Sebagai Prajurit Kostrad kita sudah dikenal orang sebagai Prajurit yang disiplin, jago perang, jago tembak, jago bela diri dan berfisik prima.
Demikian kalimat yang selalu ditekankan Jenderal TNI Mulyono kepada Prajuritnya selama menjabat sebagai Panglima Kostrad.
Kini pucuk pimpinan di tubuh Kostrad berganti. Serah terima jabatan orang nomer satu di jajaran Kostrad di laksanakan pada Jumat, 31 Juli 2015 di Cilodong, Bogor, bersamaan dengan pelaksanaan Sertijab Komandan Kodiklat TNI AD, Panglima Kodam, Danjen Kopassus, dan Kepala Balakpus TNI AD.
Perjalanan karir Jenderal TNI Mulyono terbilang lengkap. Mulai dari satuan tempur, satuan teritorial, hingga Lembaga Pendidikan pemah dilakoninya. Karirnya diawali ketika lulus dari Akademi Militer pada 1983. Saat itu, sang Jenderal langsung ditempatkan di Sulawesi Utara. Selama 11 tahun, jenderal bintang empat ini menjalani penugasannya di Yonif 712 dan Yonif 713 Kodam XIII/Merdeka waktu itu. Di masa inilah, pengalamannya sebagai prajurit tempur makin terasah, diterjunkan dalam operasi militer di Irian Jaya dan Timor Timur.
Pengalamannya bertugas di medan operasi yang panas, membuat naluri dan intuisinya sebagai prajurit tempur pun semakin tajam. Kecerdasannya merancang taktik dan strategi operasi, membuatnya selalu menjalankan tugasnya dengan cemerlang. Karirnya pun melesat setelah dipercava menjadi Komandan Yonif 143/ Tri Wira Eka Jaya, Kodam II/ Sriwijaya.
Setelah kenyang bertugas di Satuan Tempur, giliran Satuan Teritorial merasakan sentuhannya.
Pengagum Jenderal TNI M. Yusuf dan Letjen TNI Marcia Norman ini pernah menjadi Dandim 0901 Samarinda, Kalimantan Timur, Kasrem 121 Kodam VI/Tanjungpura, serta Danrem 032 Kodam I/Bukit Barisan.
Selepas kemampuannya sebagai prajurit tempur dan teritorial teruji, Jenderal yang suka membaca ini pun ditugaskan sebagai pendidik. Berbagi ilmu dan pengalamannya. Sejumlah lembaga pendidikan TNI AD pernah menjadi tempatnya berkarya. Di antaranya adalah Secapa AD, Pussenif, Akmil, Kodiklat TNI AD dan Seskoad. Berbekal dari pengalamannya itu, sang Jenderal pernah memangku jabatan mulai Gumil golongan V Pusdikif, Dosen golongan V dan IV Seskoad, Wadan Secapa dan Komandan Resimen Taruna Akmil. Puncaknya saat menjadi Wadan Kodiklat TNI AD dengan pangkat Mayor Jenderal TNI. Pada 2013, perjalanan karirnya terus melaju saat Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) menariknya ke Jakarta dan mendapat kepercayaan menjadi Asisten Operasi Kasad. Jabatan ini tak lama disandangnya. Kemampuan dan loyalitasnya, membuatnya dipercaya untuk memikul tanggung jawab sebagai Panglima Kodam Jaya menghadapi Pemilu legislatif hingga Pemilu Presiden.
Saat menjadi Pangdam inilah, kiprahnya mulai berkibar. Sang jenderal bahu membahu bersama Pemda DKI membereskan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Prestasinya saat menjadi Pangdam, membuat karirnya terus meroket. Dan oleh Kasad saat itu Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mempercayakannya sebagai Panglima Kostrad, dan puncaknya sang Jenderal diberikan kepercayaan penuh untuk memimpin Angkatan Darat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat sampai dengan saat ini.
Kostrad di bawah kepemimpinan Jenderal TNI Mulyono saat itu menunjukan perhatiannya kepada rakyat saat menyambut HUT ke-54. Kostrad mengkonsentrasikan kegiatan-kegiatannya untuk membantu masyarakat dengan membangun fasilitas-fasilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dirangkum dalam karya bakti menyambut HUT Kostrad.
Kegiatan ini dimulai 18 Januari lalu di desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pasukan Kostrad membangun infarastruktur pertanian untuk membantu kehidupan masyarakat lokal yang mayoritasnya adalah petani. Bendungan, pintu air, saluran irigasi, dan pipanisasi air bersih menjadi karya emas yang ditorehkan. Kegiatan ini juga sekaligus mendukung upaya program pencapaian swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah, sebagai bagian menciptakan ketahanan pangan nasional.
Mensukseskan program ketahanan pangan nasional merupakan bagian menjaga kedaulatan negara. Namun, bukan berarti itu membuat Kostrad lengah, moncong-moncong Leopard selalu siap mengaum di tapal batas negeri. Kostrad menyadari, sebagai tentara rakyat maka setiap langkah Kostrad akan semakin berarti bila selalu bersama serta mendapat dukungan rakyat.
Oleh karena itu beliau menyerahterimakan pesan dan amanah kepada Pangkostrad yang baru yaitu Mayor Jenderal TNI Edy Rahmayadi mantan Pangdam I/Bukit Barisan untuk tetap melanjutkan semangat dan pengabdiannya di dalam membentuk Prajurit Kostrad agar semakin profesional, solid dan, merakyat.
