Pengumpulan data dan bukti kepemilikan lahan di kawasan Urut Sewu, pesisir selatan Kabupaten Kebumen, oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berlanjut. Kedua belah pihak yang bersengketa, warga dan TNI Angkatan Darat, diminta menghargai proses verifikasi yang akan dilakukan Badan Pertanahan Nasional tersebut.
Gubernur Ganjar Pranowo, Sabtu, 12 September 2015, mengatakan pemerintah provinsi, juga Pemerintah Kabupaten Kebumen, memfasilitasi kedua belah pihak yang bersengketa untuk saling memberi bukti kepemilikan lahan. Sebagian data sudah terkumpul. Setelah seluruh data terkumpul, BPN akan memverifikasi kepemilikan lahan tersebut.
Konflik lahan antara petani dan TNI AD berlangsung sejak 2009. Tanah yang dimaksud selebar 500 meter dari garis pantai sepanjang 22,5 kilometer. TNI AD mengklaim kawasan itu merupakan wilayah pertahanan dan keamanan sehingga dijadikan areal latihan perang dan uji coba senjata. Petani juga mengklaim tanah itu milik mereka dengan bukti letter C dari desa.
Karena sengketa itu, ketegangan dan bentrokan antara TNI dan warga beberapa kali terjadi dan menyebabkan beberapa 1 orang terluka. Terakhir, pada 22 Agustus 2015, terjadi kekerasan oleh prajurit TNI AD kepada warga yang berunjuk rasa menolak pemagaran tanah tersebut.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Letnan Kolonel Zainul Bahar, Minggu 13 September 2015, mengatakan lahan yang disengketakan antara warga dan TNI seluas 1.150 hektar terdapat di Kecamatan Bulupesantren (500 ha), Kecamatan Ambal (300 ha), dan Kecamatan Mirit (350 ha).
Sejumlah desa di tiga kecamatan tersebut, yaitu Desa Mirit, Desa Petikusan, Desa Tlogo Depok, Desa Tlogo Pranogo, Desa Lembu, dan Desa Wiromartan, menurut Zainul, termasuk dalam kawasan latihan tembak atau uji coba senjata dan amunisi, sebagai tempat wisata musiman, serta lahan pertanian dan tambak udang.
Pembangunan pagar di tanah tersebut untuk menjaga keamanan warga. Hal ini untuk mengamankan aset negara karena sudah masuk dalam inventaris barang milik negara, dan mengamankan masyarakat jika ada latihan menembak, latihan uji senjata, khususnya kaliber besar yang membahayakan warga, katanya.
Saat ini, sekalipun status lahan dalam proses verifikasi, pembangunan pagar tetap dilanjutkan. Warga masih dapat beraktivitas seperti biasa Sedangkan bagi warga yang tanamannya rusak karena pemagaran, kata Zainul, akan mendapat ganti rugi Rp 5.000 per meter persegi.
TNI AD, kata Zainul, memiliki dokumen lengkap atas lahan tersebut Sejarah kepemilikan lahan oleh TNI di kawasan itu berawal dari penyerahan oleh tentara kerajaan Hindia Belanda (KNIL/Koninklijk Nederlands Indisch Leger) pada 25 Juli 1950. Pihaknya juga mengantongi surat penerangan dari Pusat Kavaleri tentang penggunaan Lapangan Tembak kepada Glondong Ambalresmi, pada 28 Maret 1957, serta Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1960 tentang Semua Rampasan Perang Dikuasai Negara dan Dibagi Sesuai Departemennya.
Semua bukti yang ada, kata Ganjar, akan diverifikasi termasuk bukti kepemilikan lahan yang dimiliki warga. Saya dan Panglima Kodam IV/Diponegoro berkomitmen menyelesaikan masalah ini dengan baik, kata Ganjar. Langkah ini, katanya, merupakan cara yang paling demokratis dan dapat mengakomodasi semua pihak.
Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Jaswandi mengatakan, pihaknya akan mengedepankan dialog untuk penyelesaian konflik tersebut.(Sumber: HU Kompas)