Fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan) Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) dan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih sumir. Kendati telah ada calonnya, namun belum ada jadwal pasti kapan hal tersebut dilakukan. Yang ada justru rapat tertutup antara Komisi I, Panglima TNI, Kepala BIN dan Menteri Luar Negeri (Menlu) di Komplek Parlemen.
Belum ada jadwal pasti kapan pelaksanaan fit and proper test calon Panglima TNI dan Kepala BIN. DPR akan memutuskan waktunya setelah rapat paripurna dan penjadwalan melalui rapat badan musyawarah (Bamus) DPR ungkap Manfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR RI kepada para wartawan.
Menurut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, paling lambat seharusnya akhir Juni 2015 ini fit and proper test sudah bisa dilakukan. Apalagi nama Jenderal Gatot Nurmatyo dan Sutiyoso sudah dikirirnkan ke pimpinan DPR RI sebagai calon tunggal baik untuk jabatan Panglima TNI maupun Kepala BIN. Tapi prosedurnya masih harus menunggu rapat paripurna dan dijadwalkan di Bamus sebelum menugaskan Komisi I DPR RI untuk melakukan fit and proper test.
Ketua DPR RI Setya Novanto membenarkan bahwa pihaknya masih membahas persiapan pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan kedua calon tersebut. Ini kita sedang bahas, karena ada beberapa Masukan yang kita harus dengarkan juga.
Dia menegaskan, dirinya belum menentukan waktu pasti uji kelayakan yang akan dijalani calon tunggal Presiden Joko Widodo itu. Pasalnya, untuk waktunya, selaku pimpinan menyerahkan pada sidang paripurna terdekat. Minggu depan pimpinan DPR melakukan rapat pimpinan. Nanti kita serahkan ke paripurna lalu ke Bamus dan kemudian ke Komisi I, tutur pria yang akrab disapa Setnov itu.
Sementara itu di luar Gedung parlemen RI, muncul aksi penolakan terhadap calon Kepala BIN Sutiyoso. Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Mahasiswa Indonesia menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan di depan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Dalam orasinya, mahasiswa menyatakan menolak Bang Yos panggilan Sutiyoso menjadi calon Kepala BIN. Itu karena mahasiswa menduga Bang Yos terlibat serangkaian peristiwa HAM. Salah satu di antarnya penyerangan Sekretariat DPP PDIP di yang dikenal kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1998.
Oleh sebab itu, mahasiswa berharap PDIP tidak lupa dengan peristiwa yang memakan korban jiwa tersebut. Kami menabur bunga di sini (kantor DPP PDIP) untuk mengingatkan bahwa pernah terjadi peristiwa yang mengerikan di sini. PDIP seharusnya ingat hal itu, ujar Suep salah satu orator demo.
Sebelum melakukan tabur bunga di kantor DPP PDIP, mahasiswa menggelar aksi di Komnas HAM. di Jalan Latuharhary, Jakarta. Dalam aksinya, mereka mendesak Komnas HAM mengirimkan surat resmi permohonan pencabutan pencalonan Sutiyoso sebagai Kepala BIN kepada Presiden Jokowi. Mereka juga meminta Komnas HAM menjelaskan dugaan keterlibatan Sutiyoso dalam peristiwa Kudatuli itu.
Polemik di balik penunjukan Sutiyoso menjadi calon Kepala BIN dimaknai sebagai dua sisi mata uang tidak bisa terpisahkan. Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya mengatakan, penunjukan Sutiyoso menjadi calon KaBIN di satu sisi merupakan hak prerogatif presiden. Namun, di sisi lain, masyarakat sipil berhak menyampaikan seluruh aspirasi dalam berbagai bentuk dan ekspresinya.
Masyarakat sipil mempunyai hak untuk menyampaikan penolakan dalam berbagai bentuk dan ekspresi. Kita lihat saja nanti perkembangannya, ujar Tantowi di Ruang Rapat Komisi I DPR, Kompleks Parlemen, Senayan. Dia menyampaikan, pihaknya di Komisi I DPR bisa menyampaikan keberatan masyarakat terhadap pencalonan Sutiyoso ketika proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Kepala BIN berlangsung. (Sumber HU Indo pos)