
Tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjaga kedaulatan dan pertahanan negeri ini butuh dukungan alat utama sistem persenjataan (alutsista) modern yang mampu memberi efek gentar bagi negara-negara lain. Mewujudkan TNI profesional juga perlu peningkatan kesejahteraan prajurit.
Melalui jejaring sosial Twitter, Weeb mengungkapkan pandangan mereka tentang TNI. Semuanya setuju peralatan tempur TNI harus semakin modem dan kesejahteraan prajurit mesti ditingkatkan.
Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan, memperkuat alutsista TNI berarti memperkokoh pertahanan Indonesia. Dia ingin kekuatan militer TNI menjadi salah satu yang terhebat di dunia. Ayo, kembali jadi yang terkuat di antara negara-negara berkembang, kicaunya melalui akun @budimandjatmiko.
Akun @QuoteAhlusunnah menyesalkan alokasi anggaran Pemerintahan Jokowi untuk TNI pada RAPBN 2016 yang hanya 0,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jauh dari rata-rata anggaran militer negara-negara Asia Tenggara sebesar 2,2persen dari PDB. Padahal janji kampanye Jokowi meningkatkan anggaran TNI jadi 1,5 persen PDB. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Republik ini sangat besar (apalagi kalau tidak dikorupsi), beli atau buat saja persenjataan modern agar alutsista Republik jadi kuat, komennya.
Pemerintahan Jokowi pada RAPBN 2016 malah mau menurunkan alokasi anggaran TNI. Hal ini disesalkan akun @ AryaSandhiyudha. Turunnya anggaran Kemenhan/ TNI 2016 sebanyak Rp 7 triliun menjadi Rp 96,7 trilun adalah pelambatan modernisasi alutsista & skema kesejahteraan prajurit, sesalnya.
Padahal, menurut @Altefalken, modernisasi alat utama sistem persenjataan TNI sangat penting dan mendesak. Dia berceloteh, kalau terjadi perang tapi alutsista tak kuat, maka TNI pakai santet atau ilmu hitam. Cyber war tapi nggak punya Alutsista, ya elu mau serang physical layer pakai apaan? Santet? selorohnya.
Akun @budisujatmiko mengingatkan Pemerintahan Jokowi bahwa tidak ada negara besar yang militernya lemah. Sebab, kekuatan militer merupakan salah satu proses untuk menjadikan Indonesia negara kuat dari maju. Pengen negara kuat? Izin usaha dipermudah, pertanian dirawat, pendidikan dijaga. Kalau ekonomi kuat = APBN kuat = Alutsista kuat = Negara kuat, tuturnya.
Sedangkan akun @coicebatuu menilai, alat utama sistem persenjataan TNI kini cukup baik. Yang lebih dibutuhkan TNI adalah uji coba pertahanan. Kalau beli alat tapi nggak digunakan sama aja. Harus ngadain perang persahabatan sama negeri tetangga. Biar nggak broken home terus, candanya.
Akun @STNatanegara mengingatkan, TNI tidak hanya butuh modernisasi alutsista berkelanjutan. Tapi juga perlu menyiapkan faktor pendukung lain, supaya strategi dan modernisasi peralatan perang dapat berjalan seimbang. Modernisasi alutsista tetap jalan. Tapi komponen cadangan dan komponen pendukung harus pula disiapkan, cuitnya.
Pengguna akun @bekti_ladi juga mengingatkan pentingnya peningkatan kesejahteraan prajurit TNI agar mereka semakin profesional menjalankan tugas yang tidak mudah dan berisiko tinggi. Prajurit TNI butuh kesejahteraan, bukan janji dan iming-iming belaka, katanya.
Akun @DatuArdhi mengatakan, peningkatan gaji dan tunjangan anggota TNI merupakan salah satu cara untuk mencegah prajurit TNI melakukan pelanggaran. Jika kesejahteraan cukup baik, tidak akan ada lagi prajurit TNI yang menjadi beking atau centeng pengusaha nakal. Kesejahteraan prajurit perlu, agar nggak ada oknum TNI menjadi beking judi dan lain-lain, katanya.
Sedangkan akun @mascotsiregar tak setuju dengan program bela negara yang dibuat Kementerian Pertahanan, untuk melatih rakyat sipil sebagai komponen cadangan pertahanan. Menurut dia, lebih baik anggaran untuk program itu diberikan kepada TNI. Bela Negara = perkuat alutsista& kesejahteraan TNI, katanya. .
Dihubungi Rakyat Merdeka,kemarin, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shidiq mengatakan, ada beberapa faktor menentukan peningkatan pertahanan Indonesia. Di antaranya, modernisasi alat utama sistem persenjataan TNI atau alutsista.
Alutsista kini masih proses modernisasi. Secara volume, alutsista TNI tidak cukup, secara kualitas juga jauh tertinggal. Proses modernisasi tahap satu sudah selesai tahun 2014, tetapi dari yang direncanakan, baru tercapai 70 persen karena dukungan anggaran tidak sesuai harapan, kata Mahfudz.
Politisi PKS itu mengamini, Presiden Jokowi pernah berjanji meningkatkan anggaran TNI dari 0,8 persen menjadi 1,5 persen dari PDB. Tapi kenyataannya, RAPBN 2016 yang diserahkan Pemerintah kepada DPR tidak sesuai amanat Presiden. Realitanya, anggaran pertahanan untuk 2016 bukan seperti yang diamanatkan Presiden, sesalnya.
Dia mengatakan, seharusnya pelambatan pertumbuhan ekonomi tidak menghambat proses modernisasi alutsista TNI. Alasan Pemerintah, karena terjadi pelambatan ekonomi dan keuangan negara serta untuk membiayai yang lain. Namun, semestinya anggaran yang sudah tertulis dalam Peraturan Presiden konsisten direalisasikan. Kalau dukungan Pemerintah tidak jelas dan tidak konsisten, maka modernisasi alutsista TNI akan mengalami kesulitan dan terhambat, ingat Mahfudz. Selain modernisasi alutsista, menurut Mahfudz, faktor lain yang memperkuat pertahanan adalah kesejahteraan prajurit.
Peningkatan kesejahteraan prajurit cukup lama diperjuangan oleh Komisi I DPR. Sistem penggajian anggota TNI jangan disamakan dengan penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Prajurit TNI menjalankan tugas bertaruh nyawa, jadi jangan disamakan dengan gaji PNS, katanya. Apalagi, imbuh Mahfudz, banyak prajurit TNI yang mengawaki peralatan militer mahal seperti tank, panser, kapal perang dan pesawat tempur. Masak gaji pilot pesawat tempur disamakan dengan gaji PNS, ujar Mahfudz heran.
Dia mengakui, Pemerintah Jokowi mulai merespons usulan peningkatan kesejahteraan prajurit TNI. Tahun lalu sudah ada remunerasi dan tunjangan kerja. Namun, tetap harus ada penyesuaian-penyesuaian bagi prajurit yang ditempatkan di daerah pedalaman atau wilayah perbatasan. Mereka harus dapat tunjangan tambahan, katanya.
Perihal perlu atau tidaknya mengembalikan Dwifungsi TNI, Mahfudz menegaskan, pimpinan TNI, DPR dan Pemerintah sudah berkomitmen untuk tidak menerapkan kembali Dwifungsi TNI. Saat pelaksanaan fit and proper test Panglima TNI di DPR, kan beliau tegas mengatakan bahwa anggota TNI dilarang berpolitik. Dwifungsi itu sudah lama kita tinggalkan, tegasMahfudz. (Sumber: HU Rakyat Merdeka)