Pemerintah mendorong percepatan tanam untuk menggenjot produksi sehingga target swasembada beras pada 2017 tercapai. Akan tetapi, petani menilai percepatan tanam sulit dilakukan karena tidak diimbangi penyediaan pupuk, tenaga kerja, upaya mekanisasi, dan perluasan lahan irigasi.
Hal itu terungkap saat panen raya di Desa Securai Selatan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Senin, 29 Februari 2016, yang dihadiri Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Kementerian Pertanian Ali Jamil, Kepala Dinas Pertanian Sumatera Utara Aspan Sofian Batubara, Kepala Staf Daerah Militer I Bukit Barisan Brigadir Jenderal TNI Widagdo Hendro, dan Bupati Langkat Ngogesa Sitepu.
Pada panen raya itu, petani bersama pemerintah menggunakan mesin pemanen kombinasi (pombine harvester), yaitu mesin yang menggabungkan tiga operasi, yakni menuai, merontokkan, dan menampi padi. Mereka juga langsung menanami sawah dengan mesin tanam padi (Indo Jarwo Transplanter).
Ali Jamil mengatakan, penggunaan alat itu merupakan simbol pengembangan mekanisasi dalam sistem pertanian di Indonesia. Alat ini memangkas masa produksi, antara lain masa penanaman dan masa panen yang selama ini sangat lama karena dilakukan manual, ujar Ali Jamil.
Selain itu, kata Ali Jamil, pengembangan mekanisasi pertanian juga dinilai menjadi jawaban minimnya tenaga kerja pertanian yang diakibatkan urbanisasi tenaga muda yang masif.
Dengan mesin pemanen kombinasi, satu mesin dapat memanen 3 hektar sawah per hari dengan jumlah tenaga kerja delapan orang. Sementara jika dipanen manual, dibutuhkan 75 tenaga kerja untuk memanen 3 hektar sawah dalam sehari.
Menurut Ali Jamil, hingga saat ini, sebagian besar sawah di Indonesia masih diolah dengan cara manual. Kementerian Pertanian akan memberikan 100.000 mesin pertanian, bibit sebanyak 116.500 ton, dan pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton kepada petani untuk menunjang percepatan tanam.
Sangat rendah
Di Banyuasin, Sumatera Selatan, petani menilai, harga pokok pembelian gabah kering panen yang ditetapkan pemerintah masih sangat rendah. Bahkan, jika dibandingkan dengan tahun lalu, perolehan mereka jauh menurun. Pemerintah berupaya mendongkrak harga di tingkat petani dengan memotong rantai distribusi dengan metode toko tani.
Pada Senin, 29 Februari 2016, petani di Kecamatan Desa Talang Rejo, Kabupaten Muara Telang, Banyuasin, tengah menjalankan panen raya. Namun, petani tak sepenuhnya gembira karena harga Gabah Kering Panen (GKP) lebih rendah ketimbang tahun lalu.
Hal ini dialami Marsudin (30), petani setempat yang harus menerima harga rendah dari GKP yang dihasilkannya. Harga yang diterimanya sekitar Rp 3.400 – Rp 3.800 per kg di tingkat tengkulak. Harga ini lebih rendah dibandingkan dengan harga tahun lalu yang Rp 4.000 – Rp 4.400 per kg di tingkat tengkulak. (Sumber: HU Kompas)