Skip to main content
Artikel

Paradigma Pembinaan Teritorial Sebagai Fungsi Utama TNI Angkatan Darat

Dibaca: 1757 Oleh 21 Jan 2020Tidak ada komentar
letkol suteja
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Oleh : Letkol Kav Suteja, S.H., M.Si.

Pabandya-1/Progdalwasgar Spaban I/Ren Sterad

“Tentara bukan merupakan suatu golongan di luar masyarakat, bukan suatu kasta yang berdiri di atas masyarakat. Tentara tidak lain dan tidak lebih dari salah satu bagian masyarakat yang mempunyai kewajiban tertentu”

(Amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman, Yogyakarta, 1 Januari 1946).

Mencermati kalimat dari sekelumit amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman pada tahun 1946 dengan kata kunci “Tentara” dan “Masyarakat” seperti tidak bisa terpisahkan karena antara satu dengan lainnya saling berkaitan layaknya jiwa dan raga. Jati Diri TNI selain sebagai tentara profesional merangkap sebagai tentara pejuang, tentara nasional dan tentara rakyat. TNI dalam kiprah pengabdiannya senantiasa menomorsatukan kepentingan rakyat, sesuai slogan “Terbaik Bagi Rakyat, Terbaik Bagi TNI” atau “Bersama Rakyat TNI Kuat, Bersama TNI Rakyat Sejahtera” dengan terus berupaya mewujudkan Kemanunggalan TNI-Rakyat sebagai senjata ampuh yang dahsyat dalam Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta).

Mewujudkan Kemanunggalan TNI-Rakyat tidak bisa dilakukan secara “instan” namun harus “konstan” dipersiapkan secara dini agar senantiasa terpelihara semangat bela negara, kesiapan Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam dan Buatan maupun komponen lainnya yang tercakup dalam bagian Sishanta. Salah satu cara untuk mewujudkan Kemanunggalan TNI-Rakyat adalah dengan kegiatan Pembinaan Teritorial.

Pembinaan Teritorial (Binter) atau “Ngeter”/ ”adu bako” (istilah tren dari bahasa non formal kalangan prajurit TNI AD) senantiasa digaungkan dalam berbagai kesempatan dan kegiatan prajurit TNI AD tatkala berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Berbagai tulisan mengenai kegiatan Binter baik berupa aturan-aturan, buku-buku petunjuk internal TNI AD maupun referensi lainnya menerangkan secara panjang lebar dengan bahasa yang terkadang sulit dipahami oleh prajurit maupun masyarakat awam lainnya. Intinya Binter itu “Baik-Baik Dengan Rakyat” sesuai slogan yang pernah populer beberapa waktu lalu, akan tetapi apakah sesederhana itu para prajurit TNI AD dan masyarakat dapat memahaminya…?

Timbul pertanyaan kritis yang mempertanyakan “Mengapa Pembinaan Teritorial (Binter) itu termasuk fungsi utama TNI AD ?”. Secara mudahnya dapat disampaikan bahwa Binter termasuk fungsi utama TNI AD karena memang tercantum di dalam naskah Doktrin Kartika Eka Paksi atau “emang dari sononye” (istilah dialek percakapan suku betawi). Sudah barang tentu tidaklah demikian pemahamannya namun untuk memahami Binter sehingga dapat termasuk salah satu dari tiga fungsi utama TNI AD disamping fungsi pertempuran maupun pembinaan postur, memerlukan paradigma/kerangka berpikir yang komprehensif. Pemahaman paradigma tersebut dapat ditinjau dari berbagai aspek.

Aspek Historis

Cikal bakal TNI saat ini adalah pengejawantahan/perwujudan dari rakyat bangsa Indonesia yang menginginkan suatu Negara merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Pada masa pembentukan awal organisasi Tentara Indonesia adalah tak terpisahkan dari peran serta ibu kandungnya yaitu masyarakat/rakyat yang terbentuk menjadi “Badan Keamanan Rakyat (BKR)” lalu berganti nama menjadi “Tentara Keamanan Rakyat (TKR)”, “Tentara Keselamatan Rakyat (TKR)”, “Tentara Republik Indonesia (TRI)” kemudian “Tentara Nasional Indonesia (TNI)” hingga kini.

