tniad.mil.id – Indonesia yang hebat, Indonesia yang besar, mandiri, berdaulat, rakyatnya sejahtera, adil dan makmur adalah cita-cita yang hendak diraih pada Indonesia emas tahun 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka. Cita-cita yang sangat yakin bisa dicapai oleh bangsa Indonesia, mengingat potensi yang dimiliki Indonesia begitu besar, selain letak geografis yang sangat strategis juga potensi demografi dengan jumlah penduduk yang sangat besar serta kekayaan sumber daya alam baik hayati maupun non hayati yang beragam dan sangat besar.
Namun kita juga menyadari seiring dengan bertambahnya populasi penduduk dunia yang diikuti makin langkanya sumber energi, pangan dan air maka kompetisi global untuk mempertahankan eksistensi negara terjadi begitu sengit. Kompetisi global ini telah menjadikan Indonesia yang sangat strategis dan kaya ini menjadi obyek perebutan untuk dikuasai atau dihancurkan. Hal inilah yang menjadikan berbagai ancaman baru terhadap Indonesia yang dapat menghambat bahkan penyebab gagalnya cita-cita Indonesia emas tahun 2045.
TNI dengan tugas pokok mengawal dan menjaga kedaulatan serta keutuhan wilayah Indonesia tentu mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dan berat untuk menjaga tetap tegaknya NKRI dan tercapainya Indonesia emas 2045. Tugas-tugas yang begitu berat dalam kompetisi global tersebut tentu diperlukan TNI yang hebat, kuat, profesional dan tangguh serta diawaki oleh prajurit-prajurit yang mempunyai jiwa dan semangat kejuangan para pahlawan kesuma bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satu peletak dasar nilai kejuangan prajurit TNI tersebut adalah dari Palagan Ambarawa.
Palagan Ambarawa merupakan satu dari deretan tinta emas sejarah perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Begitu hebatnya Pertempuran Ambarawa telah menginspirasi TNI Angkatan Darat bahkan berbagai negara dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Secara singkat, Pertempuran Ambarawa bermula ketika tentara Sekutu yang diikuti pasukan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel mendarat di Semarang pada bulan Oktober 1945. Kehadiran mereka awalnya disambut baik oleh Pemerintah Indonesia dengan misi mengurus tawanan perang di penjara Ambarawa dan Magelang saat masa pendudukan Jepang. Namun nyatanya, tentara Sekutu justru membebaskan dan mempersenjatai bekas tawanan perang. Peristiwa ini memicu insiden bersenjata di Magelang hingga meluas menjadi pertempuran antara Sekutu melawan pasukan TKR.
Insiden tersebut sempat berakhir setelah Presiden Soekarno datang ke Magelang dan berunding dengan Brigadir Jenderal Bethel. Namun siasat Sekutu justru mengingkari hasil perundingan. Seiring dengan terjadinya insiden air, diam-diam Sekutu bergerak meninggalkan Magelang untuk menduduki Ambarawa. Resimen Kedu Tengah pun turun mengejar sekutu di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini. Pasukan Sekutu terdesak dan mencoba menduduki dua desa sekitar Ambarawa dengan bantuan armada udara dari Semarang. Pasukan TKR tak menyerah dan mendapat dukungan masyarakat Ambarawa untuk membebaskan kedua desa. Baku tembak terjadi, Letnan Kolonel Isdiman yang saat itu turut bertempur gugur terkena tembakan pesawat Sekutu.
“Supit Urang” Strategi tempur Modern Pertama yang Mendunia
Gugurnya Letkol Isdiman tidak menyurutkan perjuangan TKR. Prinsip “gugur satu tumbuh seribu” sudah mendarah daging dalam sanubari pasukan TKR. Gugurnya Letkol Isdiman membuat Kolonel Soedirman selaku Komandan Divisi V Banyumas mengambil alih komando. Dengan segala keterbatasan, Kolonel Soedirman membangun organisasi kekuatan melalui strategi perang “Supit Urang” atau pengepungan dari kedua sisi membuat musuh benar-benar terkurung. Sebuah terobosan dan taktik perang mutakhir disaat Indonesia baru merdeka seumur jagung dan TNI pun masih merupakan embrio yang baru lahir.
