
TNI AD – Pangkep. Haikal Anak seorang kuli bangunan, di Kampung Padoang doangan, Kelurahan Padoang doangan, Kecamatan Pangkajene, Kabupaten Pangkep, mampu melewati masa seleksi yang ketat dan akhirnya lulus menjadi Prajurit TNI AD. Saat ini Haikal dalam masa pendidikan di sekolah Calon Tamtama (Secata- A) Malino, Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Tengah.
Haikal merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Muh Arsyad (64) dan Saharia (51). Dimana keseharian sang Ayah awalnya bekerja sebagai tukang becak dan beralih ke kuli bangunan. Ibu kandungnya kesehariannya mengajarkan anak-anak mengaji di Kampung itu. Namun, saat ini sang Ayah tidak mampu lagi mencari nafkah dikarenakan kondisinya yang rentan tua dan sakit sakitan. Apalagi kaki sebelah kanannya mengecil.
Perjuangan Haikal sendiri untuk menggapai cita-citanya itu terbilang keras dengan keterbatasan ekonomi. Dimana, untuk makan sehari-hari saja kadang orang tuanya harus memaksakan diri untuk bekerja dan Haikal sendiri harus pula membantu orang tuanya mencari nafkah dengan ikut bekerja kuli bangunan dan membagi waktu dan konsentrasinya dalam proses tes saat itu.
Dengan tetesan air mata bercucuran, sang ayah dan ibu kandung Haikal menceritakan dengan dialek bahasa daerah (Makassar) bahwa proses mendaftarnya Haikal di Sub panda Makassar. Haikal sendiri anak bungsu dari tiga bersaudara dan sudah mendaftar TNI sebanyak 4 kali.
“Haikal itu anak bungsu kami, dia satu satunya anak kami yang menyelesaikan sekolah ke tingkat SMA. setelah tamat sekolah di tahun 2015 lalu, dia membantu saya mencari nafkah jadi kuli bangunan juga,” tuturnya.
“Dia juga sampaikan keinginannya untuk jadi tentara. Namun, saya bilang kita tidak punya apa-apa, tapi tekadnya yang besar dia terus menabung menyisihkan sedikit demi sedikit uang yang diperoleh. Bahkan upah yang didapat tidak pernah dia belikan apa-apa, dia kasih kami sedikit, sisa gajinya ditabung sendiri,” katanya, saat ditemui di rumahnya, Selasa (29/8/2017).
Lanjutnya, saat Haikal mendaftar di Makassar dengan modal bensin Rp. 10 ribu tiap harinya pulang pergi dengan memakai motor kakaknya. Terkadang, Ia sampai ke rumah dengan perut kosong lantaran Ia harus mengirit biaya. Ia sama sekali sosok anak yang tidak ingin membebani orang tua dan taat beribadah.
Dengan tabungan yang ada selama ini dan dibantu oleh kakaknya yang juga pekerja kuli bangunan dan bantuan pinjaman dari tetangga akhirnya biaya pendaftaran pun saat lulus dapat teratasi. “Allah itu Maha Adil, Allah tidak akan menguji hambanya di luar kemampuan kita. Ini yang saya tanamkan ke pada Haikal,” ujarnya.
Sementara itu, saat sang ibu menceritakan ketika Ia harus naik ke Makassar menghadiri kelulusan putranya, Ia harus meminta kepada kedua kakak Haikal untuk iuran biaya transportasi. Saat ini pula kondisi rumah orang tua Haikal, aliran listriknya pun masih numpang di rumah tetangganya, karena tidak mampu memasang kilometer listrik, lantaran himpitan ekonomi.
“Tapi, saya syukuri usaha selama ini anak saya Haikal tidak sia-sia. Terkadang pulang kelaparan saat mendaftar. Tidak ada sama sekali uang, kita kasih untuk beli makanan waktu mendaftar. Dia sangat sabar, tidak pernah mengeluh,” ucapnya sambil menitihkan air mata.(Penrem 142/Tatag)