Skip to main content
Artikel

Implementasi Peran TNI dalam Mitigasi Bencana Guna Mendukung Terwujudnya Kewaspadaan Nasional

Dibaca: 2830 Oleh 03 Jan 2019Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

“Wonderful Indonesia”

Itulah kalimat yang dipromosikan oleh Kementerian Budaya dan Pariwisata Indonesia dalam mempromosikan keindahan alam dan kemajemukan yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia.

Negara kepulauan terbesar di dunia dengan memiliki 17,508 pulau yang terbentang di antara Benua Asia dan Australia serta Lautan Hindia dan Pasifik. Dengan kondisi geografis yang dimiliki, membuat Bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan beraneka ragam. Namun disisi lainnya Nusantara ini memiliki 129 gunung berapi aktif, yang sering disebut ring of  fire serta terletak di pertemuan lempengan tektonik aktif dunia, Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada periode tahun 1600 s.d 2000 telah terjadi 105 kejadian tsunami di Indonesia, 90 persen diantaranya disebabkan gempa tektonik dan 10 persen dikarenakan gunung berapi.

Oleh karena itu, jika memperhatikan sejarah yang telah dialami oleh Bangsa Indonesia khususnya dalam menghadapi bencana alam, tentunya masyarakat yang menetap di daerah rawan bencana telah memiliki tingkat kewaspadaan yang cukup tinggi dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana. Akan tetapi, dengan bencana alam yang telah terjadi beberapa tahun ini seolah-olah menunjukkan masyarakat tidak memiliki kemampuan adaptif dengan perubahan tanda-tanda alam yang terjadi sehingga kerusakan total dan korban nyawa yang tinggi tidak dapat dihindari.

Masyarakat Indonesia secara umum, tidak hanya mereka yang memutuskan untuk menetap di sekitar wilayah rawan bencana, harus betul-betul memahami mitigasi bencana yang merupakan tahap awal dalam penanggulangan bencana. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan dalam mengembangkan kemampuan adaptif masyarakat dalam mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya bencana akan mengurangi secara signifikan efek negatif yang ditimbulkan dari bencana tersebut. Beberapa tantangan yang harus diharus dihadapi untuk mewujudkan tingkat kewaspadaan masyarakat dalam menyikapi kondisi alam terkait dengan bencana adalah perlu adanya perubahan pola pandang bahwa bencana adalah aktifitas alamiah dari pengaruh lingkungan sekitarnya.

waspada2

Selanjutnya perlu adanya sebuah sistem peringatan dini (early warning system) yang dapat diandalkan tentang adanya perubahan-perubahan aktifitas alam yang mengarah kemungkinan terjadinya bencana. Sistem ini tentunya akan men-trigger kewaspadaan masyarakat untuk bertindak sesuai prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi efek negatif jika bencana tersebut benar terjadi. Ditinjau dari kondisi saat ini, upaya-upaya untuk mengatasi tantangan tersebut masih terkendala dengan beberapa aspek diantaranya; pemahaman aparatur pemerintah dan masyarakat tentang bencana masih perlu ditingkatkan, sinergi implementasi mitigasi bencana antar stake holders masih perlu dimaksimalkan dan pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan khususnya yang terkait penanggulangan bencana masih perlu untuk dioptimalkan.

Bangsa Indonesia harus benar-benar mengerti dan memahami bahwa dengan kondisi geografis yang dimiliki, tidak hanya kekayaan alam yang diperoleh namun juga konsekuensi harus memiliki kemampuan adaptif terhadap tanda-tanda alam pada saat menunjukkan aktifitas alamiahnya. Pengetahuan aparatur pemerintah dengan didukung oleh masyarakat yang mengerti tentang konsekuensi bencana yang harus dihadapi, tentunya akan mewujudkan kesadaran dan kewaspadaan bersama untuk menghindari terjadinya kerusakan total dan korban nyawa jika bencana terjadi. Mitigasi adalah sebuah langkah awal dalam penanggulangan bencana, seperti yang tertulis dalam UU No.24/2007 tentang penanggulangan bencana, mitigasi bencana didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana.

