
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan ancaman perang yang dilatarbelakangi perebutan sumber energi sangat berpotensi terjadi di negara-negara yang berada di ekuator atau garis khatulistiwa seperti Indonesia.
Hal itu ditegaskan Gatot saat mengikuti bincang-bincang dengan Keluarga Besar MNC Group bertajuk Memahami Ancaman, Menyadari Jati Diri Modal Membangun Menuju Indonesia Emas di Auditorium MNC Tower, Jalan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin.
Gatot menjelaskan, potensi peperangan tersebut semakin terbuka seiring dengan semakin menipisnya persediaan energi fosil yang terdapat di sejumlah negara Timur Tengah. Kondisi ini semakin diperparah dengan pertambahan penduduk yang berjalan dengan cepat.
Berdasarkan data yang ada, jumlah penduduk dunia pada 1800 hanya berjumlah 1 miliar. Kemudian 130 tahun kemudian bertambah 1 miliar. Namun hanya dalam kurun waktu 30 tahun kini penduduk dunia sudah mencapai 3 miliar. Bahkan 15 tahun kemudian menjadi 4 miliar.
Selanjutnya 12 tahun kemudian atau sekitar 2 011 lalu, jumlahnya naik menjadi 7 miliar. Dari hasil perhitungan, menurut Gatot, jumlah penduduk dunia diprediksi mencapai 12,3 miliar dengan 9,8 miliar penduduk hidup di daerah nonekuator, sedangkan 2,5 miliar lainnya berada di ekuator. Padahal, idealnya, bumi hanya mampu menampung 3 miliar-4 miliar penduduk. Saat ini 41.000 anak meninggal dunia per hari, 15 juta anak per tahun. Ini terjadi pada anak-anak karena kemiskinan, kuranggizi, ujarnya.
Bertambahnya jumlah penduduk yang cukup pesat ini, menurut Gatot, tidak dibarengi dengan ketersediaan energi. Berdasarkan data British Petroleum (BP) pada2011, sisa energi fosil dunia tinggal 45 tahun, yakni hingga sekitar 2056. Adapun sisa energi fosil di Indonesia tinggal , 8 tahun bila tidak ada peningkatan kebutuhan energi
BP memprediksi pada 2035 jumlah konsumsi energi akan naik sebesar41% dan diprediksi pada 2043 energi akan habis. Menurut Gatot, semakin tipisnya sumber energi fosil dan belum ditemukannya energi pengganti mendorong negara-negara mencari sumber energi lain. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki garis pantai terpanjang nomor dua di dunia setelah Kanada menjadi magnet bagi banyak negara yang ingin menguasainya.
Menurutnya, sekitar 70% konflik di dunia berlatar belakang energi. Energi benar-benar krisis. Negara yang tengah berkonflik seperti Nigeria, Kongo, Yaman, Irak, Mesir, Suriah semua penghasil minyak. Mereka terlibat konflik dan sampai saat ini masih konflik. Jadi perang yang tadinya karena energi fosil beralih kepada pangan, air, dan energi, sebutnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu mengakui, ada perkembangan baru dalam membangun hegemoni untuk bisa menguasai Indonesia. Salah satunya melalui proxy war a tau perang dengan menggunakan pihak ketiga sehingga sulit membedakan mana kawan dan lawan. Proxy war ini merupakan perang yang masuk melalui berbagai sendi kehidupan masyarakat seperti membeli dan menguasai media massa untuk melakukan pembentukan opini, menciptakan rekayasa social, dan sebagainya.
Kemudian mengadu domba TNI Polri sehingga mengganggu stabilitas nasional. Membenturkan lembaga penegak hukum, memecah belah partai politik, dan membuai generasi muda dengan seks bebas dan narkoba dan sebagainya. Dapat saya pastikan perang akan terjadi di ekuator. Inilah ancaman bangsa Indonesia ke depan. Tahun 2043 tinggal 28 tahun lagi, apakah anak cucu kita bisa hidup layak, tanya Gatot.
Gatot mencontohkan, lepasnya Timor Timor merupakan salah satu bentuk nyata dari proxy war yang terjadi di Indonesia. Gatot juga mencontohkan bagaimana runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit bukan karena invasi, melainkan karena konflik yang terjadi dari dalam.
Sementara itu modal demografi dapat dilakukan dengan melestarikan kearifan lokal seperti menghidupkan kembali semangat gotong royong. Kita juga punya Pancasila yang nilai-nilainya sangat luhur. Sebab TNI tidak bisa menghadapi sendiri. Dalam menghadapi ancaman ini kita harus bersatu, ujarnya.
Dalam kesempatan itu, mantan Pangdam V/Brawijaya ini juga mengajak CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo untuk menggunakan media yang dimilikinya untuk membangun ketahanan nasional.
Mantan Pangkostrad ini juga berharap MNC Group dapat membantu menyosialisasi gagasan agar UU Komponen Cadangan dapat segera disahkan dan diundangkan. Bahkan Gatot mengaku siap mengurangi prajuritnya 30% secara bertahap bila UU Komponen Cadangan disahkan. Media massa bisa menumbuhkan rasa cinta kepada bangsa dan memahami ancaman, ujarnya.
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengapresiasi langkah Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang memberikan satu perspektif mengenai kondisi saat ini, yaitu Indonesia tengah menghadapi proxy war. Panglima memberikan satu perspektif hati-hati, hari ini kita sedang menghadapi proxy war. Bagaimana ancaman asing memasuki Indonesia, dengan berbagai cara. Cara ekonomi, budaya, dan sebagainya. Kita harus hati-hati sebagai bangsa, kepentingan nasional harus dijfcga, ujarnya.
Disinggung soal pentingnya peran media massa, Hary mengakui bahwa media harus konstruktif dan menjaga kepentingan nasional. Hal yang menyangkut masyarakat luas harus diproteksi dan dilindungi. Bahkan MNC Group akan menambah konten berita yang menyangkut ketahanan nasional.
Secara otomatis begitu, itu kewajiban kita. Apa yang disampaikan Pak Gatot memang benar. Apalagi sebentar lagi Indonesia masuk dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), investasi tetap dibutuhkan, tapi kepentingan harus kita jaga, terutama yang menyangkut masyarakat menengah kebawah, ujarnya.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai Indonesia harus menyiapkan ketahanan nasional dengan baik dan segera, baik ketahanan pangan maupun hal yang terkait dengan ipoleksosbud. Apa yang disampaikan Pak Gatot menjadi sangat penting tatkala eskalasi ancaman proxy war menjadi masif, sumber daya alam harus kita selamatkan dengan mengedepankan system pertahanan holistik meliputi penyiapan ketahanan nasional, sebutnya. (Sumber: HU Seputar Indonesia)