
Kompleksitas ancaman saat ini sudah membaurkan antara ancaman nir-militer dan ancaman militer. Musuh eksternal dan internal sudah tidak dapat dibedakan secara diskriminatif. Pendekatan kompartementalisasi yang mematok TNI pada fungsi pertahanan saja harus dipikirkan kembali.
Pertahanan bukan semata-mata berhubungan dengan ancaman militer tapi juga nir-militer. Kekuatan suprastruktur dan infrastruktur TNI yang begitu luar biasa, sangat disayangkan jika hanya dipatok untuk menghadapi bentuk ancaman tradisional.
Saat ini ancaman baru membutuhkan pendekatan dekompartementalisasi yang membuka sekat tupoksi antar aparat negara. Terorisme, separatisme, migrasi, penyelundupan orang dan barang, narkoba, penyakit tropis, kerusakan lingkungan hidup, bencana alam, kemiskinan, dan lain sebagainya membutuhkan penanganan terpadu antar semua aparat negara.
Tidak seharusnya ada aparat negara yang dibebani dengan begitu banyak tugas sementara kapasitas aparat negara lain, dalam hal ini TNI, masih belum dimaksimalkan. Ancaman baru yang kompleks dan non-diskriminatif membutuhkan pola pikir dan pendekatan baru yang memberi ruang cukup leluasa bagi TNI untuk menjalankan tugasnya. Sebab, prinsip utama yang menjadi pandu bagi seluruh aparatur negara sejatinya adalah apa yang disebut dalam alenia IV Pembukaan UUD NRI 1945 tentang Tujuan Negara yakni: “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Jakarta, 9 Mei 2018
Dr. Donny Gahral Adian M.Hum
Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya – Universitas Indonesia