Taktik “Supit Urang” dilaksanakan serentak, cepat, senyap dan terkonsep dengan baik. Taktik ini seperti kejutan bagi tentara sekutu. Mereka tak menyangka pasukan berani mati TKR mampu menyusun sistematika taktik perang yang begitu rapi. Melalui Teknik ini suplai bantuan dan komunikasi tentara Sekutu terputus. Sekutu terkepung dengan pola penyerangan dari tiap sektor. Kepemimpinan Kolonel Soedirman yang membangkitkan moral semangat juang prajurit akhirnya mampu memukul mundur Sekutu ke arah Semarang. Pertempuran selama empat hari berakhir pada tanggal 15 Desember 1945 dengan kemenangan pasukan TKR yang dibantu masyarakat Ambarawa.
Kolonel Soedirman telah menunjukkan dan membuktikan kualitas sebagai pemimpin yang mampu membawa kemenangan luar biasa ditengah keterbatasan, kekurangan dan ketidakterampilan para prajuritnya dalam menghadapi tentara sekutu yang serba modern, profesional , berpengalaman dan sebagai pemenang dalam Perang Dunia II. Pemimpin yang sangat berani, mampu menempatkan diri pada posisi apapun baik sebagai Komandan, Guru, Pelatih, Bapak, Teman seperjuangan yang selalu dekat dengan anak buah, kerelaan, ketulusan dan keikhlasan berkorban demi kemerdekaan Indonesia dan keteladanan-keteladanan lainnya mampu melahirkan taktik “Supit Urang” yang telah berhasil menghancurkan dan merebut benteng terkuat di Ambarawa, kemenangan yang sangat monumental.
Kemenangan TNI dalam Palagan Ambarawa memberikan pelajaran yang sangat berharga dan mendasari jati diri prajurit TNI. Bukan saja kemampuan membuat taktik tempur modern “Supit Urang” namun sarat dengan berbagai aspek nilai-nilai kejuangan prajurit. Kepemimpinan dari para unsur komandan yang luar biasa, keberanian, pantang menyerah, keyakinan dan kepercayaan bawahan kepada atasannya serta atasan kepada masing-masing bawahannya, kebersamaan, soliditas, jiwa korsa dan kerelaan berkorban dari seluruh prajurit serta yang sangat membanggakan adalah bantuan dari seluruh elemen masyarakat yang menjadi penentu kemenangan dalam Palagan Ambarawa.
Ancaman Kontemporer dan Tantangan TNI di Era Milenial
Globalisasi telah menggeser ancaman tradisional-konvensional menjadi non tradisional-non konvensional dan bersifat multidimensional. Perubahan ini akibat pergeseran kekuatan dunia dari bipolar menjadi multipolar. Pergeseran ini juga berpotensi menciptakan benturan kepentingan baik skala global, regional maupun nasional. Pergeseran kekuatan dunia menciptakan situasi tak menentu, sehingga memaksa setiap negara mengamankan kepentingannya. Ancaman kontemporer diikuti perubahan bentuk perang yang cenderung bersifat asimetris, proxy dan hybrid dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
“BERBAGAI MACAM CARA AKAN DILAKUKAN PIHAK ASING UNTUK MENGUASAI KEKAYAAN ALAM INDONESIA BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK”
Ancaman kontemporer tak hanya lewat dunia nyata (perkembangan teknologi persenjataan) melainkan dunia maya yang memiliki efektivitas lebih dahsyat untuk menghancurkan dan memporak-porandakan bangsa. Ancaman multidimensional ini perlahan menyasar berbagai aspek kehidupan baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan seperti terorisme, radikalisme, korupsi, imigran gelap, narkotika, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, perompakan dan perusakan lingkungan, serta penghancuran nilai-nilai budaya bangsa, moralitas dan lain-lain.
Isu kelangkaan pangan dan energi disinyalir menjadi salah satu faktor konflik global. Isu tersebut menguat seiring ledakan jumlah penduduk dunia sedangkan cadangan sumber daya alam dan energi tidak terbarukan semakin tipis. Begitu pula dengan alih fungsi lahan pertanian yang bepotensi terjadi krisis pangan dan air. Negara maju akan melirik negara Agraris untuk menguasai lahan sebagai alternatif pengembangan energi terbarukan. Tentu ini menjadi alarm bagi Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan potensi vegetasi sepanjang tahun. Berbagai macam cara akan dilakukan pihak asing untuk menguasai kekayaan alam Indonesia baik secara langsung maupun tidak. Pola-pola yang dilakukan bisa melalui adu domba, rekayasa sosial, perubahan budaya, hingga penyelundupan narkoba untuk merusak dan menghancurkan kualitas moral anak-anak bangsa.
