Skip to main content
Kodam XVI/Pattimura

Damai Usai Konflik Panjang, 2 Desa Di Maluku Kini Bisa Berlebaran Bersama

Dibaca: 443 Oleh 12 Jul 2016Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Maluku – Desa Mamala dan Morella di Kabupaten Maluku Tengah memiliki sejarah konflik berkepanjangan yang tak sedikit menelan korban jiwa. Namun kini warga kedua desa tersebut menyepakati perjanjian hingga akhirnya mereka bisa merayakan Idul Fitri bersama. Jumat , 08 Juli 2016.

Konflik menahun antar warga Desa Mamala dan Morella yang berada di Jazirah Leihitu tersebut cukup banyak menyebabkan korban jiwa berjatuhan. Konflik tercatat terjadi pada tahun 2008 dan 2013. Konflik terakhir terjadi pada Juli 2015 akibat seorang putra daerah yang merupakan anggota Brimobda Polda Maluku tewas akibat terkena pecahan bom rakitan saat melerai dan mencari otak pelaku penganiyaan.

Bahkan belum lama ini Kapolresta Ambon juga menjadi korban saat berusaha melerai pecahnya konflik lanjutan. Satu hal kecil dapat menimbulkan pertikaian berkepanjangan dan akhirnya menyebakan pecahnya pertarungan antar warga kedua desa.

Akibat konflik, warga Morella tidak bisa melewati Desa Mamala jika hendak pergi ke Kota Ambon. Mereka terpaksa harus menggunakan transportasi air melalui laut dari desa tetangga atau dengan akses jalur darat lainnya namun dengan jalan memutar dua kali lipat. Tentu saja ini menjadi kendala apalagi jika ada warga yang sakit dan harus segera dirujuk ke rumah sakit di kota.

Hingga pada akhirnya warga Mamala dan Morella yang diwakili oleh para tokoh desa serta adatnya menandatangani perjanjian perdamaian pada 23 April 2016 di Dermaga Kayu Tapal Kuda. Proses perdamaian yang diprakarsai oleh Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo itu tidaklah mudah dan memerlukan waktu cukup panjang.

Baca juga:  Korem 152/Babullah Gelar Lomba Menyayikan Lagu Perjuangan dan Baca Puisi Kebangsaan

Setelah melakukan kunjungan pertamanya di kedua desa pada Agustus 2015, Mayjen Doni memulai berbagai upaya untuk mendamaikan warga Desa Mamala dan Morella. Sejumlah pendampingan dan pembinaan dilakukan oleh jajaran Kodam Pattimura seperti salah satunya adalah program pelatihan budidaya bibit ikan dan pohon di kedua desa.

Doni dan jajarannya juga melakukan sejumlah pertemuan dengan masyarakat kedua desa, menyelenggarakan survei untuk mengetahui apa yang diinginkan warga. Juga menjadi mediator serta fasilitator pihak-pihak yang selama ini terlibat konflik.

“Data yang kami peroleh tidak sedikit korban yang berjatuhan, baik korban jiwa maupun harta benda. Alhamdulillah ada masukan dan pemikiran. Mula-mula kita lakukan proses pelatihan budidaya kelautan dan perkebunan,” ujar Doni seperti dalam keterangan Kodam Pattimura kepada detikcom, Rabu (6/7/2016).

Program pelatihan itu menjadi titik awal bagi proses perdamaian karena strategi yang dilakukan adalah bagaimana Doni dan jajarannya mengatur agar perwakilan dari kedua desa bisa tidur berdampingan dengan tempat tidur saling bersebelahan. Kodam Pattimura melibatkan pihak-pihak yang selama ini terlibat konflik pada program pelatihan itu.

“Alhamdulillah, karena hanya satu fasilitas yang diberikan maka satu sama lainnya harus bisa berkomunikasi,” kata mantan Danjen Kopassus tersebut.

Proses perdamaian terus berlanjut dengan berbagai kegiatan yang didelegasikan kepada jajaran Korem 151/Binaiya. Bahkan sejumlah perwakilan Desa Mamala dan Morella juga diberangkatkan untuk umroh ke Mekah bersama-sama guna menunjang rekonsiliasi dan akhirnya kesepakatan perdamaian pun terjadi.

“Apa yang kita lakukan tentunya sebuah semangat untuk menciptakan kerukunan yang abadi. Memang semuanya tergantung atau berpulang kepada seluruh tokoh masyarakat, namun demikian saya melihat ada semangat yang luar biasa dari semua tokoh termausuk warga,” sebut Doni.

Baca juga:  Danrem 152/Baabullah Terima Penghargaan Penanganan Stunting Dari BKKBN

Rekonsiliasi ini tentunya juga melibatkan berbagai unsur baik Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal, Gubernur Maluku M Said Assaggaf dan pihak eksekutif maupun legislatif daerah. Serta pastinya pihak kepolisian.

Perjanjian perdamaian juga diikuti dengan program-program lainnya yang dapat menjawab permasalahan yang selama ini menjadi simpul-simpul negatif pemicu timbulnya konflik kembali terjadi. Yakni penegakkan hukum yang transparan dan profesional seperti peredaran minuman keras, pemberdayaan masyarakat desa, peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan kejuruan bagi warga kedua desa dengan potensinnya masing-masing, dan sebagainya.

Tak hanya itu, penegakkan hukum positif dan adat juga diminta berjalan beriringan. Para tokoh desa berjanji tidak akan melindungi warganya jika ada yang melakukan tindak pidana. Mereka mengaku siap konsisten untuk mengikuti poin dalam perjanjian tersebut agar kerukunan tidak lagi ternodai akibat ulah oknum-oknum tertentu.

“Mudah-mudahan dengan suasana rukun dan damai yang tercipta secara alamiah, kita harapkan bisa dijaga bersama jangan sampai ada gesekan-gesekan yang mungkin bisa saja terjadi. Semoga kerukunan bisa kita pertahankan,” harap Mayjen Doni.

Untuk menunjang perjanjian damai itu, berbagai kegiatan pun terus dilakukan dan difasilitasi oleh Kodam Pattimura beserta Muspida lainnya. Seperti kegiatan buka bersama kedua desa yang digelar pada 30 Juni 2016. Kemudian juga kegiatan saling pindah tidur di mana 5 orang warga Mamala tidur di rumah warga Morella dan sebaliknya.

Menurut Kapendam XVI/Pattimura, Kolonel Arh Hasyim, akar konflik berkepanjangan dipicu karena kegiatan adat pukul sapu yang masing-masing diklaim milik mereka. Warga Desa Mamala dan Morella sebenarnya masih memiliki pertalian darah.

Baca juga:  Olahraga Fun Bike Kurangi Resiko Demensia

Dalam semangat perdamaian, kedua desa akan menggelar acara adat pukul sapu bersama-sama pada 13 Juli 2016 mendatang. Para warga Desa Mamala dan Morella pun sejak beberapa waktu belakangan sudah melakukan persiapan untuk menggelar atraksi tradisi adat ‘baku pukul’ (saling pukul) dengan menggunakan batang sapu lidi.

“Lebaran mereka hari ke-7 sama seperti di Jawa bilang Lebaran ketupat yang tahun ini jatuh pada tanggal 13 Juli. Itulah puncak lebaran yang diadakan pukul sapu lidi tradisi kedua desa yang selama ini menjadi sumber konflik,” terang Hasyim dalam keterangan yang sama.

Selain persiapan, warga kedua desa juga telah melakukan sejumlah kegiatan lainnya. Seperti lomba lari, dayung perahu semang, serta karnaval budaya. Namun yang paling menyentuh dari adanya kesepakatan damai tersebut adalah saat Idul Fitri ini, warga kedua desa bisa melangsungkan salat ied bersama dan bersilahturahmi antar kampung serta saling bermaaf-maafan.

“Warga Mamala dan Morella sekarang bisa merayakan Idul Fitri sama-sama. Dan yang tidak kalah fenomenal dari peristiwa damai itu adalah terbukanya jalan masyarakat Morella ke Ambon yang selama ini tidak bisa mereka lalui lewat Desa Mamala yang jaraknya lebih dekat,” tutur Hasyim.

“Kejadian tersebut sudah berlangsung lama dan baru sekarang mereka bisa lalui, termasuk mobil jenazah yang bila ada warga Morella meninggal harus mutar 2 kali lipat yang menyebabkan waktu dan biaya membengkak,” imbuhnya sekaligus mengakhiri.

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel