
………“Dengan demikian, Indonesia kini dapat dengan leluasa menjalankan “all direction foreign policy”, di mana kita dapat mempunyai “a million friends and zero enemy”. Indonesia akan bekerjasama dengan siapa pun yang memiliki niat dan tujuan sama, utamanya untuk membangun tatanan dunia yang damai, adil, demokratis, dan sejahtera.”. (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI)
Sekilas mengutip pidato Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, saat pelantikan yang kedua kalinya sebagai sebagai Presiden RI untuk periode 2009-2014 di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Statement penegas yang sangat strategis tersebut, menghentak nurani peserta sidang yang terhormat secara khusus dan pada akhirnya kita, selaku subjek dari kekuatan pertahanan. Mengapa demikian?, karena sesungguhnya pernyataan “A Million Friends and Zero Enemy” adalah sebuah refleksi dari kontinuitas transformasi dunia yang tidak terelakkan, dari posisi “Inward Looking” menjadi “Outward Looking”, disebabkan munculnya kesadaran global (Global Awareness) untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya. Hakekat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu saling membutuhkan telah bertransformasi tidak hanya pada hubungan antar individu, namun berkembang lebih jauh kepada inter-state relationship karena pada prinsipnya tidak ada negara yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Adanya kesamaan tantangan dan hambatan pada berbagai aspek kehidupan yang kompleks dan menuntut penyelesaian yang holistik serta komprehensif menjadi wadah pemersatu yang efektif bagi negara-negara yang mempunyai kesamaan akan kebutuhan tersebut. Hal ini semakin tajam terbentuk, bersamaan dengan munculnya globalisasi yang melanda dunia saat ini, dengan kenyataan bahwa interaksi suatu negara dengan negara lain adalah suatu situasi yang tidak dapat dihindari. Walaupun sebagai negara besar dengan berbagai sumber daya yang terdapat didalamnya, kita tidak dapat mengunci diri sendiri dan memainkan peran kita tanpa melibatkan negara lain, karena sesungguhnya terdapat kepentingan yang saling bersinggungan dan bahkan tumpang tindih guna memenuhi berbagai aspek dan dimensi kehidupan. Apalagi pada era komputerisasi saat ini, kebutuhan untuk berinteraksi guna memenuhi kebutuhan dan bahkan untuk memperoleh pengakuan hampir menjadi setara dengan kebutuhan pokok dari pribadi manusia itu sendiri. Menjamurnya jejaring sosial seperti facebook, twiter, skype, whatsapp, flickr, kakao, talk dan lain – lain menjadi suatu pertanda bahwa interaksi merupakan suatu hal mendasar bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, tidak terkecuali dibidang pertahanan. Sebagai contoh, dalam lingkup lembaga internasional seperti United Nation (PBB), adanya kerjasama yang membentuk suatu keterikatan positif antar negara menjadi suatu hal yang sangat krusial, karena dalam proses penetapan resolusi oleh Dewan Keamanan PBB suara dari 1 (satu) negara seringkali menjadi faktor penentu yang signifikan. Ungkapan “one state, one vote” (satu negara, satu suara), kiranya sudah cukup memberikan gambaran pentingnya kerjasama tanpa pandang bulu karena walaupun suatu negara dari segi geografis, ekonomi, militer, politik dan lain-lain tidak menonjol namun mempunyai kedudukan yang sama dalam menentukan berlakunya penetapan resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut.
Kekuatan Militer Berbanding Lurus Dengan Pengakuan dan Nilai Tawar.
