Skip to main content
Berita Satuan

Patok Penjaga Batas Negara

Dibaca: 421 Oleh 03 Nov 2016Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Daerah perbatasan menjadi kawasan yang rawan. Contohnya, kaburnya patok batas antara wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Malaysia. Kadang-kadang patok batas di wilayah tersebut rusak, hilang, ataupun bergeser. Itu jelas mengancam hilangnya sebagian wilayah Indonesia.

Di sisi lain, daerah yang luas cukup sulit untuk dipantau semua personel tentara penjaga perbatasan. Selain itu, belum ada teknologi dan infranstruktur penunjang, seperti jaringan Internet yang cukup, mumpuni untuk membantu penjaga perbatasan.

Melihat kenyataan seperti itu, tim Cikur Defence mencoba mencari solusi dari kendala tersebut dengan menciptakan teknologi yang dinamakan ‘Patok’ (Passive Radar Technology Monitoring Kit).

Alat ini bisa memantau patok batas negara dan mendeteksi keberadaan pesawat siluman, ucap Danny Ismarianto Ruhiyat, 40 tahun, Ketua tim Cikur Defence, akhir pekan lalu. Dalarn Hackaton TNI AD Kartika Eka Paksi Cipta Yudha 2016. Patok menyabet hadiah utama berupa uang Rp 25 juta.

Danny membawahkan dua anggota tim, yaknl Miftahul Arif dan Aries Syamsuddin. Danny dan Mirwan adalah pekerja di bidang teknologi formasi dan keamanan. Adapun Aries berstatus pegawai negeri di Blitar dan anggota National Cyber Security Defence(NCSD) komunitas para pemerhati keamanan infornudi negara.

Kompetisi teknologi militer pada 7-9 Oktober 2016 itu digelar di Pusat Pendidikan Zeni Komando Pembina Doktrik, Pendidikan dan Latihan TNI AD di Bogor, Jawa Barat. Dalam situs web resmi Dinas Penerangan TNI AD, lomba ini memprakarsai lahirnya inovasi baru di bidang teknologi Informasi di kalangan pemuda Indonesia.

Baca juga:  Kontingen Garuda Unifil Juara Umum Open Swimming Competition 2018

Hasil temuannya diharapkan dapat membantu dalam upaya pertahanan negara, demikian tertulis dalam laman situs web tersebut. Peringkat kedua diraih tim Garuda Wisn Kencana dari Bandung dengan karya berjudul ‘Mata Garuda”. Sedangkan posisi ketiga diduduki tim Gorontalo Bisa Ole dari Universitas Gorontalo.

Patok bukan sekadar alat, tapi juga sebuah sistem. Komponen pertama adalah alat pemantau yang dipasang sensor ultrasonik Inframerah berdaya jangkau sekitar 7.5 meter. Alat itu terhubung dengan global positioning system (GPS) untuk menginfomasikan koordinat patok batas.

Alat ini dipasang berjarak 1-5 meter dart patok batas negara, kata Danny. Melalui sensor tersebut, alat ini akan mengirimkan informasi jika patok di depannya dipindahkan.

Komponen kedua ialah sensor penangkap suhu (contactless temperature sensor) untuk mengukur suhu obyek di depan patok. Juga ada motion detector sensor alias radar mini yang dapat mendeteksi adanya obyek bergerak, baik manusia maupun binatang, yang mendekati patok batas negara dart berbagai arah. Alat ini berdaya jangkau 10-20 meter.

Baca juga:  Panglima TNI : Kelanjutan Kerja Sama Militer TNI dan ADF Tunggu Hasil Investigasi

Untuk memastikan sosok yang mendekati patok batas, Danny dari tim memasang kamera kecil beresolusi 5 megapiksel yang terhubung dengan senior jarak untuk menangkap citra. Kamera tersebut dapat berputar sampai 180 derajat dengan arah kiri-kanan dan atas-bawah. Sensor pilihan lain, yakni sensor asap, digunakan untuk mendeteksi kebakaran hutan.

Ketika terjadi sesuatu, informasi akan dikirimkan ke server dan disimpan pada komputasi awan (cloud). Dart sana informasi tersebar ke pengguna yang memakai ponsel pintar, laptop ataupun Patok Wearable yang bisa dipasang pada lengan petugas
jaga.

Soal metode transfer den sinkronisasi data, Danny dan tim memberikan beberapa altematif. Pertama bisa menggunakan satelit saat alat sulit mendapatkan sinyal dan operator telekomunikasi seluler. Walau biayany tinggi, metode ini dapat diandalkan di pedalaman, ujar Danny.

Kedua, rnenggunakan sinyal telepon seluler, seperti global system for mobile communications (GSM) dan code division multiple access (CDMA), yang dari segi biaya cukup effsien. Ketiga, via radio dengan radius 2-5 kilometer. Radio pancar ulang (repeater) bisa ditempatkan di dekat Patok agar informasi bisa terkirim. Keempat, komunikasi data manual.

Mirwan menjelaskan, Patok juga dapat berfungsi sebagal detektor pesawat siluman. Komponen utama radar itu berupa dua atau lebih alat Software Defined Radio (SDR) yang gabungkan dan terhubung dengan antena coherent multichannel. Bakerja secara pasif, alat tersebut hanya berfungsi menangkap sinyal atau sebagai receiver.

Baca juga:  Satgas Yonarmed 3/105 Tarik Berikan Terapi ROM Kepada Pasien Pasca Stroke

SDR diarahkan ke frekuensi yang terpancar kuat di sekitamya, seperti sinyal televisi atau ponsel. Dari sinyal itu alat bisa mendeteksi benda asing yang ‘menabrak’ gelombang sinyal di udara. Misalnya burung, pesawat udara, bahkan pesawat siluman yang terbang rendah, ujar Mirwan.

Informasi tersebut bisa dikirimkan secara langsung ke pengguna lewat frekuensi khusus sesuai dengan jenis alit SDR. Sebelum lomba, radar ini sempat diuji di Cimahi dan berhasil mendeteksi pesawat udara yang akin mendarat dt Bandana Husain Sastranegara, Bandung.

Adapun sumber tenaga Patok berasal dari Iistrik tenaga surya. Setengah daya dipakai untuk operasional alat. Setengahnya lagi di simpan untuk cadangan pada malam hari, ucap Mirwan lagi. Tapi, pada saat lomba, tim memakai baterai Lithium-ion 18650 sebanyak 10 sel.

Agar hemat daya, beberapa sensor dan kamera diatur dalam posisi istirahat. Hanya, menurut Aries, masih perlu kajian lapangan yang mendalam untuk memungkinkan penggunaan daya dari kincir angin dan sumber altnatif lainnnya. (Sumber: HU Koran Tempo)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel