika.co.id)