Beberapa waktu belakangan, TNI AD terus gencar menggalakkan program teritorial terbarunya, yaitu “TNI AD Manunggal Air”. Sebuah program yang dilatarbelakangi kepedulian dan keprihatinan prajurit Kartika Eka Paksi atas fenomena kelangkaan air yang menjadi isu dan permasalahan global di banyak negara, termasuk di Indonesia. NTT, NTB, dan Bali adalah beberapa wilayah Kodam IX/Udayana yang beruntung menjadi pilot project dari program yang bertujuan meningkatkan taraf hidup, ekonomi serta kesejahteraan masyarakat pedesaan ini. Hydraulic Ram Pump/pompa hidram dan sumur bor menjadi senjata TNI AD untuk menghadirkan air bersih guna memenuhi kebutuhan air minum, sanitasi, serta pertanian masyarakat di sana.
Program TNI AD Manunggal Air di wilayah Tabanan, Bali, dilaksanakan oleh Kodim 1619/Tabanan. Hingga kini, personel Kodim telah membangun tujuh buah pompa hidram untuk warga Tabanan. Lima pompa hidram untuk pemenuhan kebutuhan air minum dibangun di Desa Kediri, Timpag Kerambitan, Pujungan Pupuan, serta di Biaung dan Sunantaya Penebel. Sementara dua pompa lainnya dibangun untuk mengairi pertanian warga di Tangguntiti satu dan dua.
Dandim 1619/Tabanan, Letkol Inf Ferry Adianto, S.I.P. mengatakan, untuk wilayah Tabanan permasalahannya bukan pada ketersediaan sumber air, melainkan pada letak geografis sumber air yang sulit dijangkau warga. Di Kecamatan Kediri misalnya, warga harus berjalan kaki menuruni puluhan anak tangga sambil memanggul dirigen atau galon air menuju kolam dan pancuran air yang lokasinya jauh di bawah desa mereka. Alternatif lain, warga juga bisa menggunakan sepeda motor menuruni jalan cor yang tak seberapa lebar dengan kemiringan yang curam. Menurut Dandim, di musim hujan kondisi jalan dan tangga yang licin, serta banyak ditumbuhi lumut, menjadi tantangan tersendiri bagi warga Kediri. Tak heran jika banyak warga mengalami kecelakaan, baik terpeleset hingga jatuh dari motor saat menjalani rutinitas mengambil air untuk kebutuhan mereka sehari-hari.
“Air disini PH nya bagus seperti air mineral, jadi bisa langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu. Tapi ya itu, susah naik ke atas (sampai ke desa). Namun setelah adanya pompa hidram ini, air dapat dialirkan ke bak penampungan di atas. Sehingga khususnya orang yang sudah sepuh atau yang tidak ada kemampuan membawa dari bawah ke atas, mereka sangat terbantu. Bahkan saya dengar warga dari desa lain juga banyak yang datang ke bak penampungan itu untuk mengisi air,” ujar Dandim seraya berkata bahwa pengembangan selanjutnya diserahkan kepada pihak desa atau warga setempat.
Lebih lanjut, Dandim mengurai tentang proses pembangunan pompa hidram. Menurutnya diawali dengan permintaan/keluhan masyarakat yang disampaikan kepada Babinsa, kemudian dilaporkan secara berjenjang. Selanjutnya, setelah persetujuan turun dari komando atas, pihak Kodim mengecek debit sumber air yang ada, apakah memenuhi syarat untuk dipasang pompa hidram. Perencanaan, sosialisasi hingga tahap pengerjaan pompa hidram dilakukan secara bergotong royong dengan perangkat desa dan masyarakat selama tiga bulan penuh. Menurut Letkol Ferry, hal inilah yang memicu apresiasi masyarakat yang begitu baik kepada prajurit Kodim Tabanan, Kodam IX/Udayana, hingga TNI AD pada umumnya.
“Karena kegiatan ini sifatnya bottom up, Astungkare (Alhamdulillah), masyarakat mendukung. Mereka terlibat dalam pembangunan, ada juga yang membawa logistik, ransum, dan menyediakan makanan ringan selama pelaksanaan kegiatan. Kami sangat bangga, program nasional TNI AD Manunggal Air yang diluncurkan Bapak Kasad ini bisa bermanfaat untuk mendekatkan prajurit TNI AD dengan komponen bangsa lainnya di Tabanan,” terangnya, seraya berharap masyarakat bisa mandiri memelihara pompa hidram, usai fase pendampingan selama setahun oleh Babinsa.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Ida Bagus Ketut Arsana, Bendesa Adat Desa Kediri. Ia menyatakan masyarakat setempat merasa bersyukur dan berterima kasih kepada TNI AD karena telah membangun pompa hidram di desa mereka. Menurutnya, kini warga lebih leluasa mengakses air bersih. Dimana sebelumnya mereka harus berjuang naik turun puluhan tangga, yang membuat tubuh mereka banjir peluh, demi menyediakan air minum untuk keluarga. Sebuah fenomena yang mungkin tak terbayangkan bagi mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan umumnya.
“Sebelum ada bantuan dari TNI AD, masyarakat kita dari atas mencari air ke bawah. Kadang kecapekan memikul, keringetan semua badan. Belum lagi kalau hujan, licin, banyak yang jatuh,” kenangnya menceritakan beratnya perjuangan 1.200 kepala keluarga yang tinggal di sekitar sumber air, sebelum dibangunnya pompa hidram.
Perbekel (Kepala Desa) Kediri, I Nyoman Poli, mengatakan bahwa para perangkat desa telah berembuk terkait pengembangan ke depan yang bisa memaksimalkan pemanfaatan pompa hidram. Mulai dari rencana pipanisasi dari bak penampungan ke rumah-rumah warga, hingga pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai pengelola pemeliharaan pompa hidram, sudah mulai dibicarakan.
“Kami selaku desa adat siap memelihara pompa bantuan TNI AD. Kami punya ide memasang plat (pengumuman) ber punia (sedekah). Setiap mengambil air, punia dua ribu rupiah, satu galon itu. Tiang (saya) mencari kesadaran masyarakat. Apakah mereka sadar dengan adanya bantuan ini, dia diringankan, digampangkan, tidak keluar keringat lagi cari air ke bawah. Ya… naruh uang dua ribu rupiah,” tandasnya, seraya menyebut uang tersebut akan digunakan untuk membayar biaya pemeliharaan pompa hidram apabila ada penggantian pipa dan lain sebagainya. (Medtak Dispenad)