
Kabut asap yang menyelimuti wilayah hunian komunitas orang rimba di ekosistem Bukit Duabelas, Provinsi Jambi, mulai memicu gelombang pengungsian. Sebagian kelompok orang rimba diperkirakan telah mengungsi hingga ke Riau, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat.
Antropolog dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Robert Aritonang, mengatakan, kondisi asap paling pekat di bagian selatan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Kabupaten Sarolangun. Di wilayah itu, ada tiga kelompok orang rimba yang mulai meninggalkan huniannya ke wilayah yang dinilai lebih aman. Mereka adalah kelompok Miring, Besiring, dan Betaring. Jumlah seluruh anggota dalam kelompok itu diperkirakan 350 hingga 400 orang.
Namun, tidak semua warganya mengungsi karena sebagian lainnya telah hidup menetap, dan masih bertahan di sana, ujar Robert, Senin, tanggal 19 Oktober 2015. Minggu, tanggal 18 Oktober 2015, anggota polisi lalu lintas mendapati belasan orang rimba di Jalan Sudirman, Pekanbaru. Mereka mengungsi akibat asap yang menyelimuti tempat asal mereka. Sebelumnya, sekelompok orang rimba juga berada di Jalan Lintas Timur wilayah Bayunglencir, Kabupaten Musi Banyuasin Mereka meminta-minta kepada pengendara yang melintas.
Kepindahan orang rimba tersebut selain karena kabut asap, juga diperparah oleh kondisi paceklik dalam hutan. Karena kehabisan sumber penghidupannya di tempat asal, mereka mencari tempat yang baru, kata Robert.
Kebakaran di areal perkebunan sawit pada bulan lalu, ujar Robert, lebih dulu memicu gelombang pengungsian warga rimba di Kabupaten Batanghari menuju Kabupaten Tebo. Mereka berpindah sementara ke wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang kondisi asapnya lebih tipis. Robert mengatakan, kabut asap telah menyengsarakan seluruh warga Sumatera, tetapi dirasakan lebih berat lagi oleh komunitasorang rimba. Sebagian dari mereka masih hidup dalam tenda-tenda terpal beralaskan kayu. Kondisi itu membuat mereka nyaris tak terlindungi oleh paparan asap.
Dua pekan lalu, pihaknya pernah mengusulkan agar tim medis puskesmas terdekat mendatangi dan memeriksa kondisi kesehatan orang rimba, tetapi itu ditolak. Jumlah orang rimba diperkirakan 3.500 jiwa. Mereka tersebar di ekosistem Bukit Duabelas Jambi dan sebagian lagi di perbatasan Jambi-Sumatera Selatan. Masih banyak orang rimba tinggal dalam hutan dengan cara hidup tradisional.
Kepala Bidang Pemberdayaan Dinas Sosial Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jambi Sarifudin mengatakan baru mengetahui perihal gelombang pengungsian orang rimba tersebut Pihaknya akan terlebih dahulu memetakan kelompok mana saja yang mengungsi dan mendata kebutuhan mereka.
Bantuan shelter pengungsian sementara sebenarnya dimungkinkan, tetapi pihaknya masih mempertimbangkan lokasinya Masalahnya, kabut asap terjadi di mana-mana. Kami belum dapat menentukan tempat yang aman bagi mereka, ujarnya.
Semakin tebal
Kemarin, kabut asap semakin tebal di Jambi. Jarak pandang pada pukul 07.00 hanya 500 meter, dan cenderung menurun. Pukul 08.00, jarak pandang 400 meter. Sore hari, jarak pandang membaik menjadi 700 meter.
Masyarakat pun kian mengeluhkan asap yang kembali pekat dalam tiga hari terakhir, terlebih anak-anak yang tidak diliburkan sekolahnya di tengah kualitas udara yang sangat berbahaya. Badan lingkungan hidup daerah mencatat kondisi udara pada level berbahaya selama empat hari berturut-turut, dengan rata-rata indeks standar pencemar udara (ISPU) berada di atas angka 400. Pada pukul 07.00 kemarin, di saat anak-anak bersekolah, ISPU mencapai angka 633.
