
Komisi I DPR menyetujui Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai panglima TNI pada hari Rabu tanggal 1 Juli 2015 . Keputusan ini akan diserahkan kepada Badan Musyawarah dan kemudian dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai keputusan resmi DPR.
Dalam uji kepatutan dan kelayakan sesi pertama, Gatot menegaskan komitmennya membangun kekuatan Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU) secara serentak dan sesegera mungkin. Langkah tersebut bertujuan agar TNI mampu mengontrol, mengawal, dan menjaga nusantara. Menurut dia, pentingnya membangun kekuatan kedua angkatan itu disebabkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di daerah ekuator.
Apalagi, Indonesia memiliki garis pantai kedua terpanjang didunia, yaitu 95.181 kilometer dan luas laut mencapai 5,8 jutakilometer persegi. Adanya pangkalan militer lain di sekitar kawasan laut Indonesia juga harus diwaspadai,kata Gatot. Gatot merujuk pada pangkalan militer Cina di Laut Cina Selatan dan pangkalan militer Amerika Serikat di Darwin, Australia. Pangkalan-pangkalan itu, menurut dia, jadi bukti kedua negara mulai melirik Indonesia yang dikenal kaya akan sumber daya alam.
Jadi, tidak ada alternatif lain kecuali fokus membangun kekuatan AU dan AL agar Indonesia memiliki keunggulan di laut dan udara. Gatot menambahkan, sisa cadangan energi yang terus menurun membuat semua negara bergantung pada energi pengganti. Saat ini, lebih dari 70 persen konflik berlatar belakang perebutan energi fosil. Pada masa yang akan datang, lanjutnya, konflik akan bergeser pada perebutan energi hayati, pangan, dan air. Indonesia mesti siap menghadapi ancaman luar karena memiliki ketiga energi itu.
Jika terpilih, Kepala Staf AD ini berjanji mewujudkan cita-cita Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Gatot menambahkan, selama ini ada pandangan bahwa pembangunan angkatan bersenjata dilakukan setelah ekonomi kuat. Ia meluruskan pandangan tersebut. Ia mengklaim, kekuatan angkatan bersenjata diperlukan meskipun keadaan ekonomi lemah.
Dengan angkatan bersenjata yang tangguh, Gatot menilai, roda ekonomi bisa berjalan sebab angkatan bersenjata membantu mengatasi hambatan. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan anggaran besar untuk angkatan bersenjata perlu segera dipenuhi.
Perihal memodernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), Gatot menjelaskan hal ini dilakukan dengan pembelian alutsista baru dan optimalisasi alutsista yang ada. Ia pun menyebut modernisasi akan tergantung pada kompleksitas ancaman yang akan dihadapi dan menyesuaikan dengan asumsi kekuatan ideal dunia. Ia menilai, ini sesuai komitmen pemerintah yang akan menaikkan anggaran militer mencapai 1,5 persen dari PDB.
Gatot juga berjanji akan mengutamakan industri pertahanan nasional. Hal tersebut demi kemandirian industri dalam negeri. Pembelian alutsista dari luar negeri, lanjutnya, hanya akan dilakukan jika industri dalam negeri tidak mampu memproduksi. Pembelian itu juga harus mengisyaratkan transfer teknologi dan pengetahuan. Modernisasi, jelas Gatot, selalu mengacu pada doktrin. Oleh karena itu, pembenahan doktrin prajurit perlu dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga validitas dan relevansi doktrin.
Untuk peningkatan pembinaan satuan dilakukan salah satunya dengan meningkatkan kemampuan dasar prajurit yang meliputi kemampuan mahir menembak, kemampuan bela diri militer, dan pengoperasian teknologi.
Anggota Komisi I DPR Supiadin Aries Saputra mendukung adanya penambahan alutsista, tetapi ingin hal itu dilakukan menyeluruh. Politikus Nasdem ini mengatakan, selama ini fokus utama pemerintah untuk meregenerasi alutsista hanya di darat. Padahal, paling vital untuk ditingkatkan adalah alutsista udara dan laut. Ia menyarankan agar audit pertama kali dilakukan pada alutsista udara. Hal itu bisa dimulai dengan melakukan klasifikasi tingkat kelayakan armada militer milik AU, dari yang layak sampai dengan yang paling tak layak.
Dia menduga, kebanyakan pesawat tempur dan pesawat pengangkut milik AU, sudah waktunya pensiun. Kebanyakan pesawat pengangkut kita (AU) itu sudah tua. Sudah nggak layak lagi. Pesawat tempur kita juga banyak yang gak bisa maksimal, ujar Supiadin. (Sumber: HU Republika)