TNI AD – Cipatat. Upaya penyelamatan 1.300 warga Papua yang saat ini sedang diupayakan oleh TNI – Polri ternyata tidak bisa berjalan maksimal, lantaran terdapat perbedaan penyebutan nama.
Hal itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Darar (Kasad) Jenderal Mulyono usai Penutupan Ton Tangkas TNI AD Periode II di Pusdikif Cipatat, Jawa Barat, Selasa (14/11/2017).
Dijelaskan Kasad, Polri menyebut kelompok penyandera sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sedangkan TNI melihat tindakan yang dilakukan oleh penyandera ini adalah sebuah gerakan separatisme (Makar) dengan sebutan TPN-OPM atau Kelompok Separatis Bersenjata (KSB).
Perbedaan penyebutan ini menurut Kasad Jenderal TNI Mulyono adalah permasalahan yang harus segera di selesaikan karena berkaitan dengan siapa yang menangani. “Selama ini TNI tidak bisa bergerak karena masih disebut Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sehingga ranahnya adalah hukum,” ujarnya.
Untuk itu Kasad meminta pada pemerintah agar segera mengambil sikap untuk mengatasi penyanderaan 1.300 warga papua dengan memberikan payung hukum pada TNI.
“Mereka merupakan kelompok separatis yang menurut undang – undang harus ditumpas dan diberantas,” tandasnya.
Lebih lanjut Jenderal TNI Mulyono mengungkapkan bahwa selama ini TNI statusnya masih sebatas membackup Polri dan tidak berperan langsung, padahal pasukan TNI dengan segala perlengkapannya sudah disiapkan untuk melakukan operasi pembebasan.
Dalam menghadapi separatisme, Negara tidak boleh didekte apalagi diatur oleh kelompok pemberontak. Bahkan masyarakat saat ini semakin mempertanyakan tentang sebutan KKB yang seharusnya adalah separatis karena makar dan ingin merdeka menggunakan gerakan bersenjata.