Oleh karena itu sinergitas antar stake holders terkait dengan penanggulangan bencana sangat penting untuk mendukung dalam mewujudkan sebuah sistem peringatan dini (early warning system) dan prosedur tetap yang dipahami oleh masyarkat seluruhnya yang menetap di sekitar daerah rawan bencana. Sistem dan prosedur yang efektif, efisien serta dapat diandalkan akan sulit diwujudkan tanpa adanya kerja sama yang erat antar kementrian, lembaga masyarakat dan instansi-instansi pemerintah lainnya, termasuk TNI dimana salah satu tugas pokoknya dalam Operasi Militer Selain perang (OMSP) adalah membantu dalam menanggulangi bencana alam (UU No 34/2004, pasal 7 (2)). Selanjutnya, pelaksanaan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang penanggulangan bencana akan memberikan dasar hukum bagi para stake holders untuk bekerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab serta kewenangan sehingga segala upaya yang akan dilaksanakan dapat berjalan dan memberikan hasil yang optimal.

Tulisan ini akan menggunakan metode deduktif analisis dengan memberikan dan menguraikan data-data serta informasi yang ada untuk dapat menjawab pokok bahasan yaitu Implementasi Mitigasi Bencana Dalam Rangka Mendukung Terwujudnya Kewaspadaan Nasional. Dengan latar belakang yang disampaikan sebelumnya, diiharapkan dengan mengaplikasikan mitigasi bencana secara optimal, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mendukung terwujudnya stabilitas keamanan. Penulisan ini akan dibatasi bagaimana khususnya peran TNI dalam mendukung implementasi mitigasi Bencana secara optimal sehingga dapat memberikan gambaran tentang upaya-upaya nyata yang dapat dilaksanakan. Selanjutnya dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan kepada pimpinan dalam rangka menentukan kebijakan-kebijakan ditingkat operasional dan taktis dalam rangka implementasi mitigasi bencana secara maksimal.

Baca juga:  Jalan Tembus Menuju Impian Warga Desa Bukit Baling

Memahami Realitas Alam

Masyarakat Indonesia seharusnya tidak selalu melihat bahwa manusia sebagai korban, namun juga harus menyadari bahwa apa yang sering disebut bencana alam adalah sebuah realitas alam diamana peristiwa-peristiwa tersebut merupakan aktifitas alamiah yang dipengaruhi sekitar. Maka pertanyaan yang tepat yaitu mengapa manusia harus berada di jalur-jalur dimana alam melakukan aktifitas alamiahnya (seperti dijalur gunung api, gempa, tsunami, banjir dan lain-lain).

Mengapa manusia tidak menyiasati hidupnya sehingga aman terhadap resiko bencana, kecuali kalau memang tidak ada pilihan lokasi/tempat tinggal yang lain. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk selalu menjaga alam dan lingkungan harus senantiasa dipelihara sehingga akan sangat mengurangi aktifitas alamiah yang bersifat negatif dan dapat merugikan masyarakat sendiri serta memahami kearifan lokal yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat khususnya yang memutuskan untuk menetap di sekitar daerah rawan bencana. Mari kita ingat-ingat kembali beberapa peristiwa bencana alam yang telah terjadi di Indonesia seperti: gempa di Aceh yang di ikuti oleh tsunami dengan berkekuatan 9,3 SR pada tahun 2004 yang  tidak akan pernah terlupakan dalam sejarah Indonesia bahkan dunia.

Bencana alam yang telah membunuh lebih dari 250.000 jiwa dan membawa kehancuran total terhadap wilayah Aceh yang dirasakan akibatnya sampai saat ini. Sejarah kelam bencana alam ini tidak pernah lepas dari kehidupan kita, dan bahkan masih segar dalam ingatan kita , peristiwa gempa bumi berkekuatan 7,4 SR diikuti dengan tsunami yang melanda pantai barat  Pulau Sulawesi, yaitu Kota Palu, Dongala dan sekitarnya  pada tanggal 28 September 2018. Membunuh lebih dari 1.400 jiwa serta meluluh lantakkan kota Palu dan Dongala. Sebulan sebelumnya juga gempa berkuatan 7 pada Skala Richter (SR) mengguncang Lombok pada tanggal 19 Agustus 2018 setelah sebelumnya dua gempa berkekuatan 6,5 dan 5,4 SR, melanda wilayah yang masih berupaya menanggulangi akibat gempa pada akhir Juli dan awal Agustus 2018. Korban meninggal akibat rentetan gempa lebih dari 460 orang dan lebih dari 350.000 orang mengungsi.

Ini adalah fakta-fakta dimana masyarakat Indonesia belum memahami betul konsekuensi negatif posisi geografis yang dimiliki Indonesia dan juga kesadaran masyarakat masih sangat rendah untuk senantiasa menjaga dan melindungi ekosistem agar alam dapat beraktifitas alamiah secara seimbang. Tanah longsor dan banjir tidak lain akibat dari hutan-hutan gundul, pembuangan sampah di sungai-sungai dan pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan lingkungan. Tingginya korban jiwa dan kehancuran total akibat gunung meletus dan tsunami akibat tidak adanya sistem pencegahan dini dan kurang waspadanya masyarakat terhadap perubahan tanda-tanda alam yang tidak dipahami oleh masyarakat.

Bencana alam kita ketahui memang tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun upaya yang sungguh-sungguh dari semua elemen terkait dapat dipastikan dampak negatif dari bencana alam dapat ditekan serendah mungkin. Ada ungkapan yang sangat mengesankan, yaitu ajakan Wakil Gubenur NTT pada saat pembukaan suatu acara untuk mengembangkan konsep penanganan bencana berbasis masyarakat. Gagasan ini dapat dikatakan sangat visioner, sehingga perlu didukung oleh berbagai pihak bekerja sama bahu-membahu guna meralisasikan pemikiran tersebut. Disinilah peran TNI untuk melengkapi pengetahuan dan kemampuan prajurit dalam penanggulangan bencana alam dengan bekerja sama dengan Instansi Pemerintah lainnya seperti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) dan Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD). Selanjutnya dengan dengan hasil kerjasama yang diperoleh tersebut, TNI dengan satuan-satuan teritorial (Kodim dan Koramil) dan satuan-satuan setingkat Brigade dan Batalyon yang memiliki kemampuan pembinaan teritorial terbatas dapat mensosialisasikan sampai ke daerah-daerah pelosok seluruh Indonesia khususnya yang telah terpetakan oleh BAKOSURTANAL daerah-daerah yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana alam.

Para Babinsa dan personel TNI lainnya melaksanakan salah satu tugas pokoknya dalam OMSP, membantu penanggulangan bencana dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga ekosistem lingkungannya dan juga mendorong masyarakat untuk memahami perubahan-perubahan alam yang terjadi terkait aktivitas alamiahnya. Selain itu juga para personel TNI dengan dasar pegetahuan yang dimiliki dari hasil kerjasama dengan BPBD dapat mendorong masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaannya terhadap tanda-tanda alamiah dan memiliki kemampuan adaptif sebelum terjadinya bencana. Tiap-tiap Instansi Pemerintah harus betul-betul memahami tugas dan tanggung jawab serta batas kewenangan dan kemampuannya sehingga dapat bekerja sama dalam mengimplementasikan mitigasi bencana.

Peran TNI Dalam Bencana Alam

Peran TNI dalam memberikan bantuan dalam penanggulangan bencana telah diatur dalam UU No 34 tahun 2004 di mana dalam melaksanakan salah satu tugas pokoknya bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan salah satunya karena bencana alam.

Baca juga:  Kemanunggal TNI dan Rakyat Nyata di Sukabumi

Seiring dengan perkembangan situasi yang terjadi akibat bencana Pemerintah kembali menerbitkan UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Undang-undang ini diundangkan sebagai salah satu cara untuk mengatasi kelemahan koordinasi antar sektor dan menyediakan landasan hukum yang kuat dalam penanganan masalah bencana, yang dalam aplikasinya diharapkan bisa terwujud penanganan bencana yang sistematis, terpadu dan terkoordinasi. Dimana salah satunya adalah mengatur tentang mitigasi bencana yang merupakan langkah awal penanggulangan bencana untuk mengurangi dampak negatif bencana dengan beberapa upaya seperti: membuat peta rawan bencana, penghijauan hutan dan penanaman pohon bakau, pembangunan bangunan tahan gempa dan memberikan penyuluhan guna meningkatkan kesadaran masyarakat.

Selanjutnya Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden No 8 Tahun 2008 tentang pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ditindak lanjuti lagi dengan Permendagri No 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD. Dengan demikian terjadi perubahan paradigma dari penanggulangan bencana menjadi pencegahan akibat bencana yang dinilai lebih efektif dalam meminimalisir dampak negatif bencana. Oleh karena itu, ditinjau dari struktur organisasi, kemampuan dan disokasi satuan-satuannya, TNI memiliki peran yang sangat penting dalam mensosialisasikan dan mendorong implentasi mitigasi bencana oleh masyarakat.

Pelaksanaan Mitigasi yaitu sesuatu cara bagaimana mengurangi dari dampak bencana yang ada, data yang ada sejak dikeluarkannya UU RI tentang Penanggulangan Bencana nomor 24 tahun 2007 dan dilanjutkan dengan Peraturan Menteri dijelaskan bahwa segera membentuk suatu badan yaitu BNPB  (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk pusat dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk provinsi dan kabupaten tapi kenyataannya sudah hampir 2 tahun dari pembuatannya tidak ada pelaksanaan pembuatan organisasi yang dibuat sedangkan pada saat pra bencana ini butuh persiapan dalam hal bagaimana cara penanggulangan bencana terutama mitigasi yang harus dilakukan. Disinilah peran TNI dalam hal mitigasi yaitu memanfaatkan TMMD untuk mengerahkan prajuritnya terutama kowil dan non kowil untuk memasukkan perannya dalam mitigasi yaitu melaksanakan komunikasi sosial dan bekerjasama dengan Badan Dinas Sosial untuk memberikan arahan kepada masyarakat bagaimana cara dalam mengurangi dampak bencana seperti melakukan reboisasi dalam penanaman kembali hutan yang gundul, pembersihan juga dapat dilakukan seperti melaksanakan bhakti TNI dan jumat bersih itu juga membantu dalam hal penanggulang bencana alam.

Semua itu dilaksanakan dengan adanya peran TNI yang bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk melaksanakan mitigasi bencana. Selanjutnya bagian yang signifikan dalam mitigasi adalah memiliki early warning system yang dapat diandalkan. Pelaksanaan pendeteksian dini tersebut membutuhkan adanya kerja sama antara pemerintah daerah dan TNI dimana dalam menentukan pendeteksian dini dibutuhkan PVMBG (Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) untuk memantau dimana dampak kemungkinan bencana alam yang terjadi ini bisa kita lihat seperti kejadian meletusnya Gunung Merapi di Jawa Tengah bagaimana peran PVMBG untuk menentukan status dari gunung berapi baik kapan waktunya Awas, Siaga, Waspada maupun Normal hal tersebut terlaksana dengan baik. Dari pemerintah daerah yang melaksanakan tersebut perlu adanya peran TNI yaitu dengan alat komunikasi yang ada dan alat transportasi maka TNI dapat melakukan gerakan dengan cepat untuk menginformasikan dan mendorong angkutan dalam menginformasikan segala informasi dari PVMBG dan dengan adanya babinsa didaerah-daerah maka Babinsa tersebut dapat dengan cepat memberikan arahan kepada aparat desa untuk melakukan apa yang akan terjadi. Hal ini tidak luput dari kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dan TNI.

Dalam pelaksanaan menggunakan komunikasi dan angkutan maka dibutuhkan dana terutama BBM dan alat komunikasi inilah peran pemda yang sudah tertuang dalam Undang-Undang RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam bahwa dalam melaksanakan kegiatan penanggulanganbencana alam maka peran pemda untuk membantu dalam hal anggaran yang diatur dalam anggaran pemerintah daerah. Mewujudkan peran TNI dalam mitigasi bencana saat ini masih terdapat beberapa kendala dalam mengatasi tantangan yang ada yaitu: dimana masih belum meratanya pengetahuan para prajurit TNI tentang bencana dan mitigasi itu sendiri.

Oleh karena itu pemberian penyuluhan-penyuluhan oleh para Babinsa tentang mitigasi bencana masih belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Selanjutnya, masih perlu adanya sinkronisasi program kerja antara BPBD dengan aparatur teritorial TNI sehingga dapat mewujidkan kerjasama dalam memberikan pengetahuan dan kemampuan tentang mitigasi bencana kepada para Babinsa. BNPB bersama BPBD memang merupakan leading sector dalam implementasi bencana, namun dengan situasi dan kondisi saat ini sangat sulit mereka untuk menjangkau seluruh lapisan masyaraat khususnya yang menetap di daerah-daerah rawan bencana, oleh karena TNI lah yang memungkinkan untuk menjangkaunya.

Baca juga:  Perlunya Paradigma Baru Dalam Menanggulangi Perkembangan Ancaman Terhadap Keselamatan dan Kelangsungan Hidup Bangsa dan Negara

Untuk terwujudnya sinkronisasi program kerja maka diperlukan dasar hukum antara kedua instansi untuk meningkatkan kerja sama ini namun masih ditemukan indikasi bahwa peraturan perundang-undangan baik di Pusat maupun Daerah yang berkaitan dengan upaya penanggulangan bencana masih menunjukan gejala tumpang tindih, konflik, inkonsistensi dan multitafsir serta masih banyak peraturan perundang-undangan yang tidak sensitif terhadap upaya penanggulangan bencana (Bayu Dwi Anggoro, Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penanggulangan Bencana, Mimbar Hukum Volume 22, nomor 2, Juni 2010). Upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mewujudkan implementasi peran TNI dalam mitigasi bencana adalah diantaranya: mengadakan latihan  posko bersama dengan BPBD, tidak hanya pada tahap tanggap darurat namun lebih menitikberatkan pada tahap Pra-bencana mulai dari pemetaan daerah-daerah rawan bencana, tindakan-tindakan preventif bencana sampai dengan pemahaman tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan kemungkinan terjadinya bencana.

Penyelenggaraan latihan bersama ini secara tidak langsung akan membuka dan menjelaskan tugas dan tanggung jawab stake holders terkait penanggulangan bencana khususnya pada tahap Pra-bencana, sehingga sinkronisasi dapat terwujud. Selanjutnya, dengan sinkronisasi yang telah terjadi maka perlu untuk mengatasi beberapa kendala di tingkat peraturan dan perundang-undangan di tingkat nasional dan ini tentu saja membutuhkan waktu yang cukup lama.