Kabut asap di Sumatera Barat juga semakin pekat Berdasarkan data Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Koto Tabang Agam, pada pukul 10.00, kategori ISPU tidak sehat karena kandungan polutan PM10 mencapai 286 mikrogram per meter kubik. Satu jam kemudian, kandungan PM10 menjadi 422 mikrogram per meter kubik atau kategori bahaya.
Kebakaran hutan dan lahan di sumber titik panas menyebabkan kiriman asap masih terus ke Sumbar, kata Peneliti Bidang Observasi, Analisa dan Informasi di Stasiun Pemantauan Atmosfer Global Koto Tabang, Agam, Al-berth Nahas. Dengan masih banyaknya titik panas di Sumatera Selatan, katanya, Sumbar masih akan terdampak kabut asap.
Berdasarkan pantauan Kompas di Kota Padang, kawasan pinggir kota, terutama dekat kawasan perbukitan, paling terdampak kabut asap. Di pusat kota, kabut asap tidak sampai mengganggu jarak pandang. Warga masih mengenakan masker, terutama saat berkendara.
TNI dikerahkan
Di Papua, Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih mengerahkan 700 personel untuk memadamkan api di dua kabupaten di Papua, yakni Mappi dan Merauke. Mereka berasal dari satuan tugas yang mengamankan perbatasan Indonesia – PNG dan Komando Resor Militer 174/ ATW Merauke. Kebakaran lahan menyebabkan arus transportasi udara di Timika dan Manokwari terganggu beberapa hari ini.
Kepala Penerangan Komandan Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel (Inf) Teguh Pudji Raharjo di Jayapura, Senin, mengatakan, kebakaran lahan tersebut dipicu pembukaan ladang baru oleh masyarakat dan berburu hewan-hewan yang bersembunyi di balik alang-alang.
Warga tidak menyangka perbuatan itu telah menyebabkan terjadinya bencana sebesar ini. Kami telah bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Papua, Basarnas, dan BMKG untuk memantau perkembangan jumlah titik api di kedua daerah ini, ujar Teguh.
Prakirawan cuaca dari Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura, Sulaeman, mengatakan, titik api di wilayah Papua menurun drastis. Minggu,tanggal 18 Oktober 2015 kemarin, titik api mencapai 169 lokasi. Saat ini, berdasarkan pantauan satelit/hanya terdapat 38 titik api di Papua. Sementara di Papua Barat tak lagi terdapat titik api, katanya.
Dia mengatakan, sejumlah daerah masih berasap, antara lain Timika, Kaimana, Sorong, dan Fakfak. Jarak pandang di Timika hanya 4 kilometer, Kaimana 3 kilometer, Sorong 2 kilometer, dan Fakfak 1 kilometer, ujarnya
General Manajer Maskapai Garuda Indonesia Wilayah Jayapura Yudhi Krisna mengatakan, pihaknya akan membuka kembali rute penerbangan ke Bandara Rendani di Manokwari karena jarak, pandangnya telah mencapai 8.000 meter. Kami belum membuka rute penerbangan ke Bandara Moses Kilangin di Timika karena jarak pandangnya hanya 1.200 meter, kata Yudhi
Kemarin, kabut asap kiriman dari Papua yang melanda Kota Ambon, Maluku, mulai mereda Jarak pandang yang sebelumnya di bawah 4 kilometer, sudah menjadi 7 kilometer.
Kebakaran hutan juga terjadi di Gunung Klabat, Sulawesi Utara Api yang berkobar terus sejak Minggu masih membakar seribuan hektar hutan lindung dan hutan produksi. Api telah merembet hingga ke puncak gunung setinggi 2.100 meter. Pemerintah Provinsi Sulut meminta bantuan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mendatangkan pesawat, penyemprot air untuk memadamkan api dari udara. (Sumber: HU Kompas)