Baca juga:  Kodam I/BB Terima Sosialisasi Peraturan Panglima TNI Nomor 1 Tahun 2014

Pada awalnya Binter dilaksanakan oleh satuan teritorial dengan nama Bintara Onder Distrik Militer (BODM), Komando Distrik Militer (KDM), Divisi Teritorial dan Teritorium. Periode berikutnya diadakan penyederhanaan organisasi melalui pembentukan satuan- satuan Komando Teritorial (Koter) yaitu Komando Daerah Militer (Kodam), Komando Resort Militer (Korem), Komando Distrik Militer (Kodim) dan Komando Rayon Militer (Koramil), seperti yang kita kenal hingga saat ini sebagai Komando Kewilayahan (Kowil), institusi yang mempunyai  tanggung jawab untuk melaksanakan pembinaan teritorial di wilayah binaannya masing-masing.

Aspek historis yang membentuk TNI adalah rakyat Indonesia sendiri yang menghendaki Tentara hadir sebagai benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk melindungi dan mengayominya. Suatu fakta sejarah yang tak terbantahkan bahwa perjuangan TNI pada umumnya pertempuran selalu didukung oleh rakyat sehingga penyertaan Kemanunggalan TNI-Rakyat dalam masa mengisi kemerdekaan hingga pada saat ini maupun masa mendatang masih relevan diberlakukan sebagai bagian dari sistem pertahanan negara yang bersifat semesta.

Aspek Legitimasi

Produk keabsahan hukum terkait pertahanan pada saat ini masih mengacu pada UU No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No.34 tahun 2004 tentang TNI yang mewadahi Binter dapat dilakukan oleh prajurit  TNI AD dalam interaksinya dengan masyarakat. Secara spesifik paradigma Binter termasuk sebagai salah satu fungsi utama TNI AD diantaranya termaktub dalam UU No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 Ayat 2 menyatakan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumberdaya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Hal tersebut bertujuan untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan secara konsekuen menjalankan tugas berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara yang secara eksplisit termaktub dalam UU No.34 tahun 2004 pasal 7 ayat 2 huruf ‘b’ butir 8 yang menyatakan “memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta”. Kedua Undang- undang tersebut adalah pijakan legitimasi yang sah bagi TNI khususnya TNI AD untuk melaksanakan kegiatan Binter sehingga dapat menetapkan Binter sebagai salah satu fungsi utama TNI AD.

Baca juga:  Baksos di Wilayah Tasikmalaya - Pangandaran, Kodiklatad Gandeng Jajaran Kodam III/Slw

Aspek Strategi

Doktrin Kartika Eka Paksi yang disahkan dengan keputusan Panglima TNI nomor KEP/184/II/2018 tanggal 28 Februari 2018 menyebutkan bahwa Pembinaan Teritorial (Binter) merupakan salah satu fungsi utama TNI AD, sehingga setiap Satuan jajaran TNI AD dalam situasi dan kondisi apapun harus melaksanakan Binter guna mendukung tugas pokoknya, terutama dalam penyiapan Ruang, Alat dan Kondisi (RAK) Juang yang tangguh guna penyelenggaraan Sistem Pertahanan Semesta (Sishanta).

Penyelenggaraan Sishanta agar dapat dipersiapkan secara dini, diperlukan langkah dan upaya pembinaan teritorial yang terencana, terukur dan terarah, serta berkelanjutan, dengan demikian kondisi pertahanan negara akan dapat mewujudkan daya dukung yang optimal bagi kesinambungan pembangunan di setiap wilayah/daerah. Binter sebagai strategi yang dipilih dalam pemberdayaan wilayah pertahanan telah teruji dalam kurun waktu awal pembentukan Tentara Indonesia sampai dengan saat ini dan diprediksi masih tetap relevan di masa depan.

Sebuah adagium/pepatah bahasa latin yang mengatakan “Si Vis Pacem Para Bellum” (“Jika mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“) menyiratkan bahwa keadaan aman, damai dan tentram bukanlah bersifat abadi,  suatu  waktu  akan timbul konflik atau peperangan dengan memiliki tujuan tertentu dari masing-masing pihak yang berkonflik .Gelar kekuatan Satuan Komando Kewilayahan yang tersebar di seluruh wilayah NKRI menjadi salah satu pertimbangan bahwa Binter sangat diperlukan sebagai bagian sistem peringatan dini (early warning systems) bagi pertahanan negara maupun berperan sebagai sandaran logistik wilayah yang sudah terbina tatkala “perang berlarut” terjadi.

Perang selalu berubah, seluruh pihak yang berperang terus belajar dan beradaptasi, namun saat ini perang berubah dengan cepat dan dengan skala yang lebih besar dibanding sebelumnya. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi dalam hal bagaimana perang dilakukan, namun juga siapa yang berperang dan untuk apa mereka berperang dan saat ini sudah memasuki “Perang Generasi keempat”.

Perang generasi keempat berakar kepada aturan fundamental yang menyatakan bahwa kemauan politiklah yang lebih superior.  Bila digunakan dengan benar dapat mengalahkan kekuatan ekonomi dan militer yang lebih besar. Perang generasi keempat tidak berusaha untuk menang dengan cara mengalahkan pasukan militer pihak musuh, tapi justru menyerang kemauan politik musuh dengan menggabungkan antara taktik gerilya dengan pembangkangan sipil serta jaringan ikatan sosial, budaya dan semacamnya, melalui aksi kampanye disinformasi, gosip, hoax dan aktivitas politik yang inovatif.

Baca juga:  Marder 1A3 ‘Si Tupai Pohon’ yang Mematikan

Pada dasarnya fungsi Pembinaan Teritorial yang dilaksanakan oleh TNI AD sesuai teori perang Karl Von Clausewitz tentang gagasan “Paradoxical Trinity”, yaitu: politik pemerintah, kualitas profesional tentara dan sikap masyarakat. Ketiganya merupakan komponen   yang   memainkan   peran   yang  sama  pentingnya   dalam   perang.

Menurut Clausewitz, perang selalu mencakup tiga unsur utama yang saling berkepentingan, yaitu rakyat, militer dan pemerintah. Rakyat merupakan pihak yang terkena dampak langsung , militer yang berurusan dengan pelaksanaan perang, dan pemerintah yang berkepentingan dengan tujuan perang. Mengacu pada teori tersebut, latar belakang dan pengalaman bangsa sendiri menjadi pedoman utama yang melatarbelakangi mengapa Binter harus dijalankan.Binter merupakan upaya mencapai prakondisi ketangguhan dan kekuatan kehidupan bangsa yang bersatu, mandiri, hebat dan madani.

Konklusi

Binter TNI AD tidak menjadikan prajuritnya menjadi prajurit yang tidak profesional. Harus disadari bahwa profesionalisme prajurit TNI berbeda dengan profesionalisme prajurit di negara lain. Binter TNI AD telah terbukti ampuh dalam perang gerilya melawan penjajah dan keberhasilannya menumpas  pemberontakan dan separatisme di dalam negeri. Oleh karena itu, fungsi teritorial yang mencakup tugas pengelolaan sumber daya nasional untuk mendukung upaya pertahanan negara tetap dilaksanakan oleh TNI AD. Bahkan disinilah letak profesionalisme prajurit TNI AD, yaitu mampu menciptakan sinergisitas dengan rakyat dalam bingkai Kemanunggalan TNI-Rakyat. Binter berdasarkan tinjauan aspek historis, legitimasi dan strategi menjadi suatu hal yang tak terbantahkan untuk menjadikannya termasuk sebagai salah satu fungsi utama TNI AD.

PROFIL PENULIS

profil letkol suteja

Letkol Kav Suteja, S.H., M.Si., lahir di Jakarta, 7 Oktober 1974 merupakan lulusan Akmil 1998 dan saat ini menduduki jabatan Pabandya-1/Progdalwasgar Spaban I/Ren Sterad Mabesad.

Bertugas di Yonkav-6/Serbu Kodam I/BB sebagai Danton (1999 s.d 2004), Dankikavbu 63 (2004) dan Pasi Ops (2005). Menjabat Danramil Pulau Belakang Padang, Kodim 0316/Batam (2006 s.d 2008). Bertugas di Pusdikkav sebagai Gumil Gol VI Deptive (2008), Kasimin (2010), Dansatdikta (2012) dan Dandendemlat (2013). Bertugas di Kodam IX/UDY menjabat Pabandya Kumtaltibprot  Spersdam (2014), Pabandya Wanwil Sterdam (2015), Dandodikjur Rindam (2016), dan Dandim 1602/Ende (2016 s.d 2018).

Pendidikkan Pengembangan Umum dimulai Sussarcabkav (1999), Selapa Kav (2008) dan Seskoad Dikreg 52 (2014). Pendidikkan Pengembangan Spesialis yang dilalui Sussarpara (1997), KIBI (1999), Combat Intel (1999), Sussa Jerman (2002), dan Susdankikav (2003).

Prestasi yang pernah diraih diantaranya Juara I Lomba Karya Tulis Rabiniscab TNI AD Kelompok Pamen/Pama (2013); Juara I Lomba Karya Tulis Artikel Tingkat Mabes TNI (2017) dan Juara I Lomba Karya Tulis Teritorial Kelompok Pamen  (2018).

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel