Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Bahlil Lahadalia punya kiat untuk meredam laju paham komunisme dan sosialisme di Tanah Air. Bahlil mengatakan, negara harus mendorong semangat entrepreneurship bertumbuh-kembang di kalangan warganya.
Tidak perlu ada kekuatan militer untuk meredam komunisme dan sosialisme. Cukup galakan saja entrepreneurship atau kewirausahaan. Komunisnya akan mati dengan sendirinya, ujar Bahlil terkait peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Kamis, tanggal 1 Oktober 2010.
Bahlil mencontohkan, negara-negara yang kewirausahaannya sangat kuat seperti Jepang, Amerika Serikat, Taiwan, dan Negara barat paham komunisme dan sosialisme ini tidak laku. Contoh paling dekat antara Korea Selatan dan Utara. Di Korsel, kewirausahaan berkembang pesat sehingga Negara ini maju dan paham sosialis medan komunisme menjadi tidak laku. Hal yang sama dengan di Jepang, Singapura, Malaysia, dan Thailand, ujarnya.
Sedangkan di Tiongkok, lanjut Bahlil, dengan adanya liberalisasi dan kekuatan entrepreneurship, sosialisme tinggal kenangan. Sedangkan komunismenya mulai tergeser hanya kesistem politiknya saja. Lama-lama akan hilang dengan sendirinya.
Sebelumnya, menjelang peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Mulyono mengungkapkan sudah ada indikasi paham komunis kembali berkembang di Indonesia. Indikasi tersebut terlihat ketika mulai ada desakan dari kelompok-kelompok tertentu yang ingin mengubah fakta sejarah.
Akar Budaya Sejarah
Bahlil mengatakan, Indonesia sebenarnya memiliki akar budaya sejarah kewirausahaan dengan adanya semangat saudagar untuk berdagang menyeberangi samudera sampai kebelahan dunia lain. Namun, budaya kewirausahaan itu perlahan-lahan meredup oleh penjajahan yang menempatkan warga pribumi sebagai kelas pekerja saja. Sementara, rekan-rekan dari suku bangsa Arab, Tionghoa, dan India oleh penjajah mereka dijadikan mediator atau pengumpul antara warga pribumi dan penjajah saat itu, ujar Bahlil.
Sebab itu, Hipmi mendorong agar negara mendorong semangat kewirausahaan. Jadi, ketimpangan itu harus dilawan dengan negara membuka akses dan kemudahaan bagi setiap warga Negara untuk dapat menjadi pengusaha. Jadi pengusaha dan kewirausahaan ini tidak boleh lagi hanya menjadi Ikon suku atau etnis tertentu. Ini kurang baik bagi kebinekaan, ujar Bahlil. (Sumber: HU Suara Pembaruan)