
Satu bukti konsistensi TNI menjaga soliditas seluruh elemen masyarakat berbangsa dan bernegara yakni dengan mempererat dan meningkatkan sinergitas bersama para Mubaligh se-Indonesia Timur di Hotel Wisata UIT, Makassar (29/10).
Hal tersebut sejalan dengan tugas pokok menjaga pertahanan tanah air yakni menjaga dan meningkatkan soliditas dengan semua unsur elemen bangsa untuk memerangi pengaruh bahaya radikalisme, komunisme maupun terorisme.
Sebagaimana yang dilakukan Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Agus Surya Bakti, ditengah kesibukan melaksanakan kegiatan menerima kunjungan kerja Menteri Pertahanan RI, menyempatkan diri memberikan materi dan berdialog bersama para Mubaligh-Mubaligh se-Indonesia Timur dalam acara Pelatihan Mubaligh-Mubalighah bertemakan Mewujudkan Islam yang Rahmatan lil’alamin Dengan Meneladani Rasulullah SAW.
Seminar yang dihadiri sekitar 120 peserta berasal dari beberapa daerah di Indonesia Bagian Timur seperti Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur melibatkan Santri dari TNI (Kodam VII/Wirabuana).
Hadir sebagai pemberi materi pada siang hari itu selain Pangdam VII/Wrb Mayjen TNI Agus Surya Bakti, ada Prof . Dr. Ir. H. Musbir, MSc., Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si. dan Drs. Aminuddin Syam, M. Kes.
Pangdam menyampaikan kegiatan ini sangat relevan dengan upaya menguasai kondisi Indonesia saat ini. Oleh karena itu apresiasi tinggi pantas disematkan terhadap panitia kegiatan. “Islam adalah agama yang cinta perdamaian, melarang kekerasan dan merupakan agama rahmatan lil’alamin, berkah untuk bangsa dengan mengedepankan toleransi sehingga kedaulatan dan keutuhan NKRI tetap terjaga,”lanjutnya.
“Era saat ini perang sudah bergeser dari penggunaan senjata berat seperti meriam, kavaleri, kapal perang, pesawat tempur dan sebagainya, menjadi perang yang meminimalkan alat perang,”tegas Pangdam.
Menurutnya, di era globalisasi, kondisi sumber daya alam yang merupakan energi utama dunia dapat menimbulkan konflik antar negara. Upaya dari negara tertentu untuk mengeksploitasi SDA negara lain guna menjadi penguasa dunia menimbulkan bahaya dan inkonsistensi kehidupan internasional kedepan.
“Perang proxy, begitu kondisi saat ini lebih dikenal menjadi perang pangan, air dan energi khususnya di sekitar garis equator. Perang dimana salah satu pihak menggunakan pihak ketiga atau kelompok lain untuk berperang melalui aspek lain. Dan hal tersebut sudah ada di Indonesia,”ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakan, memanfaatkan dunia maya dengan cara membentuk opini, disinformasi, provokasi, pengalihan isu, pembunuhan karakter dan penyebaran paham radikal merupakan ciri-ciri gerakan proxy war. “Pengaruh proxy mudah masuk dalam keluarga kita, terutama mengancam anak-anak melalui narkoba, aksi kekerasan/radikalisme dan lain-lain,”sambung Pangdam.
Dengan demikian perlu adanya upaya nyata untuk mencegahnya melalui pendidikan agama yang benar, yang mengajarkan cinta tanah air. Dalam perspektif Islam, bela negara memiliki pemahaman Islam sebagai agama yang damai dan penuh kasih sayang, mengajarkan keharusan berlaku adil dan lurus, toleran terhadap perbedaan, menekankan penyebaran semangat persaudaraan melalui ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah.
“Mubaligh memiliki peran memperkuat semangat keberagamaan, mempererat ikatan sosial umat beragama dan mencegah konflik yang mengatas namakan agama,”jelas Pangdam.
Bila hal tersebut terwujud maka Islam Rahmatan Lil’alamin dalam perspektif ke Indonesiaan benar-benar dirasakan bersama.
“Kemajemukan sebagai rahmat apabila dipandang sebagai kehendak Allah, masyarakat mampu memelihara tasamuh, mengembangkan prinsip wasathiyah, musyawarah yang santun serta tidak menganggap diri sendiri paling hebat,”pesan Pangdam.