Memasuki Era revolusi Industri 4.0, teknologi berkembang pesat sehingga mampu menghasilkan berbagai kecerdasan buatan (artificial intelligence), robotic, cyber, virtual reality, tekhnologi neuro, teknologi nano dan lain-lain. Internet sulit dipisahkan dari kehidupan manusia (internet of things) sehingga setiap negara harus bersikap cermat, apakah mampu memanfaatkan perkembangan teknologi atau tergilas dampaknya. Inilah tantangan TNI khususnya Angkatan Darat dalam menghadapi ancaman kontemporer.
Pergeseran trend ancaman kontemporer yang bersifat multidimensional menuntut kewaspadaan terhadap perubahan nilai. Semakin kuat arus perubahan maka semakin nyata ancaman primordialisme, individualistis, apatis, pragmatis, hedonis dan absolutisme kepentingan pribadi/ golongan. Jika tidak disikapi serius, etika dan norma-norma keindonesiaan akan memudarkan semangat juang, nasionalisme dan patriotisme anak-anak bangsa. Ir Soekarno pernah berucap “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Pelestarian dan Penanaman nilai-nilai kejuangan Palagan Ambarawa
Perkembangan dan perubahan spektrum ancaman menuntut prajurit TNI memiliki karakter, integritas dan moral dengan dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan para pahlawan bangsa, pelestarian dan penanaman nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa termasuk diantaranya nilai-nilai perjuangan Palagan Ambarawa penting dilakukan agar setiap prajurit TNI mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Perlu dicatat bahwa selama ini prajurit TNI AD mengenal atau mendapat pelajaran tentang sejarah perjuangan bangsa hanya saat berada di Lembaga Pendidikan kecuali bagi prajurit yang berdinas di satuan dimana para Komandan satuannya peduli terhadap sejarah satuan maupun sejarah perjuangan para pendiri bangsa.
Di sisi lain lembaga pendidikan keprajuritan menyampaikan sejarah perjuangan dengan jumlah jam pelajaran maupun cakupan materi yang cukup terbatas sehingga para prajurit hanya bisa memahami sejarah dan memetik nilai-nilai yang terkandung di dalamnya secara garis besar saja. Hal yang perlu dicermati untuk dikhawatirkan adalah ketika masih banyak cerita maupun fakta sejarah yang belum terungkap padahal fakta sejarah tersebut memiliki makna atau nilai-nilai yang begitu penting bagi sejarah itu sendiri maupun bagi generasi penerus untuk dapat memetik beberapa nilai/pelajaran yang berharga dalam mendukung pelaksanaan tugas sehari-hari.
“UNTUK MENANAMKAN NILAI-NILAI KEJUANGAN PALAGAN AMBARAWA SEYOGYANYA DILAKUKAN BUKAN HANYA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN, NAMUN DALAM SETIAP KESEMPATAN YANG ADA DENGAN MELIBATKAN SELURUH LEVEL DI LINGKUNGAN ANGKATAN DARAT”
Kondisi yang demikian akan dapat berdampak kepada tidak terlestarikannya sejarah dan nilai-nilai perjuangan bangsa sehingga secara perlahan baik langsung maupun tidak langsung, juga akan berdampak kepada semakin lunturnya internalisasi jati diri prajurit sebagai Tentara Rakyat, Tentara Nasional, Tentara Pejuang dan Tentara Profesional. Kondisi tersebut menunjukan betapa pentingnya pelestarian dan penanaman nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa termasuk diantaranya Palagan Ambarawa yang merupakan bagian kecil dari sekian banyak sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Untuk menanamkan nilai-nilai kejuangan Palagan Ambarawa seyogyanya dilakukan bukan hanya dalam Lembaga Pendidikan, namun dalam setiap kesempatan yang ada dengan melibatkan seluruh level di lingkungan Angkatan Darat, baik para Komandan satuan hingga Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat maupun Dinas Sejarah TNI AD dengan menggunakan metode-metode kekinian yang mudah diterima dan dimengerti oleh setiap prajurit, memanfaatkan perkembangan tekhnologi informasi dan komunikasi saat ini.
