Jumat (25/7) siang ini, dijadwalkan serah terima jabatan Kepala Staf TNI AD dari Jenderal Budiman (Akmil 1978) kepada Letjen Gatot Nurmantyo (Akmil 1982). Gatot, yang saat ini Panglima Kostrad, akan pensiun empat tahun lagi.
Tugas yang pernah diemban Gatot cukup variatif dari operasi tempur di Timor Timur hingga operasi kemanusiaan pasca tsunami di Aceh. Gatot yang memiliki spesialisasi intai tempur pernah menjadi Danrem Suryakencana dan Pangdam Brawijaya. Di pendidikan, ia pernah jadi Komandan Rindam Jaya dan Gubernur Akmil. Dia pernah menjadi komandan pasukan tempur saat menjadi Komandan Brigade Infanteri Jaya Sakti di Jakarta dan Panglima Kostrad.
Prajurit mengenal Gatot tegas dan memiliki tuntutan tinggi. Rekan sejawat atau senior memberikan apresiasi tentang cara unik pendekatannya menyelesaikan masalah. Gatot yang supel juga diterima kalangan di luar militer, seperti politisi dan pengusaha. Kepiawaian menjaga netralitas dan independensi sangat diharapkan.
Di luar militer, Gatot sempat membuat kontroversi pada HUT Pemuda Pancasila (2013) saat mengomentari demokrasi di Indonesia saat ini tidak sesuai dengan Pancasila. Belakangan ini juga ia kerap memberi kuliah di kampus-kampus tentang proxy war, yang dipicu kekhawatirannya akan sengketa energi dan pangan yang menjadi latar belakang konflik di dunia.
Melanjutkan kebijakan KSAD sebelumnya,” seperti biasa akan menjadi pernyataan KSAD baru kepada publik setelah upacara sertijab. Beberapa hal penting perlu diteruskan, seperti modernisasi persenjataan. Budiman memberi perhatian khusus pada pengembangan teknologi informasi dan komunikasi lewat riset dan pengembangan industri dalam negeri.
Namun, ada banyak masalah yang harus diselesaikan. Hal ini sesuai dengan filosofi dasar tugas pokok seorang KSAD untuk membina personel TNI AD yang sekitar 280.000 orang. Dengan anggaran TNI AD sekitar 60 persen hanya untuk menutup kebutuhan rutin, seperti gaji, ruang berkembang relatif sempit. Padahal, perkembangan militer dunia saat ini telah sampai pada Revolutionary MilitaryAffairs (RMA) untuk menjawab perang masa depan. Titik berat RMA pada teknologi seperti nano, pesawat tanpa awak, bioteknologi sebagai alat. TNI AD harus berubah doktrin dan pendekatan, bahkan organisasinya. Apa strategi mengubah TNI AD yang berbasis manusia menjadi yang mengombinasikan diri dengan teknologi untuk menghadapi perang modern ketika musuh tidak lagi mudah didefinisikan?
Masalah lain terkait tuntutan reformasi militer, yaitu sumber daya manusia. Terjadi bottle necking di kalangan perwira TNI AD sehingga banyak sumber daya berkualitas yang tersingkir. Di kalangan prajurit, insiden Cebongan merupakan pekerjaan rumah sangat berat karena menyangkut kultur TNI AD. Bagaimana memelihara jiwa korsa dengan etika yang ketat untuk memiliki tentara profesional, militan, tetapi tidak arogan, apalagi korup?(edna c pattisina), Sumber Koran: Kompas (25 Juli 2014/Jumat, Hal. 08)