Pada era globalisasi dewasa ini, ancaman dalam bidang keamanan menjadi semakin kompleks dan berkembang, diantaranya : terorisme internasional, pengembangan senjata pemusnah massal, kriminal terorganisasi, cybercrime, kelangkaan energi, degradasi lingkungan dan berbagai resiko keamanan yang terkait dengannya, bencana alam ataupun bencana yang disebabkan oleh manusia sendiri, dan lain sebagainya (Buku Putih Pertahanan,Kemhan, 2008, Hal : 25). Untuk menghadapi ancaman-ancaman seperti tersebut di atas, akan dibutuhkan interaksi dalam bentuk kerjasama yang luas dengan sinergisitas yang mantap antar negara-negara di dunia, sehingga diharapkan mampu melakukan langkah-langkah pendekatan terhadap isu-isu keamanan internasional melalui kerjasama dalam bidang pertahanan keamanan. Berbicara tentang pertahanan dan keamanan tentunya tidak dapat dilepaskan dari kekuatan militer sebagai subjek pertahanan dan keamanan. Saat ini bangsa-bangsa di dunia telah menyadari pentingnya kekuatan militer sebagai subjek pertahanan yang multidimensional atau tidak hanya dapat berperan sebagai kekuatan bersenjata semata tetapi juga berperan sebagai key factor dalam menampilkan eksistensi dan integritas serta kedaulatan suatu negara dalam berbagai aspek baik ideologi, politik, sosial budaya bahkan ekonomi. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas saat ini yaitu bahwa pada umumnya negara dengan kekuatan militer yang besar dan disegani memiliki daya tawar diplomasi yang tinggi, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kekuatan militer berbanding lurus dengan nilai tawar diplomasi. Pada grafik perbandingan belanja militer dunia tahun 2008, dapat terlihat dengan jelas bahwa beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, China, Rusia dan Eropa Bersatu memberikan “sumbangan” yang cukup fantastis dalam pembelanjaan bidang militernya yang sudah tentu dan telah terbukti saat ini bahwa hal tersebut memiliki dampak yang sangat signifikan dalam diplomasi internasional. Berangkat dari hal itulah maka dapat kita cermati bahwa sejak runtuhnya Uni Soviet yang menandai berakhirnya perang dingin, dengan Amerika Serikat sebagai Negara Adi Kuasa, “kutub – kutub” baru telah bermunculan dan mulai mengaktualisasikan dirinya untuk dikenal sebagai salah satu kekuatan yang juga harus diperhitungkan. Cina, Korea Selatan, Korea Utara dan Jepang dalam aspek geopolitik telah muncul sebagai sosok kekuatan baru yang patut diperhitungkan dari kawasan Asia Pasifik. Selain itu Turki di Asia Barat Daya, Perancis dan Jerman sebagai perwakilan dari Eropa Barat, serta Israel dan Iran dari Timur Tengah menandai bahwa pengembangan kekuatan militer dan keamanan masih tetap menjadi isu “panas” yang harus dapat dikendalikan sepenuhnya bagi keselamatan dan kesejahteraan umat manusia. Hal tersebut menjadi begitu penting karena tanpa kendali dan pengikat yang kuat maka pengembangan kekuatan militer niscaya akan berubah menjadi malapetaka menuju Perang Dunia Ketiga.
Kebijakan Luar Negeri Republik Indonesia.
Politik Luar Negeri Indonesia merupakan kebijakan, sikap dan langkah pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka mengatasi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional (Undang-undang No. 37 tahun 1999, pasal 1 ayat 2). Dengan politik luar negeri yang dianut oleh suatu bangsa itulah yang akan menentukan sikap bangsa tersebut dalam berhubungan dengan negara lain. Sejak Indonesia merdeka politik luar negeri yang dianut adalah politik luar negeri yang bebas dan aktif, yang sepenuhnya ditujukan bagi kepentingan nasional. Bebas berarti Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif berarti di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadian-kejadian internasionalnya melainkan bersifat aktif (Mochtar Kusumaatmaja, “ Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI ”, 1983). Kebijakan luar negeri Indonesia tersebut diarahkan untuk meningkatkan peran Indonesia untuk turut menjaga keamanan nasional dan menciptakan perdamaian dunia, meningkatkan kinerja diplomasi perbatasan serta memantapkan kemitraan strategis di kawasan. Hal ini tentunya menuntut bangsa Indonesia untuk tidak dapat terlepas dari berbagai perkembangan nasional maupun internasional. Berangkat dari hal itulah maka tulisan ini bermaksud untuk menjelaskan tentang pentingnya kerjasama militer dengan negara sahabat tanpa pandang bulu sebagai konsekuensi logis implementasi politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif guna mewujudkan perdamaian dan stabilitas kawasan regional maupun internasional. Sedangkan tujuan dari penulisan ini adalah sebagai bahan pengetahuan bagi perwira TNI AD serta masukan kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan yang berorientasi pada optimalisasi kerjasama antara TNI AD dengan Angkatan Darat negara sahabat.
Substansi Kerjasama Militer.
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembentukan Pemerintahan Republik Indonesia adalah “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Pemerintah RI melaksanakan politik bebas aktif dalam berinteraksi dengan dunia internasional, sehingga pemerintah RI bebas menentukan sikap dan kebijakan terhadap permasalahan internasional dan tidak mengikatkan diri pada suatu kekuatan dunia serta aktif memberikan sumbangan, baik dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan permasalahan dunia lainnya demi terwujudnya kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah RI sesuai yang diamanatkan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945, senantiasa mengorientasikan setiap hubungan luar negerinya pada pencapaian tujuan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Meskipun Indonesia mengembangkan pertahanan yang mandiri, dalam pengertian tidak menyandarkan kepentingan pertahanan pada negara lain, Indonesia tetap menganut prinsip menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain melalui kerjasama dibidang pertahanan berupa kerjasama dengan militer dari negara sahabat. Peningkatan kerjasama militer menjadi semakin penting untuk ditingkatkan seiring dengan perkembangan isu-isu keamanan di lingkup regional dan global yang memerlukan penanganan bersama. Kerjasama militer yang dibangun dan dikembangkan haruslah sejalan dengan kebijakan luar negeri RI yang senantiasa berorientasi kepada 3 (tiga) substansi dasar yaitu upaya yang simultan untuk membangun rasa saling percaya, pencegahan konflik dan mencari solusi bersama bila terdapat persengketaan (Buku Putih Pertahanan,Kemhan, 2008).
“Peak Value” dari Kerjasama Militer.
Tiga substansi dasar yang telah disebutkan di atas, tidak hanya menjadi sasaran yang bernilai strategis (peak value) namun sekaligus juga menjadi tahapan yang dikembangkan dalam rangka membangun kerjasama militer dengan negara lain. Kondisi yang diharapkan atas implementasi kerjasama militer (sesuai Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/89/XII/2009) dengan negara lain yang sejalan dengan tingkatan pelaksanaan substansi dasar kerjasama militer antara lain :
Pertama, menciptakan kepercayaan dan meningkatkan persahabatan (Confidence Building Measure), dengan sasaran sebagai berikut : a. Terwujudnya hubungan persahabatan yang lebih kondusif dan saling menguntungkan antara TNI dengan Angkatan Bersenjata Negara sahabat; b. Terwujudnya rasa saling menghormati dan itikad baik untuk menjaga hubungan bilateral dalam memandang suatu potensi konflik yang dapat bermuara kepada persengketaan; c. Terselenggaranya kerjasama militer yang saling menguntungkan, bertingkat dan berlanjut.
Kedua, mengupayakan diplomasi pencegah konflik (Preventive Diplomacy), dengan sasaran sebagai berikut: a. Menurunnya tingkat eskalasi konflik dan pertikaian antara TNI dengan AB Negara lain; b. Meningkatnya pengaruh dan diplomasi TNI dalam upaya menciptakan stabilitas keamanan dan mencegah konflik di kawasan regional; c. Pengakuan dan penerimaan peran dan kontribusi TNI sebagai mediator dalam penyelesaian konflik pada skala regional dan internasional.
Ketiga, meningkatkan kemampuan militer dan pertahanan (Defence Capacity), dengan sasaran sebagai berikut: a. Meningkatnya kemampuan dan profesionalitas personel TNI; b. Meningkatnya efektifitas dan efisiensi operasional TNI dalam melaksanakan tugas pokok TNI; c. Mengoptimalkan penggunaan dan pemeliharaan terhadap Alutsista guna melaksanakan tugas pokok TNI.
Keempat, meningkatkan keamanan kawasan (Security Enhancement) dengan sasaran sebagai berikut : a. Meningkatnya keamanan dan menurunnya tingkat kejahatan transnasional di wilayah nasional dan di wilayah regional; b. Tersusunnya Standard Operating Procedures Multinational Forces (SOP MNF) guna memelihara keamanan di kawasan regional; c. Meningkatnya pengakuan dunia terhadap peran dan kontribusi TNI dalam upaya memelihara stabilitas keamanan kawasan regional.
Kelima, melaksanakan misi damai dalam memberikan bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana serta pemeliharaan perdamaian dunia, dengan sasaran sebagai berikut : a. Meningkatnya kemampuan dan peran serta TNI dalam misi damai di forum internasional untuk bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana; b. Meningkatnya pengakuan dunia terhadap profesionalitas Satgas TNI pada misi perdamaian PBB; c. Terpenuhinya standar kemampuan Alutsista dan peralatan pendukung yang dipersyaratkan kepada Satgas TNI pada misi perdamaian PBB.
Dengan kata lain melalui upaya nyata untuk mewujudkan kondisi yang diharapkan sebagaimana telah dijelaskan maka niscaya TNI akan mampu mengeksplorasi nilai-nilai strategis yang menjadi “peak value” dari kerjasama militer guna pengembangan institusi TNI kearah yang lebih baik dari segi organisasi, doktrin, taktik maupun teknik kemiliteran demi tercapainya profesionalitas kemiliteran yang mumpuni.
Kerjasama Militer TNI AD Saat Ini.
Kerjasama Militer TNI AD jika ditinjau dari substansi dasar kerjasama pertahanan yang merupakan bagian dari diplomasi pertahanan memiliki cakupan yang sangat luas. Hal ini dimaksudkan bahwa sebagai bagian dari TNI kerjasama militer TNI AD tidak ditujukan untuk menghadapi satu atau beberapa negara tertentu yang dianggap sebagai lawan, akan tetapi ditujukan untuk menjaga stabilitas kawasan. Adapun kerjasama militer TNI AD yang ada saat ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama, Kerjasama Militer Dalam Bentuk Operasi. Kerjasama militer dalam bentuk operasi yang dilaksanakan oleh TNI AD dengan Angkatan Darat negara-negara lain masih relatif terbatas. Sampai saat ini, kerjasama operasi yang terjalin mencakup Operasi Patroli dan Pengamanan Pulau-Pulau Terluar yang merupakan operasi patroli gabungan TNI AD dan TNI AL dengan pelibatan Satuan Setingkat Peleton (SST) dari TNI AD, diantaranya Pulau Miangas, Pulau Marore dan Pulau Marampit. Pelaksanaan operasi patroli dan pengamanan pada pulau-pulau tersebut merupakan kerjasama militer dalam bidang operasi antara Indonesia dan Filipina. Selain itu Indonesia juga memiliki kerjasama militer dalam bentuk operasi dengan Malaysia yaitu Patroli Bersama Pengamanan Perbatasan yang direncanakan dan dievaluasi setiap tahunnya melalui rapat Tim Perancang Operasi Darat (TPOD) antara TNI AD dengan Tentera Darat Diraja Malaysia. Sedangkan kerjasama dalam bentuk operasi pemeliharaan perdamaian PBB juga telah dilaksanakan pada beberapa daerah konflik internasional seperti Kongo; pelibatan 1 (satu) Kompi Zeni TNI AD, Libanon; pelibatan 1 (satu) Batalyon TNI AD dan Haiti; pelibatan 1 (satu) Kompi Zeni TNI AD, sedangkan di Liberia dan Sudan dalam bentuk pelibatan personel Milops dan Milstaf dari TNI AD (Sumber; Spaban III/ Siapsat Sopsad).
Kedua, Kerjasama Militer Dalam Bentuk Latihan.Kerjasama bilateral dalam bentuk latihan bersama yang telah dilaksanakan di tingkat TNI AD, sampai dengan saat ini terdapat 13 jenis Latma dengan 7 (tujuh) negara sahabat. Adapun Latma-Latma tersebut antara lain : Latma Garuda Shield dengan AD Amerika Serikat, Latma Wirrajaya Ausindo, Rhino Ausindo, JOCIT serta Dawn Kookabura dan Dawn Komodo dengan AD Australia; Latma Kekar Malindo dan Harimau Satya dengan AD Malaysia; Latma Chandrapura dan Safkar Indopura dengan AD Singapura; Latma Tiger dengan AD Thailand; Latma Garuda Shakti dengan AD India; Latma Kilat Sakti dengan AD Brunei dan Latma Dolphine dengan AD Filipina. Latma-Latma tersebut bervariasi baik pada tingkatan satuan yang terlibat maupun jenis materi yang dilatihkan. Selain itu pada level TNI, sejak beberapa tahun silam Indonesia sudah terlibat aktif dalam latihan bersama dengan beberapa negara lain (Latma Multilateral), misalnya Cobra Gold, Angkor Sentinel, Khan Quest dan lain-lain.
Ketiga,Kerjasama Militer Dalam Bentuk Pendidikan. Dalam pelaksanaan kerjasama berlaku asas resiprokal, sehingga terjalin hubungan timbal balik yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebagai contoh kerjasama militer dalam bentuk pendidikan, selain TNI AD mengirimkan perwira siswa untuk menempuh pendidikan militer di lembaga pendidikan negara mitra kerjasama, TNI AD juga menerima perwira siswa dari negara mitra itu guna mengikuti pendidikan militer di lembaga pendidikan TNI AD. Saat ini, TNI AD telah memiliki kerjasama pendidikan militer dengan sejumlah negara mitra Indonesia dalam kerjasama pendidikan militer seperti Amerika Serikat, Australia, sebagian negara-negara ASEAN, Cina, India dan Korea Selatan.
Keempat, Kerjasama Militer Dalam Bentuk Kunjungan Maupun Pertukaran Personel. Sebagai upaya untuk mengembangkan satuan jajaran TNI AD, maka kunjungan ataupun pertukaran personel merupakan salah satu sarana yang efektif bagi personel TNI AD untuk semaksimal mungkin menyerap hal-hal baru yang positif dari Angkatan Bersenjata Negara Sahabat, yang pada akhirnya ditujukan bagi pengembangan satuan TNI AD menuju kearah yang lebih baik. Kunjungan ataupun pertukaran ini dapat dipakai sebagai perbandingan dan data intelijen yang up to date tentang kondisi Angkatan Bersenjata Negara Sahabat baik dari segi pembinaan satuan, doktrin, taktik maupun Alutsista. Sampai dengan saat ini TNI AD telah membuka kunjungan dan pertukaran yang bersifat resiprokal dengan 12 Negara Sahabat, yang dilaksanakan ke berbagai satuan/unit. Format dari kegiatan pertukaran personel juga dilaksanakan dalam bentuk kegiatan Subject Matter Expert Exchange (SMEE) yang didalamnya diselenggarakan diskusi profesional untuk saling menimba ilmu dan pengalaman terhadap aspek-aspek penguasaan teknis dan taktik kemiliteran.
Permasalahan yang dihadapi.
Dalam pelaksanan kerjasama militer dengan AD Negara Sahabat terdapat beberapa permasalahan yang perlu diatasi guna optimalnya nilai guna pelaksanaan kerjasama militer pada tahun-tahun mendatang. Beberapa hal yang menjadi permasalahan diantaranya :
Pertama, Rendahnya Kemampuan Diplomasi.Kemampuan diplomasi merupakan hal mutlak, bukan hanya dalam kerjasama internasional secara umum namun juga secara khusus kerjasama militer. Berbicara tentang kemampuan diplomasi, bukan saja terkait dengan kemampuan penguasaan bahasa asing, tetapi mencakup pula bekal-bekal akademis dan pengetahuan-pengetahuan pendukung lainnya demi tercapainya tujuan diplomasi militer. Saat ini kemampuan penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris sudah mulai dirasakan penting untuk dimiliki dikalangan perwira TNI AD. Namun pada kenyataannya masih banyak perwira TNI AD yang belum menguasai bahasa Inggris atau setidak-tidaknya mengerti dan paham walaupun hanya secara pasif.
Tabel diatas merupakan nilai rata-rata 10 (sepuluh) orang personel TNI AD perkepangkatan yang diambil secara acak (Random Sampling) mulai tingkat kepangkatan Letda s.d Letkol dari 3 (tiga) Kodam di Pulau Jawa yang dapat diasumsikan sebagai indikator kemampuan bahasa Inggris perwira TNI AD. Pada tabel tersebut terlihat jelas bahwa nilai rata-rata hasil tes ALCPT (American Language Course Placement Test) perwira TNI AD tidak mencapai rata-rata nilai 60, padahal variabel tes yang digunakan adalah variabel tes dasar yang cukup mudah. Hal ini menggambarkan minimnya kemampuan bahasa Inggris perwira TNI AD.
Perbedaan sudut pandang maupun perbedaan persepsi yang timbul karena pemahaman bahasa yang minim tentunya akan merugikan terhadap upaya menggali informasi maupun koordinasi dan juga akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pelaksanaan latihan bersama maupun kegiatan interaksi lain dengan negara sahabat. Selain itu pemahaman, pengetahuan serta pengalaman pendukung dalam rangka kegiatan interaksi dengan negara sahabat di kalangan perwira TNI AD juga masih dirasakan kurang optimal. Akumulasi dari kurangnya kemampuan penguasaan bahasa asing dan kurangnya wawasan Internasional tersebut berimplikasi pada rendahnya kemampuan diplomasi perwira TNI AD. Berdasarkan pengalaman, seringkali terjadi kepentingan Indonesia terpinggirkan dan dirugikan akibat kemampuan diplomasi yang rendah.
Kedua, Rendahnya Pemahaman Prajurit TNI AD Tentang Kerjasama Militer. Dengan semakin berkurangnya wilayah penugasan operasi yang ada di tanah air, di satu sisi merupakan kebanggaan bagi prajurit TNI AD sebagai bagian dari prestasi penugasan prajurit dalam upaya mengurangi eskalasi maupun meredam konflik yang timbul. Di lain pihak dengan berkurangnya wilayah penugasan operasi di dalam negeri maka melaksanakan tugas atau berdinas ke luar negeri merupakan salah satu impian prajurit secara umum, selain untuk menambah wawasan juga untuk memperkaya pengalaman kedinasan militer sehingga melaksanakan tugas keluar negeri merupakan kebanggaan tersendiri bagi prajurit TNI AD. Namun demikian, saat ini pelaksanaan penugasan ke luar negeri baik dalam bentuk latihan, pertukaran personel dan kunjungan terkadang masih belum memenuhi esensi pelaksanaan kerjasama itu sendiri. Seringkali penugasan keluar negeri masih dianggap sebagai ajang “wisata” dan kebanggaan semu tanpa memperhatikan aspek intelijen, perbandingan maupun sarana diplomasi militer dengan negara mitra kerjasama. Hal ini tentunya sangat memerlukan perhatian karena dengan pemahaman yang keliru tersebut maka output pelaksanaan kerjasama militer tidak dapat dicapai secara maksimal.
Ketiga, Belum Adanya Sinergisitas Lembaga Militer Dalam Pengkajian Hasil Kerjasama Militer Secara Simultan. Implementasi kerjasama militer yang telah dilaksanakan secara riil dalam dua dekade terakhir sesungguhnya cukup memperoleh hasil yang signifikan dalam hal kuantitas maupun kualitas kerjasama. Secara kuantitas, perintisan kerjasama militer TNI AD dimulai pada tahun 1989 dengan 2 (dua) AD negara sahabat. Namun pada saat ini jumlah negara mitra kerjasama TNI AD telah meningkat menjadi 12 negara. Peningkatan kualitas kerjasama militer pun telah meningkat dengan cukup tajam. Pelaksanaan kerjasama yang pada awalnya dimulai dengan kunjungan ataupun rapat telah berkembang menjadi latihan dengan materi, taktik maupun jumlah personel yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Namun sangat disayangkan bahwa hasil pelaksanaan kerjasama militer ini masih belum dikaji dan dikembangkan lebih lanjut baik dari sisi teknis maupun doktrin sampai dengan kebijakan oleh lembaga-lembaga pengembangan doktrin, taktik dan teknik yang berkompeten, seperti Kodiklat, Seskoad, pusat-pusat kecabangan (Pussenif, Pussenkav, Pussenarhanud, Pussenarmed dan lain-lain) untuk selanjutnya diadakan adopsi dan penyempurnaan dari segi doktrin, organisasi, taktik bahkan Alutsista bagi pengembangan TNI AD di masa yang akan datang.
Upaya Meningkatkan Kerjasama Militer Menuju TNI AD yang Berkelas Dunia.
Kerjasama Militer untuk menciptakan kawasan dunia yang saling bersahabat guna mewujudkan A Million Friends Zero Enemy menuju kepada pengakuan TNI AD sebagai World Class Army (berkelas dunia) dirasakan sangat perlu untuk diarahkan pelaksanaannya. Oleh karena itu dalam rangka optimalisasi peningkatan kerjasama militer maka beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain :
Pertama, Menyelenggarakan Manajemen Perekrutan Personel dan Pendidikan Modern. TNI AD secara umum perlu untuk menyusun serta menyelenggarakan suatu manajemen perekrutan dan pendidikan yang modern guna meningkatkan kualitas sumber daya prajurit TNI AD. Dari awal perekrutan personel untuk dididik sebagai prajurit TNI AD perlu disisipkan materi penguasaan bahasa Inggris serta pengetahuan-pengetahuan lain yang mendukung diplomasi militer. Melalui proses perekrutan dengan adanya modul-modul tes penguasaan bahasa Inggris dan pengetahuan lain dibidang diplomasi maka diharapkan kualitas sumber daya prajurit TNI AD sejak dini telah mempunyai bekal yang cukup, sehingga pada pelaksanaan pendidikan lanjutan kemampuan berbahasa Inggris dan diplomasi militer tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut. Berikutnya, pada proses pembekalan bagi prajurit aktif, TNI AD perlu menyelenggarakan suatu jenjang pendidikan atau kursus yang wajib diikuti oleh seluruh prajurit aktif guna menyempurnakan pengetahuan awal yang telah didapat pada pendidikan dasar. Kemudian sebagai aplikasi dari pendidikan, kursus ataupun pembekalan bahasa Inggris maupun diplomasi yang telah diterima pada saat pendidikan dasar maupun lanjutan maka perlu diberikan kesempatan secara rutin mengikuti berbagai forum kerjasama militer dalam bentuk seminar ataupun pertukaran personel, baik dalam skala regional dan international. Selain itu dalam rangka memberikan pengetahuan yang cukup maka TNI AD juga harus dapat memberikan beasiswa ke luar negeri bagi prajurit yang menonjol dalam bidang-bidang yang dimaksud. Selanjutnya,sejalan dengan proses perekrutan awal, pendidikan dasar dan lanjutan, maka personel prajurit yang dianggap sangat menonjol dalam kemampuan bahasa Inggris dan diplomasi militer semaksimal mungkin dipetakan dalam pola pembinaan kariernya untuk menduduki jabatan ataupun penugasan-penugasan dibidang kerjasama militer, mengingat bidang kerjasama militer hanya dapat diawaki dengan baik melalui pengalaman dan wawasan yang cukup serta pemahaman berinteraksi pada level internasional.
Kedua, Pemberian Pembekalan Pre-Departure dan tuntutan sosialisasi Post-Arrival. Salah satu faktor penghambat tercapainya tujuan kegiatan pendidikan, kunjungan, pertukaran personel ataupun latihan agar memperoleh hasil sesuai dengan dengan esensi kegiatan yang diharapkan adalah kurangnya pembekalan sebelum pemberangkatan atau pelaksanaan kegiatan. Hal tersebut mungkin terkesan tidak penting, namun sesungguhnya mempunyai nilai yang sangat penting agar prajurit yang akan berangkat ke luar negeri dalam rangka penugasan dapat mengetahui apa sebenarnya tujuan penugasan tersebut. Pelaksanaan pembekalan juga mempunyai nilai strategis untuk mencegah hal-hal yang tidak perlu disampaikan pada saat kegiatan di luar negeri. Seperti diketahui bahwa salah satu tujuan pelaksanaan kegiatan di luar negeri dalam berbagai format yang ada, tidak hanya sekedar melaksanakan kegiatan tersebut namun juga sebagai “intelijen terbuka” bagi kepentingan TNI AD, namun yang perlu diingat bahwa hal tersebut juga berlaku bagi negara dimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Selain itu, perlunya tuntutan untuk mempresentasikan dan mensosialisasikan hal-hal apa saja yang telah diperoleh selama melaksanakan kegiatan-kegiatan di luar negeri kepada pejabat di level strategis. Saat ini tuntutan presentasi pada waktu kepulangan dari melaksanakan suatu kegiatan di luar negeri memang telah dilaksanakan namun tidak optimal karena terkesan sebagai formalitas belaka dan hanya dilaksanakan pada tataran kewenangan di level teknis bukan pada level strategis. Selain itu pelaporan hasil kegiatan hanya terbatas pada presentasi saja bukan sosialisasi. Yang dimaksud dengan sosialisasi disini bahwa bukan hanya dipresentasikan tetapi juga disosialisasikan langsung kepada satuan atau unit yang secara langsung dapat mengambil nilai manfaat dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Melalui adanya koordinasi pelaksanaan pelaporan kegiatan secara terintegrasi di level teknis maupun strategis maka diharapkan langkah konkrit lesson learned dari pelaksanaan kegiatan tersebut dapat langsung dirumuskan dalam bentuk kebijakan yang sistemik, sehingga nilai manfaat dari kegiatan tersebut dapat direalisasikan secara nyata dan efektif baik dalam bentuk transformasi doktrin dan taktik maupun pengayaan informasi intelijen yang simultan. Dapat dibayangkan apabila dalam 1 (satu) tahun anggaran, terdapat lebih dari 50 kegiatan interaksi dengan negara lain dalam berbagai format maka berapa banyak data dan informasi yang dapat diperoleh bagi pengembangan TNI AD ke arah yang lebih baik.
Ketiga, Sinkronisasi dan Konektifitas Terstruktur antara Lembaga Terkait guna perumusan hasil Kerjasama Militer secara Terintegrasi. Sejalan dengan sistem pelaporan pre-departure dan sosialisasi post-arrival, maka perlu adanya sinkronisasi antara lembaga-lembaga terkait di TNI AD dalam rangka perumusan kebijakan sebagai hasil dari pelaksanaan kerjasama militer. Sinkronisasi dan konektifitas yang dimaksud bukan hanya terbatas pada penerimaan pelaporan dan presentasi belaka, namun juga terwujud didalam suatu sistem kerja terstruktur serta setiap saat memberikan masukan konstruktif kepada pimpinan TNI AD secara rutin berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan dalam konteks kerjasama militer. Sebagai contoh, beberapa negara kuat seperti Inggris dan Amerika mempunyai desk pertahanan yang dibagi dalam unit-unit kerja antara lain: Indonesian desk, Egypt desk, Russian desk, Iraq desk, Iran desk dan sebagainya. Unit-unit kerja di dalam desk inilah yang bertugas untuk memformulasikan setiap peristiwa, kegiatan, data dan informasi intelijen dalam suatu analisa yang mendalam oleh berbagai lembaga intelijen untuk dirumuskan dalam bentuk kemungkinan ancaman yang mungkin timbul serta dampaknya bagi negara tersebut. Terkait dengan kerjasama militer dan hasilnya untuk pengembangan TNI AD kedepan maka desk-desk per negara atau kawasan inilah yang diperlukan di dalam struktur organisasi TNI AD bukan sebagai unit kerja penganalisa ancaman namun juga sebagai unit kerja yang bertugas untuk menganalisa kemampuan negara asing guna meningkatkan kemampuan Angkatan Darat kita sebagai perimbangan kekuatan yang juga secara langsung akan berpengaruh pada meningkatnya profesionalitas TNI AD sebagai ujung tombak pertahanan NKRI baik dari segi doktrin, taktik dan teknik kemiliteran. Hasil yang diperoleh dari analisa desk yang dimaksud diserahkan langsung kepada pimpinan TNI AD sebagai dasar pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan TNI AD secara khusus. Dengan demikian, efektifitas dan nilai guna kerjasama militer akan dapat terurai secara optimal dan simultan, sehingga lambat laun TNI AD menjadi Angkatan Darat yang disegani.
Penutup.
TNI AD sebagai salah satu komponen utama dalam pertahanan harus senantiasa melakukan optimalisasi terhadap kerjasama militer yang dilaksanakan agar secara umum bernilai guna yang efektif bagi peningkatan kemampuan TNI AD dan secara khusus bagi peningkatan profesionalitas prajurit. Terkait dengan hal tersebut, kerjasama militer yang dilaksanakan hendaknya dapat memainkan peran lebih besar dan konstruktif dalam rangka memproyeksikan pembangunan dan pengembangan TNI AD di masa yang akan datang. Untuk itu, dibutuhkan sejumlah terobosan untuk mengoptimalkan kerjasama militer, yakni melalui manajemen perekrutan personel dan pendidikan modern, pemberian pembekalan pre-departure dan tuntutan sosialisasi post-arrival serta sinkronisasi dan konektifitas terstruktur antara lembaga terkait guna perumusan hasil kerjasama militer secara terintegrasi. Mengutip pernyataan Sekretaris Pertahanan Amerika Serikat, Chuck Hagel, pada 26 Agustus 2013 saat melaksanakan kunjungan kepada Menhan RI di Jakarta bahwa “…..A strong Indonesia is good for the region …..”, seharusnya menjadi sinyal yang positif bagi kebangkitan TNI AD untuk meningkatkan perannya dibidang kerjasama militer dengan AB negara-negara lain dalam kerangka saling menghormati, saling menghargai serta saling menguntungkan guna peningkatan kemampuan dan profesionalitas TNI AD serta upaya mempertahankan stabilitas kawasan. Hal tersebut senada dengan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan TNI AD dalam visi “ TNI AD Yang Disiplin, Profesional, Modern Dan Berkelas Dunia”. Dengan demikian, melalui perwujudan kerjasama militer antara TNI AD dengan AB negara lain, maka nilai tawar TNI AD akan semakin tinggi di mata dunia internasional yang tentunya akan berimplikasi bukan hanya pada pengakuan kepada TNI AD selaku Tentara Berkelas Dunia (World Class Army) namun juga memberikan sumbangsih pada upaya menciptakan perdamaian dunia dengan memperbanyak teman dan meniadakan musuh, “ A Million Friends Zero Enemies ”.