
Bentrokan Ikatan Pemuda Karya (IPK) dengan Pemuda Pancasila (PP) di Medan, merenggut dua korban jiwa. Rivalitas dua OKP ini sudah terjadi sejak empat dekade lalu. Pemerintah ditantang membubarkan organisasi yang kerap berbuat onar.
Perang layaknya antar geng ini dipertontokan IPK dan PP pada Sabtu pekan lalu. Kedua kubu saling menyerang menggunakan berbagai senjata, mulai dari kayu, batu, parang, pisau hingga airsoft gun. Dua kader IPK, Roy Silaban dan Monang Hutabarat tewas.
Kabar kematian ini sontak menyebar ke seluruh kader IPK di Medan. Bak alarm tanda perang, ratusan kader IPK langsung menyerbu basis PP, seperti di Jalan Asia, Jalan Brigjen Katamso dan beberapa titik di kawasan Medan Timur. Bentrokan pun semakin meluas, meski kali ini tidak merenggut korban jiwa.
Upaya Polresta Medan memecah konsentrasi massa dengan memblokir sejumlah jalan tidak sepenuhnya ampuh. Terbukti pos PP di Jalan Brigjen Katamso, Medan Maimun dibakar Sabtu malam. Tidak jelas siapa pelakunya, namun diduga kuat pembakaran itu berkaitan erat dengan bentrokan tersebut.
Situasi yang semakin panas ini membuat kendali keamanan diambil alih Polda Sumut. Dengan berkoordinasi dengan Kodam I/BB, ratusan aparat bersenjata api disebar di sejumlah titik. Kondisi ini menggambarkan Kota Medan dalam kondisi genting.
Melihat ngerinya dampak keributan itu, kekhawatiran terulangnya bentrokan sangat menghantui masyarakat. Terlebih pada hari itu, PP mengadakan acara pelantikan fungsionaris kepengurusan 2016-2019 di Lapangan Benteng, Medan. Bisa dipastikan hampir seluruh kader PP di Medan hadir, sehingga pergesekan dengan IPK sangat rentan terjadi. Medan Siaga Satu. Kita mengimbau semua pihak menahan diri, jangan merusak kondisivilas Kota Medan hanya karena kepentingan pribadi, kata Kapolresta Medan Kombes Mardiaz Kusin Dwihananto.
Pada hari itu, seluruh pemuda yang mengenakan seragam IPK maupun PP diperiksa. Mereka yang kedapatan membawa benda terlarang langsung diamankan. Konflik ini baru berakhir setelah masing-masing pucuk pimpinan mendeklarasikan perdamaian di Mapolresta Medan, Selasa pekan lalu. Meski begitu, kedua belah pihak tetap berharap polisi bertindak tegas menindak pelaku yang telah bertindak kriminal. Ada dua kader kami yang meninggal dalam insiden ini. Harapannya polisi harus mengusut pelakunya dan diproses sesuai hukum, kata DPD IPK Medan, Thomas Purba.
Thomas membantah pihaknya telah merencanakan serangan ke kantor Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) PP Sumut di Jalan MH Thamrin, Medan. Diakuinya ketika itu ada iring-iringan kendaraan yang ditumpangi kader IPK di depan markas besar PP di Sumut. Tapi bukan bermaksud melakukan kerusuhan. Tidak benar kami menyerang PP Terlintas di pikiran pun tidak, tegasnya.
Konvoi puluhan kader dari IPK Ranting Medan Timur ketika itu mau menghadiri pelantikan IPK Ranting Medan Denai. Dari titik keberangkatan, rombongan ini memang harus melewati MPW PP. Tak jelas siapa yang melempar isu, tiba-tiba mereka diserang sejumlah kader PP.
Salah satu korban tewas Monang Hutabarat merupakan Ketua IPK Ranting Medan Timur yang dianiaya saat masih berada di dalam mobil. Saat itu Monang bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Seluruh penumpang mobil sedan ini dianiaya dengan brutal. Kalau niatnya perang, ngapain bawa keluarga, bawa istri, bawa anak. Karena memang sejak awal kami mau hadiri pelantikan, tuturnya.
Ketua MPC PP Medan, AR Batubara menjelaskan akibat serangan ini sejumlah inventaris mereka rusak dan dibakar. Inilah yang membuatnya mendesak polisi mengusut pelakunya. Secara pribadi dan organisasi ia menganggap konflik ini telah berakhir karena sudah ada kesepakatan dengan IPK. Dengan tegas, ia menyatakan siap menjatuhkan sanksi ataupun membekukan kepengurusan Ranting PP yang tidak patuh pada kesepakatan perdamaian itu. IPK saudara kita. Saya minta semua kader PP menahan diri. Jangan bertindak tanpa sepengetahuan pengurus, ujarnya.