Oleh karena itu dapat disusun sebuah Protap (Prosedur Tetap) ditingkat operasional dan taktis dan disetujui oleh instansi daerah terkait dalam rangka implementasi bencana dalam membangun kewaspadaan masyarakat. Prosedur tetap itu disusun dengan menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat di daerah-daerah. Pada tahap ini fungsi TNI memiliki peranan penting terkait dengan dengan tugas dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan pembinaan teritorial dan menjalin komunikasi sosial. Optimalisasi pelaksanaan TMMD untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat dan melaksanakan latihan dalam mengaplikasikan prosedur tetap yang telah dijelaskan dalam sebuah simulasi. Hal ini tentunya akan meberikan gambaran langsung dan nyata kepada masyarakat bagaimana harus bertindak dalam menyikapi kemungkinan bencana yang akan terjadi. Menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan karena mereka telah memahaminya dikaitkan dengan kondisi geografis di lingkungannya serta meningkatkan kewaspadaan dirinya dalam menyikapi perubahan-perubahan alam yang terjadi dan tindakan yang harus dilaksanakan untuk langkah-langkah antisipasi.

Optimalisasi Mitigasi Bencana

Dengan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi mitigasi bencana masih perlu untuk dioptimalkan karena dengan peristiwa-peristiwa bencana yang telah terjadi masih menunjukkan tingkat korban jiwa tingi dan kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh bencana cukup parah. Pemahaman tentang bencana masih perlu untuk ditingkatkan dan sinkronisasi stake holders terkait penanggulangan bencana masih perlu optimalisasi dengan didasari landasan hukum mewadahi kerja sama tersebut.

Implementasi mitigasi bencana adalah tanggung jawab semua lapisan masyarakat dan khususnya TNI sebagai salah satu instansi pemerintah yang memiliki struktur organisasi dan kemampuan yang dapat mendukung terwujudnya hal tersebut. Dengan tugas dan tanggung jawab serta kemampuannya TNI memiliki peran yang sangat penting dalam mensosialisasikan mitigasi bencana menjangkau sampai seluruh lapisan masyarakat guna mendukung terwujudnya kewaspadaan Nasional. Mengingat pentingnya peran TNI tersebut maka disarankan untuk membekali prajurit tentang peran TNI dalam mitigasi bencana pada pendidikan pembentukan sesuai dengan kapsitas yang nantinya akan dilaksanakan pada saat menjadir prajurit aktif. Menyusun program kerja di tingkat Brigade dan Kodim bersama dengan stake holders terkait penanggulangan bencana untuk melaksanakan latihan bersama khususnya pada tahap Pra-Bencana sampai awal tahap Tanggap Darurat. Mengajukan anggaran kepada Pemerintah untuk menambahkan anggaran kepada TNI dalam pelaksanaan tugas pokoknya khususnya Operasi Militer Selain Perang terkait membantu Pemerintah dalam penanggulangan bencana. (Dispenad/Yudhagama)

 

BIODATA PENULIS

waspada3

Letkol Inf Risa WP Setyawan, B.S., M.Han. (Dispenad) merupakan lulusan Sepa PK tahun 2002 dan saat ini bertugas di Dispenad sebagai Kabaglisstraum Subdislisstra.

Mulai mengawali karir di Pussenif sebagai Pama (2002), Pama Kostrad (2002), Danton III/C/501/18/2 Kostrad (2003), Danton I/C/501/18/2 Kostrad, Kaurdal Tuud Sopsad (2006), Kaur Lator Spaban II/Binlat Sopsad (2009), Dankipan A/502/18/2 Kostrad (2010),

Pasi-2 Ops/50218/2 Kostrad (2011), Dankima 502/18/2 Kostrad (2013), Kasi Anev bagops PMPP TNI (2013), Kasi Pullahta Baginfotek PMPP TNI (2014), Kasi Kersin Bagkersin PMPP TNI (2016), Kasi Sarpras dan Waslat Rindam IM (2017) dan Kabalisstraum Subdislisstra Dispenad.

Pendidikan pengembangan umum yang pernah diikuti Vermont Military College, USA (2001), Sussarcabif (2002), Diklapa II Inf (2013) dan Dikreg Seskoad (2017). Sedangkan

pendidikan pengembangan spesialis Combat Intel (2002), Diksar Para (2004) dan Suspa Binsat If (2010).

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel