
Persoalan penertiban aset yang dimiliki oleh Kodam Jaya selalu menimbulkan pro kontra dan dilema bagi pemangku kepentingan di satu pihak dan orang-orang yang merasa dirugikan di pihak lain. Kepentingan terhadap fasilitas daya pendukung penting dalam rangka membantu kelancaran tugas pokok secara totalitas dalam penguasaan penuh dan bernilai strategis sering berseberangan atau tidak sejalan dengan kehendak individu-individu prajurit, terutama setelah memasuki purna bakti berikut generasi anak cucu ketika berupaya mempertahankan hak kepemilikan atas aset dimiliki oleh Kodam Jaya. Kondisi seperti ini diperparah oleh berbagai faktor pengalihan atau pergeseran dan penyimpangan atas fungsi sesungguhnya dan penguasaan yang tidak lagi tepat sasaran atas aset-aset tersebut, misalnya sudah berpindah tangan kepada anak-cucu bahkan warga sipil yang tidak berhak, dijadikan kontrakan/kos-kosan, tempat usaha, penambahan atau renovasi yang menghilangkan ciri bangunan rumah dinas, jual beli SIP dan lain-lain.
Dimensi legalitas pada dasar dan pertimbangan awal sebenarnya memberikan ruang terhadap kesempatan memanfaatkan aset dalam kapasitas terbatas sebagai bagian dari kebijakan bermuatan kemanusiaan dan perhatian masalah kesejahteraan moril bagi prajurit dan keluarga besarnya. Hal ini tentu dengan menyertakan poin-poin pertimbangan yang menyebutkan segala hal atau aturan main yang telah diketahui, disepakati dan harus dipatuhi bersama-sama demi keberlangsungan penggunaan aset Kodam Jaya sehingga mampu memberikan kemanfaatan maksimal bagi setiap yang berkepentingan.
Seiring perjalanan waktu, kehendak memanfaatkan aset secara maksimal dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Kodam Jaya menemui beragam kendala atau permasalahan yang memerlukan perhatian serius dalam upaya mengurainya agar segala langkah diambil merupakan bagian keputusan, setidak-tidaknya memenuhi rasa keadilan bersama. Sejarah penelusuran permasalahan pemanfaatan daya guna dan fungsional aset milik negara yang diperuntukkan Kodam Jaya, sebagaimana halnya berlaku bagi seluruh instansi militer di Indonesia memberikan gambaran umum bersifat klasik.
Para purnawirawan bahkan turun temurun sudah beralih ke anak-cucu bahkan banyak yang bergeser kepemilikan ke orang di luaran keluarga besar TNI, cenderung mengklaim diri berhak atas aset dikarenakan sudah menempati selama puluhan tahun dengan memenuhi segala kewajiban seperti rutin membayar pajak dan melakukan pemeliharaan dari anggaran sendiri bukan pemerintah. Hal ini dianggap sebagai salah satu pijakan legalitas yang mendorong sebagian besar dari mereka memperjuangkan aset tersebut untuk dapat dikuasai menjadi hak secara penuh. Kita telah menghabiskan masa umur untuk mendharma baktikan pengabdian kepada bangsa dan negara sehingga wajar manakala saat menikmati masa tua, tetap diijinkan menempati rumah dinas.
Demikian juga para anak-cucu yang masih menempati rumah dinas berkilah, sebagai apresiasi atas penghargaan jasa orang tua bukanlah hal yang muluk kalau kita menuntut untuk menempati rumah dinas yang notabene sudah puluhan tahun ditempati. Lebih keras lagi reaksi pihak yang mengklaim kepemilikan aset berupa tanah dan bangunan rumah dinas selama ini dimiliki Kodam Jaya, dengan argumen institusi militer bersangkutan tidak cukup kuat memiliki bukti hukum seperti sertifikat sebagai otentifikasi.
Terus terang aset rumah dan tanah TNI AD di wilayah Kodam Jaya lumayan banyak, namun seiring berjalannya waktu ternyata aset tersebut mulai beralih kepemilikan. Tidak hanya itu, terindikasi pula adanya upaya-upaya untuk menghilangkan aset-aset negara, berpindah tangan ke pihak lain serta diperoleh dengan cara tidak sah/benar dan dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu. Sementara itu, Kodam Jaya mengambil kebijakan dan langkah penertiban aset atas tanah dan bangunan rumah dinas dilatari oleh pertimbangan utama yaitu bagian dari bentuk tanggung jawab kewenangan untuk mengamankan aset negara yang dipercayakan kepada institusi militer bersangkutan sebagai upaya mengembalikan aset sesuai status dan fungsi peruntukkannya.
Membiarkan atau mentelantarkan aset negara dari peluang penyimpangan fungsi serta kemanfaatan sebenarnya sesuai ketentuan hukum secara berlarut-larut, sama halnya bagian dari bentuk melalaikan tugas yang diamanahkan undang-undang dan bisa dikategorikan dalam pelanggaran serius. Terlebih sejalan perkembangan era reformasi birokrasi dengan tuntutan tertib administrasi dan segala bidang kegiatan, maka permasalahan aset tanah dan bangunan milik negara yang dipercayakan kepada Kodam Jaya ke depan semakin berpotensi membawa dampak hukum yang serius apabila tidak ditindaklanjuti dan ditangani dengan baik.
Tanah dan bangunan rumah dinas merupakan aset berharga negara, dihuni oleh prajurit selama yang bersangkutan aktif dalam kedinasan untuk selanjutnya diteruskan kepada generasi prajurit berikutnya guna mendukung’ tugas pokok TNI, bukan untuk ditempati tanpa batas waktu atau unlimited bukan juga diperlakukan sebagai barang warisan yang bisa dialihkan kepada siapapun atau pihak manapun. Batas toleransi penerapan aturan ini sebenarnya masih ada, dengan memberikan mereka para purnawirawan hak menempati sepanjang sisa umurnya, setelannya yang bersangkutan tiada, anak keturunannya harus rela me-lepaskan kepada Kodam Jaya untuk diberikan kepada para prajurit yang berdinas aktif.
Esensi peruntukan rumah dinas dan aset militer yang mutlak diberikan kepada prajurit yang masih aktif ini, harus terus diinformasikan dan dipahami oleh semua pihak, mengingat fakta sekarang sebagian besar prajurit Kodam Jaya masih tinggal di luar dengan menyewa kontrakan/kos. Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana W.K., semenjak awal masuk Kodam Jaya, telah berkomitmen untuk membereskan setiap permasalahan yang dihadapi satuan terutama menyangkut kesejahteraan dan masa depan generasi penerus prajurit Kodam Jaya khususnya terkait penertiban aset tanah dan bangunan milik negara.(Sumber: HU Pelita)