Beberapa metode atau cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan nilai-nilai kejuangan diantaranya melalui pembuatan buku-buku sejarah perjuangan, pembuatan monumen perjuangan maupun museum yang dilengkapi dengan tulisan/relief, perpustakaan serta visualisasi sejarah perjuangan baik berupa dokumentasi, tulisan maupun pembuatan film dokumenter tentang sejarah perjuangan yang bersifat kekinian memanfaatkan tekhnologi modern. Pelestarian sekaligus penanaman nilai-nilai sejarah perjuangan juga dapat dilakukan melalui kegiatan seminar/diskusi-diskusi untuk mengungkap sejarah perjuangan bangsa, didahului dengan kegiatan napak tilas sejarah tersebut sehingga peserta diskusi/seminar bisa lebih menghayati nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan sejarah perjuangan bangsa termasuk diantaranya Palagan Ambarawa akan tetap dapat lestari sesuai dengan fakta sejarah yang sebenarnya.
Penanaman nilai-nilai kejuangan sejarah Palagan Ambarawa maupun kejuangan lainnya seyogyanya dilakukan juga selama prajurit berada di satuan, khususnya sejak masuk kedalam satuan tersebut melalui penugasan penulisan sejarah-sejarah tentang satuan maupun nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa yang dianggap relevan dan perlu digali oleh setiap prajurit yang ada di satuan itu. Untuk lebih bisa dihayati, penanaman nilai kejuangan dapat dilakukan melalui kegiatan pembinaan mental kejuangan secara rutin serta dipraktekan dalam berbagai kegiatan sosiodrama/drama kolosal pada even-even bersejarah/peringatan hari besar Nasional. Untuk tetap menjaga dan membangun kemanunggalan TNI-Rakyat dilakukan dengan optimalisasi program Binter oleh seluruh satuan jajaran TNI baik melalui kegiatan bhakti TNI, pembinaan perlawanan wilayah maupun komunikasi sosial yang dilakukan secara terencana, terarah dan terukur.
Berbagai upaya-upaya tersebut diatas sudah dilakukan secara konsisten maka nilai-nilai kejuangan yang telah diwariskan para pendahulu bangsa seperti semangat perjuangan, pantang menyerah, rela berkorban, militansi dan keberanian, nilai-nilai kepemimpinan prajurit, kepercayaan pada kekuatan diri sendiri, kemanunggalan dengan rakyat serta keyakinan akan perjuangan yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa dapat terinternalisasi dalam jiwa setiap prajurit untuk menghadapi setiap kemungkinan ancaman kontemporer yang terjadi.
Dengan demikian diharapkan akan terwujud kekuatan dan kemampuan prajurit/satuan masa depan yang adaptif terhadap perkembangan pengetahuan dan tekhnologi sehingga mampu selalu berinovasi, kreatif, berimprofisasi serta terus berfikir untuk mengembangkan strategi, taktik, metode dalam rangka menghadapi tren ancaman saat ini maupun yang akan datang. (Dispenad/Yudhagama)
Biodata Penulis
Mayjen TNI Wuryanto, S. Sos., M.Si. merupakan Alumnus Akmil Magelang 1986. Riwayat jabatan diawali dari Danton III/B/112 Kodam I/BB (1986), Pasi 1/Lidik/112 Kodam I/BB (1990), Dankipan C/112 Kodam I/BB (1992), Wadan Yonif 726/Tmlt Rem 141/TP (1997), Gumil Gol VI Depnik Pusdikif (1998), Kasubdeptik Non Reg Pusdikif (1999), Danyonif 623/BWU Korem / Ant (2001), Pabandya Kumtaltibprot Spersdam VI/TPR (2004), Dandim 0910/ MLN Korem 091/ASN (2005), Waasops Kasdam VI/TPR (2007), Danbrigif 15/KJ II Kodam III/SLW (2009), Danrindam XVI/PTM (2011), Danrem 051/Wijayakarta (2012), Paban IV/Komsos (2013), Kadispenad (2014), Kasdam III/SLW (2015), Kapuspen TNI (2016), Pangdam IV/Diponegoro (2017).
Penugasan operasi Tim Tim (1988), Ops GPK Nangroe Aceh Darussalam (1995), Ops GPK Irian Jaya (1999), Ops Pamtas Papua (2001) dan Ops Pamtas Kalimantan (2003).
Suami dari Ny. Iir Wuryanto ini mengikuti pendidikan Seskoad tahun 2001 dan Lemhanas 2013. Anugerah bintang satu diperoleh saat menjabat sebagai Kadispenad awal tahun 2015 dan jabatan bintang dua diperoleh saat menjabat sebagai Kapuspen TNI. Jenderal kelahiran Purwokerto Jawa Tengah pernah ditugaskan ke luar negeri antara lain Malaysia, Singapura, Philipina dan Turki.