Bersama rakyat Kostrad kuat, Bersama Kostrad rakyat sejahtera, ujar sang Jenderal kepada penggantinya yang mana dulu pernah juga bersama-sama di Kostrad menjabat Pangdivif 1 Kostrad.
Profil Singkat Sang Jenderal
Penampilannya sederhana dan tenang, namun ketegasan dan kewibawaan tetap memancar kuat dari sosoknya. Saat memberi pengarahan, kalimatnya tegas namun lugas. Jernih dan mudah dimengerti para prajuritnya. Di saat santai, humor dan gurauannya sering mengundang tawa.
Sosok kelahiran 54 tahun lalu ini adalah seorang pekerja keras. Lahir sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara, sejak kecil sang Jenderal hidup prihatin. Karena ayahnya hanyalah seorang petani sekaligus penjaga pintu air di desa terpencil. Sejak lulus SD, sang Jenderal sudah berpisah dari orangtua. Ngenger (ikut orang), untuk membiayai sekolahnya sendiri.
Tak mau membebani orangtuanya yang masih harus banting tulang menghidupi adik-adiknya. Di saat teman sebayanya memanfaatkan waktu senggang untuk bermain, Jenderal TNI Mulyono yang mulai beranjak remaja kala itu, justru harus bekerja di sawah. Setiap hari, dibawah terik matahari sang Jenderal harus mencangkul atau mencari rumput.
Upah yang didapatnya itulah, yang kemudian sang Jenderal pakai untuk membiyai sekolahnya. Tekadnya yang kuat untuk meraih pendidikan setinggi-tingginya, membuat sang Jenderal tak pernah malu pergi ke sekolah dengan perlengkapan seadanya. Sampai SMA saya ke sekolah sering nyeker, nggak pake sepatu. Karena waktu itu sepatu saya cuma sepasang. Itu pun sudah ditambal sana-sini karena banyak bolongnya, ujar pengagum Jenderal M. Jusuf ini.
Siapa sangka, sosok Kepala Staf Angkatan Darat ini hatinya begitu mudah tersentuh. Terutama saat teringat kembali jerih payah orang tuanya dalam membesarkannya. Meski hanya petani kecil, tapi orang tua saya selalu memotivasi anak-anaknya untuk terus belajar dan bekerja keras. Agar kehidupan kami kelak bisa lebih baik dari mereka, ujar alumni Akmil 1983 ini.
Dari pengalaman masa kecilnya yang keras itulah, mengajarkannya arti tentang kerja keras, tekad kuat, serta tak mudah menyerah dalam meraih cita-cita.
Sebelum masuk AKABRI, Ayah dari seorang putra dan dua orang putri ini sempat menjadi mahasiswa fakultas Pertansang Jenderal UGM. Perjalanannya masuk AKABRI pun terjal dan berliku.
Sang Jenderal sempat kehabisan ongkos saat mengurus Pantohir di Semarang, tidak mampu membeli makanan. Sang Jenderal pun beberapa kali dilecehkan orang saat mengurus persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhinya. Tapi hal itu justru berbalik menjadi bahan bakar yang membuat semangatnya berkobar.
Akhirnya sang Jenderal pun berhasil membuktikan diri, meski cuma seorang anak petani, mampu diterima jadi Taruna AKABRI. Selepas lulus, sang Jenderal bertugas di Sulawesi Utara. Meski jauh, tak membuat Jenderal TNI Mulyono lupa pada orang tua. Sepuluh tahun bertugas disana, sebagin besar gajinya ditabung. Saya harus membantu orangtua membiayai sekolah adik-adik saya. Alhamdulilah, adik-adik saya juga sudah mentas semua, sekarang mereka sudah punya pekerjaan. Ini sesuai yang dipesankan orangtua, ujar penggemar biografi orang-orang sukses ini.
Di tengah kesibukannya, Sang jenderal selalu menyempatkan untuk selalu makan bersama keluarga. Lewat taktik diplomasi meja makan inilah, sang Jenderal rutin berdiskusi dan dengan anak-anaknya. Beliau tak pernah marah pada anak-anaknya. Bila anaknya terlihat gelisah, langsung sang Jenderal dekati dan diajak bicara. Ini membuat anak-anak bisa bebas curhat kepada ayahnya, tentang persoalan yang dihadapi mereka. Saya juga ceritakan pada mereka tentang perjalanan hidup saya. Ini supaya mereka tahu apa yang dialami orang tuanya di masa lalu, dan pengalaman apa yang bisa mereka petik dari situ, terang suami dari Ny Sita Mulyono ini.
Prinsip-prinsip hidup yang dulu pernah ditanamkan orang tuanya, juga diturunkan pada anak-anaknya Hasilnya pun sudah terlihat. Putri pertamanya lulus dari Universitas Padjajaran dengan predikat cum laude, dan mendapat beasiswa dari sebuah perguruan tinggi di Perancis. Meski hanya petani kecil, tapi orang tua saya selalu memotivasi anak- anaknya untuk selalu belajar dan beker ja keras, tegasnya.
Sedangkan putra keduanya, dengan kerja kerasnya sendiri berhasil diterima di Akademi Militer (Akmil). Seperti kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat selalu berempati yang dimiliki sang ayah, menurun di ketiga anaknya Mereka mudah terenyuh saat melihat orang lain mendapat musibah atau menderita. Anaknya juga tak pernah menyombongkan pangkat sang ayah. Mereka malah terkesan tidak ingin temannya tahu bahwa ayahnya adalah petinggi TNI AD. Setelah lulus kuliah, teman-teman anak saya baru tahu kalau bapaknya ternyata Jenderal, (Sumber: HU Pelita)