Total ada 158 orang yang diamankan polisi terkait bentrokan selama dua hari ini. Namun dari penyidikan hanya 16 orang yang statusnya ditingkatkan menjadi tersangka. Para tersangka ini dijerat kesalahan berbeda, yakni lima orang atas pembunuhan Monang Hutabarat, lima orang terkait pembunuhan Roy Silaban dan sembilan orang atas kepemilikan senjata tajam dan senapan angin.
Kapolda Sumut Irjen Ngadino mengatakan jumlah tersangka bisa saja bertambah karena sampai sekarang penyidik masih terus mengembangkan keterangan masing-masing tersangka. Tapi yang terpenting kata dia, kondusivitas Kota Medan sudah normal sehingga roda perekonomian berjalan seperti biasa.
Ngadino merupakan salah satu orang yang paling kesal dengan perkelahian massal. Ia bahkan sudah mengeluarkan perintah tembak di tempat bagi pelaku yang masih nekat berkelahi. Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan. Kami memiliki tatanan-tatanan prosedur dalam bekerja. Bila seperti ini tindakan menembak di tempat sudah terpenuhi, kata Ngadino usai rapat koordinasi dengan Pangdam I/BB di Makodim 0201/BS Medan.
PP dan IPK memang memiliki sejarah panjang. Rivalitas dua organisasi ini sudah terjadi sejak Olo Panggabean mundur dari PP dan secara kontroversi mendirikan IPK pada 28 Agustus 1969. Sejak itu, Olo selalu berebut kekuasaan dengan Effendi Nasution alias Pendi Keling yang tak lain mantan pimpinannya di PP. Bentrokan pun kerap terjadi, dan tak jarang menelan korban jiwa. Beberapa wilayah bisnis di pusat Kota Medan berhasil direbut IPK. OKP yang memiliki seragam loreng biru muda dipadu hitam ini pun menjelma menjadi kelompok pemuda terkuat pada masa itu.
Setelah Olo wafat pada 30 April 2009. kekuatan IPK harus diakui mengalami sedikit kemunduran. Apalagi sebelumnya bisnis judi yang menjadi andalan organisasi ini sudah diberantas sejak tahun 2000 ketika Kapolri dijabat Jenderal Sutanto. Seiring berjalannya waktu, kekuatan IPK perlahan bangkit, berjuang merebut wilayah dari OKP lain, termasuk PP.
Melihat kondisi ini, banyak pihak pesimistis deklarasi damai ini hanya bersifat sementara. Selama perebutan wilayah masih terjadi, pergesekan di arus bawah dipastikan bakal terus terjadi. Makanya banyak desakan dari warga agar pemerintah tidak sungkan membubarkan ormas yang bertindak brutal.
Namun permintaan ini sulit dipenuhi karena menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, bentrokan yang merenggut dua nyawa itu hanya persoalan oknum. Diakuinya kalau IPK dan PP kerap berebut wilayah yang menjadi pemicu bentrok. Tapi lagi-lagi politisi PDI Perjuangan ini menilai hal itu hanya melibatkan oknum kader. Ini kan masalah oknum. Bukan ormas, tidak ada rencana dari ormasnya. Tapi yang salah tetap harus dihukum, kata Tjahjo.
Indonesia Police Watch (IPW) justru menilai bentrokan yang berulang ini kesalahan polisi. Seandainya intelijen polisi berfungsi dengan baik, tentu pertikaian kedua OKP bisa dicegah.
Kelalaian polisi ini kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane terlihat jelas dari tidak adanya pengawalan pada konvoi kader IPK. Padahal jumlah massa cukup besar, dan sangat rentan mengganggu kamtibmas. Padahal konvoi itu melibatkan 160 orang dengan menaiki sepuluh mobil dan 60 sepeda motor. Di mana intelijen polisi, apa mereka tidak bekerja, kata Neta.
Parahnya, kata Neta, kedua kubu tetap melanjutkan pertikaiannya meski Kapolda Sumut Irjen Ngadino dan Kapolresta Medan Kombes Mardiaz K Dwihananto sudah turun langsung, berulajig kali meminta kedua kubu mundur. Massa mengacuhkan imbauan itu. Kedua perwira itu sudah layak dicopot karena telah mencoreng wibawa Polri. tukasnya. (Sumber: Majalah Forum)