Skip to main content
Berita Satuan

Jangan Jadi Alat Penguasa: RUU Terorisme Belum Dibahas

Dibaca: 12 Oleh 11 Mar 2016Maret 14th, 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Hasil  revisi  Undang-Undang  Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diharapkan tidak menjadi alat untuk memenuhi kepentingan penguasa. Dewan Perwakilan Rakyat masih belum juga membahas revisi tersebut.

Wakil Ketua DPR Bidang Po­litik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon mengatakan, salah satu harapan DPR terkait pembahas­an revisi UU Terorisme adalah jangan sampai UU yang baru nantinya dijadikan alat meme­nuhi kepentingan penguasa. Ja­ngan sampai UU Terorisme di­jadikan alat kepentingan keku­asaan atau negara, kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.

Dia menjelaskan, ketentu­an-ketentuan baru dalam  RUU  Terorisme hendaknya tak berpo­tensi melanggar HAM. Fadli juga mengingatkan agar RUU Tero­risme tidak mengadopsi internal security act milik Malaysia dan Singapura yang bisa menangkap orang atas tuduhan subyektif.

Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo sependapat jika RUU Terorisme harus tetap menjamin perlindungan hak-hak dasar warga negara. Kami akan menjaga agar tidak ada hak-hak dasar warga negara yang dilang­gar atau dirampas, katanya.

Baca juga:  Anak Kopral Kopassus Berlaga di Tingkat Internasional

Hingga kemarin, Pansus RUU Terorisme belum terbentuk Wa­kil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap mengatakan, be­lum ada rapat konsultasi ataupun rapat Badan Musyawarah yang mengagendakan Rapat Paripur­na Pengesahan Pansus RUU Terorisme.

Diserahkan ke TNI

Secara terpisah, Komisi I DPR menilai, penanganan teroris semestinya juga bisa diserahkan kepada TNI. Hal ini disampaikan Ketua Komisi I DPR Mahfuz Si­dik dan anggota Komisi I DPR, Effendi Simbolon, seusai rapat dengar pendapat dengan Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono di Markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD di Cijantung, Jakarta. Tantangan dan ancam­an hari ini dan ke depan bukan lagi perang tradisional, melain­kan perang modern yang bersifat asimetris, seperti terorisme, ka­ta Mahfuz.

Effendi menambahkan, KSAD menyampaikan, kendati bukan wilayahnya, kemampuan Satuan 81 (Gultor) Kopassus mampu mengatasi terorisme. Seperti ka­sus Santoso, masak mereka di bawah polisi, sementara kemam­puannya lebih baik, katanya.

Sementara itu, Kapolri Jen­deral (Pol) Badrodin Haiti kepada Kapolda Sulawesi Tengah yang baru, Brigadir Jenderal (Pol) Rudy Sufahriadi, berpesan bahwa tugasnya adalah menangkap ter­duga teroris Santoso. Tugas pen­ting saudara adalah menangkap teroris Santoso beserta jaring­annya di Poso yang merupakan salah satu operasi dalam program Quick Wins, kata Badrodin. Se­nin lalu, kepolisian menangkap seorang buronan yang merupa­kan anggota kelompok Neo Ja­maah Islamiyah, Tatak Lusiantoro bin Zahri, di Temanggung, Jawa Tengah. (Sumber: HU Kompas)

Baca juga:  Jatuh di Sungai, Korban Kecelakaan Mobil di Evakuasi Satgas Yonif R 300

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel