Skip to main content
Artikel

TNI Turun ke Sawah

Dibaca: 306 Oleh 18 Jun 2017Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Iswandi Syahputra

Suatu ketika tahun 2001 saat masih wartawan saya meliput TKI di Malaysia. Beberapa kali bertemu berpapasan dengan prajurit PDRM (Pasukan Diraja Malaysia) ya mirip TNI gitulah. Saya suka dunia militer, jadi iseng saja, saya ajak diskusi seorang aktivis yang juga pengamat sosial politik di Malaysia tentang gaji prajurit PDRM, jenis senjata yang mereka gunakan dan latihan tempur mereka. Kemudian saya bandingkan dengan prajurit TNI kebanggaan saya.

Melalui informasi itu, saya berpendapat dari segi apapun prajurit TNI di bawah prajurit PDRM kecuali 3 hal:
1. Sifat manunggal TNI dengan rakyat
2. Skil bertempur dan pengalaman perang
3. Jumlah prajurit

Persoalan pertama dan kedua itu penting. Simpelnya, TNI manunggal dengan rakyat karena TNI lahir dari rakyat pada masa peperangan mengusir penjajah dan saat mempertahankan kemerdekaan. Ini sejarah penting. Rakyat dan TNI tidak boleh dan tidak dapat dipisah. Masa perang itu pula yang menjadikan TNI memiliki pengalaman tempur yang tidak bisa dibandingkan oleh negara manapun.

Baca juga:  Tata Cara Penulisan Berita di Media Online Angkatan Darat

Sehingga hal ini cukup langka, mungkin cuma Indonesia negara yang memiliki konsep tentara berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Inilah hikmah terbesar dari masa perjuangan kemerdekaan mengusir penjajahan. Saat belum ada tentara resmi organik, rakyat sudah mengangkat senjata mengusir penjajah.

Pernah dengar gagasan tasawuf tentang manunggaling kawula gusti? Konon, inilah level makrifat paling tinggi dalam dunia sufi. Bayangkan saja jika TNI manunggaling dengan rakyat, itu artinya Indonesia sudah sampai pada level substansi pertahanan negara yang paling hakiki. Ini sangat dahsyat dan pasti ditakuti oleh siapapun yang ingin menginvansi Indonesia.

Bagaimana mereaktualisasi tradisi TNI yang manunggal dengan rakyat pada situasi damai? Dalam situasi damai, TNI bisa tetap ‘berperang’ bersama rakyat. Berperang? Di sini kita akan sampai pada perluasan makna perang secara konvensional. Berperang bukan lagi bertempur dar der dor dengan senjata ringan dan berat. Berperang adalah sistem bertahan dari segala ancaman yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Termasuk di dalamnya berperang melawan teroris dan ‘berperang’ mempertahankan ketahanan pangan.

Baca juga:  Implementasi Peran TNI dalam Mitigasi Bencana Guna Mendukung Terwujudnya Kewaspadaan Nasional

Dalam konteks yang lebih aktual dari tradisi TNI manunggal dengan rakyat, bentuknya dapat saja TNI turun ke sawah, bersama rakyat membangun ketahanan pangan. Selain petani harus dilindungi oleh tenggulak, sawah petani juga harus dilindungi dari para hama dan tikus. TNI turun ke sawah mengusir tikus dan hama merupakan tindakan mulia untuk merawat sejarah TNI manunggal dengan rakyat.

Konsep ini juga selaras dengan program lawas AMD (ABRI Masuk Desa) pada masa Orde Baru. Ini sebagai rakyat kecil pada masa kecil saya, AMD inilah pintu awal saya bangga dan cinta pada TNI dan bercita-cita menjadi prajurit TNI.

Jadi jika ada pihak yang kurang berkenan melihat TNI turun ke sawah, mungkin saja mereka tidak dapat memahami dengan baik tradisi TNI manunggal dengan rakyat, tidak memahami dengan baik sejarah perjuangan bangsa Indonesia atau memang dipasang untuk melemahkan TNI atau menjauhkan TNI dari rakyat…

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel