
Oleh TOPAN YUNIARTO
Jejak Pendapat Kompas
Indonesia masih tangguh menghadapi ancaman dan gangguan yang merongrong ketahanan nasional. Upaya negara menjaga keamanan, menciptakan kondisi politik dan ekonomi yang kondusif, serta meningkatkan kemampuan militer adalah langkah strategis memperkokoh benteng ketahanan nasional.
Secara umum publik menilai, ketahanan nasional dan stabilitas Indonesia saat ini dalam kondisi baik. Hal ini diungkapkan oleh lebih dari separuh responden (64,6 persen) jajak pendapat Kompas yang dilaksanakan pekan lalu. Demikian pula dengan stabilitas negara, sebanyak 57,5 persen responden mengakui kondisinya baik.
Apresiasi publik terhadap kedua kondisi ini mengindikasikan bahwa publik merasa situasi keamanan negara saat ini terjaga dengan baik. Rasa aman ini mengacu pada kepercayaan publik bahwa pemerintah telah berupaya memanfaatkan potensi negara sehingga negara memiliki keuletan dan daya tahan yang tangguh untuk menghadapi segala ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup negara.
Ketahanan nasional merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk mengembangkan kekuatan agar aspek-aspek bernegara, seperti keamanan negara, stabilitas politik dan ekonomi, serta kesadaran warga negara, berjalan dengan baik. Pengertian ini merupakan refleksi dari pemahaman publik tentang arti dari konsep ketahanan nasional. Tiga dari 10 responden (30,4 persen) memahami ketahanan nasional sebagai bentuk implementasi tanggung jawab negara untuk menjaga keamanan negara.
Pengertian lain tentang ketahanan nasional yang dipahami responden ialah tanggung jawab negara untuk menciptakan kondisi politik dan ekonomi yang stabil (29,4 persen). Responden lain mengartikan ketahanan nasional sebagai semangat cinta Tanah Air dan bangsa, pendidikan bela negara, dan kekuatan militer yang terus meningkat. Jawaban responden yang bervariasi itu menunjukkan bahwa pemahaman publik tentang ketahanan nasional masih parsial.
Konsep ketahanan nasional Indonesia yang baku dikembangkan sejak rezim Orde Baru terbentuk pada 1968. Ketahanan nasional dalam konsep tahun 1968 diartikan sebagai kesiapan menghadapi tantangan dan ancaman yang diwujudkan dalam bentuk ketahanan bangsa pada unsur-unsur ideologi, ekonomi, serta sosial budaya dan militer. Konsep ini hanya bertahan lebih kurang setahun. Tahun 1969, pemerintah mengubah lagi konsep ketahanan nasional sebagai keuletan dan daya tahan bangsa dalam mengembangkan kekuatan nasional untuk menghadapi segala ancaman yang membahayakan.
Konsep tersebut bertahan selama lebih kurang tiga tahun. Tahun 1972, pemerintah mengubah kembali konsep ketahanan nasional yang dipandang sebagai kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan. Konsepsi 1972 mendasarkan ketahanan nasional pada delapan gatra atau asta gatra.
Kedelapan gatra itu meliputi: letak dan kedudukan geografi, keadaan dan kekayaan alam, keadaan dan kemampuan penduduk, gatra ideologi, gatra politik, gatra ekonomi, gatra sosial budaya (sosbud), serta gatra pertahanan dan keamanan (hankam). Asta gatra ini masih digunakan hingga sekarang.
Persepsi publik
Sejak reformasi bergulir tahun 1998, sejumlah aspek kehidupan bernegara yang mendasar mengalami pergeseran sehingga kepekaan terhadap ketahanan nasional kian memudar. Elite politik lebih asyik berebut kekuasaan. Masyarakat terkotak-kotak dalam garis politik, ideologi, atau aliran sosial yang sangat rentan memicu konflik sosial.
Kondisi ini menggambarkan negara telah kehilangan panduan hidup bersama yang berakar pada nilai-nilai luhur yang terpancar pada sistem budaya dan ideologi negara. Upaya untuk menghidupkan kembali ketahanan nasional kurang direspons karena dianggap bisa membangkitkan kembali otoritarianisme negara. Ketahanan nasional menjadi tak populer lantaran dianggap sangat kental dengan Orde Baru.
Karena itu wajar, dalam setiap jajak pendapat, respons publik terhadap isu ketahanan nasional, seperti wajib militer dan bela negara, cenderung negatif. Dengan kata lain, persepsi publik terhadap upaya negara menjaga ketahanan nasional masih buruk. Jajak pendapat terbaru tentang ketahanan nasional mengungkap fenomena yang sama.
Dalam pemanfaatan sumber daya alam, apresiasi publik juga masih negatif meskipun pemerintah telah membuat sejumlah kebijakan untuk melindungi kekayaan alam Indonesia. Misalnya, kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan menangkap dan menenggelamkan kapal-kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia. Faktanya, sebanyak 55,5 persen responden masih berpersepsi buruk dengan upaya pemerintah memanfaatkan sumber daya alam sebagai bagian dari ketahanan nasional.
Dalam gatra politik, persepsi publik terhadap langkah pemerintah menjunjung iklim demokrasi masih dianggap buruk. Hampir separuh responden (47,8 persen) masih menilai langkah pemerintah tersebut dengan persepsi yang buruk.
Penilaian senada berlaku untuk gatra ideologi. Lebih dari 60 persen responden menyatakan upaya pemerintah menangkal aliran atau paham radikal belum maksimal. Persepsi yang sama juga diekspresikan 48,5 persen responden atas upaya pemerintah menjaga ketahanan di bidang pangan dan sektor usaha
Sebaliknya, dalam gatra sosial dan budaya, responden mengapresiasi upaya-upaya pemerintah untuk menjaga ketahanan nasional dengan memajukan budaya nasional. Tujuh dari 10 responden menegaskan upaya pemerintah memajukan kebudayaan nasional sebagai identitas bangsa sudah baik. Indonesia dikenal dengan beragam budaya dan karya seni. Batik, misalnya, dianggap sebagai cita rasa sebuah karya seni asli budaya Indonesia. Pemerintah dinilai berhasil mengenalkan batik ke dunia internasional. Beragam seni tari Nusantara juga rutin diperkenalkan pemerintah ke luar negeri.
Kurang tangguh
Selama periode 2010 hingga 2014, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) melakukan pengukuran Indeks Ketahanan Nasional. Pengukuran dilakukan terhadap delapan gatra atau unsur Ketahanan Nasional. Hasil pengukuran menunjukkan indeks yang kurang menggembirakan karena masih kurang tangguh.
Dari delapan gatra, empat gatra sudah berada dalam kategori yang cukup tangguh, yaitu geografi, demografi, politik, dan ekonomi. Empat gatra lain, yaitu kekayaan alam, ideologi, sosial budaya, dan hankam, masih berada dalam rentang penilaian kurang tangguh. Secara agregat, kondisi ini menunjukkan ketahanan nasional Indonesia yang sejak 2010 sampai 2014 masih berada dalam rentang penilaian kurang tangguh.
Meskipun demikian, publik tetap yakin terhadap kemampuan pemerintah untuk memperkuat benteng ketahanan nasional. Hasil jajak pendapat Kompas kali ini memotret keyakinan tersebut. Dua dari tiga responden yakin pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla mampu mewujudkan ketahanan nasional di Indonesia secara baik. (LITBANG KOMPAS) (Sumber: HU Kompas)