Skip to main content
Kodam XIV Hasanuddin

Mimin Gadis Tunanetra Titip Salam Terima Kasih Buat TNI

Dibaca: 5 Oleh 24 Sep 2016Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Penglihatan Mimin memang tidak sesempurna anak-anak normal lainnya. Kendati demikian, remaja berusia 16 tahun ini merasakan rumah tempat tinggalnya tidak seperti dulu lagi. Dengan suara terbata-bata, dia berusaha mengucapkan sesuatu dari lubuk hatinya. Lalu terdengar kalimat, “Tolong sampaikan terima kasih saya kepada bapak-bapak TNI, kami punya rumah baru,”.

Mimin adalah anak kelima dari pasangan suami istri, Murni dan Kamaruddin. Hanya saja, ketika usianya baru menginjak lima tahun. Ayahnya terpikat dengan wanita lain. Mimin bersama empat saudaranya ditinggal begitu saja. Tinggallah Mimin bersama ibu dan saudara-saudaranya dalam kemiskinan.

Mimin terlahir sebagai anak yang lucu dan sehat. Di usia tiga bulan, Mimin menderita penyakit cacar. Orang kampung menyebutnya penyakit sarampa. Penyakit ini menyerang daerah mata. Mimin menderita sakit sarampa kurang lebih tiga bulan hingga bola matanya nyaris keluar dari kelopaknya. Pihak rumah sakit angkat tangan.

“Bola mata anak saya (Mimin, red) hampir saja keluar karena sakit sarampa. Untung cepat diobat kampung. Mata anak saya kembali masuk. Tetapi akibat sakit itu, mata Mimin sudah tidak normal lagi. Mata sebelah kiri tak melihat, tetapi mata kanan bisa melihat meski kabur atau bayang-bayang saja,” kata Murni.

Menginjak usia sekolah, Mimin dimasukkan disalah satu SD di Kecamatan Bua. Baru sehari mengenakan seragam putih-merah, Mimin sudah tidak mau lagi menginjakkan kaki di sekolah. “Mimin kembali ke rumah dengan tangisan, dia merontah tak mau sekolah lagi,” ujar Murni lagi.

Ternyata, di hari pertama sekolah, Mimin menjadi bahan ejekan dan tertawaan teman-temannya. Kala itu, temannya menertawakan kondisi mata Mimin yang tidak normal. Sejak saat itu, Mimin lebih banyak menghabiskan waktu bersama ibu dan kakaknya di rumah.

Baca juga:  Komandan Yonif 725 Woroagi Berganti

Mimin bersama ibu dan saudaranya tinggal di rumah berukuran 4×6. Atapnya dari daun rumbia yang sudah mengering. Dindingnya dari papan. Lantai disemen meski tipis. Hanya TV rusak menjadi benda berharganya.

Di rumah itu, hanya ada satu kamar. Tak ada kasur atau ranjang. Mimin dan keluarganya tidur beralaskan kain. Agar tidak digigit nyamuk, mereka memakai kelambu. Di ruang tengah, ada dua kursi plastik dan meja terbuat dari papan yang terlihat kasar. Disudut ruangan, tak ada lemari terlihat.

Sehari-hari, Murni, ibu dari Mimin memasak nasi untuk anak-anaknya di atas tungku dengan bahan bakar kayu. Di rumah itu tak ada jamban. Kali kecil disamping rumah menjadi lokasi buang hajat.

Dalam kondisi serba kekurangan, Murni berusaha untuk tidak mengeluh. Dia pasrah suaminya kabur dengan wanita lain. Awalnya, Murni dan anak-anaknya tinggal di Padang Sappa, setelah suaminya pergi, Murni pindah di Dusun Ulurea, Desa Lengkong, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu.

Di atas tanah warisan almarhum orangtuanya, kerabat dekat Murni membangun rumah kecil buat Murni dan anak-anaknya. “Saudara dan anak sulung saya yang membangun rumah ini dulunya,” kata wanita berkulit sawo matang berambut lurus ini.

Murni menghidupi lima anaknya. Anak pertama bernama Udding, 25 tahun. Anak sulungnya ini hanya menempuh pendidikan sampai kelas 6 SD. Saat ini, Udding menjadi buruh kayu. Anak kedua bernama Anni, 20 tahun. Untuk membantu keuangan keluarganya, Anni menjadi pelayan disalah satu toko di Kota Palopo. Karena terkendala ekonomi, Anni hanya menempuh pendidikan sampai SMP. Itupun tidak tamat.

Baca juga:  Babinsa Koramil 01/Tirawuta Kodim 1412/Kolaka Turun Langsung Bantu Bajak Sawah Warga

Anak ketiganya kembar, namanya Baharuddin dan Saharuddin. Mereka kini berusia 17 tahun. Satu tinggal bersama ibunya, satunya lagi ikut kerabatnya di Papua. Si bungsu bernama Mimin. Kondisi matanya yang sakit, membuatnya tidak bisa terlalu jauh dari rumah.

Kata Murni, untuk mendapatkan 10 kg hingga 15 kg beras. Murni membantu warga bekerja di sawah. Disitulah Murni mendapatkan satu karung gabah. Jika sudah dipabrik menghasilkan 10 kg hingga 15 kg beras. Beras inilah yang dimakan anak-anaknya selama kurang lebih 12 hari.

Untuk pasangan nasi, Murni memetik sayur-sayuran yang tumbuh disekitar rumahnya. Sayur itu dimasak dengan air lalu disajikan bersama nasi. “Anak saya tak pernah mengeluh dengan apa yang saya sajikan untuk mereka. Asalkan ada sayur, mereka sudah bersyukur,” kisah Murni.

Hingga suatu hari, tepatnya setelah lebaran, rombongan pria memakai baju loreng berkunjung ke rumahnya. Hanya saja, saat itu Murni berada di sawah. Berselang beberapa hari kemudian, pria memakai baju loreng kembali lagi.

“Bapak-bapak TNI menyampaikan kalau rumah kami akan dibedah. Itu dalam program TMMD ke-97,” kata Murni.

Kabar baik itu kemudian disampaikan kepada kerabat dan anak-anaknya. Semua menyambut haru dan bahagia.

“Saudara saya langsung berdoa, agar bapak-bapak TNI yang mengerjakan rumah kami diberikan kebaikan dan umur panjang,” tambahnya.

Baca juga:  Pangdam IM Beri Pengarahan Kepada Peserta Seleksi Internasional Mathematic Contest

Rabu, 21 September 2016 kemarin, penulis didampingi Danramil Padang Sappa, Lettu Inf Agus Purwono sekaligus Dan SSK TMMD Ke-97 mengunjungi rumah Ny Murni. Ternyata, disana sudah ada Dandim 1403 Sawerigading, Letkol Kav Cecep Tendi memantau perkembangan pembangunan rumah Ny Murni.

Informasi dari Dan SSK TMMD ke-97, rumah Ny Murni dibongkar lalu dibangun rumah baru. Yang awalnya hanya berukuran 4×6 meter persegi, kini ditambah menjadi 5×10 meter persegi. “Karena tidak ada jamban, kita juga membuatkan jamban,” kata Lettu Inf Agus.

Jika dulunya hanya ada satu kamar, lanjut Lettu Agus lagi, kini dibuatkan dua kamar. Satu kamar untuk anak laki-laki dan satu kamar lagi untuk Murni dan anak perempuannya. Rumah itu juga dibuatkan pondasi setinggi kurang lebih 45 cm. Agar Murni tidak lagi kebanjiran disaat hujan deras. Di hari kedua TMMD ini, pengerjaan rumah sudah mencapai 50 persen. Tak lama lagi, Mimin akan menikmati rumah barunya.

Disana penulis juga melihat anggota TNI bersama anak-anak Ny Murni saling membantu mengerjakan rumah. Disudut lain, Mimin dengan kondisi terbatas berusaha membantu semampunya. Dia terlihat meraba-raba dinding papan rumahnya yang hampir rampung.

Pemuda ini terduduk di depan rumah, pandangannya terlihat menengadah ke atas. Dari wajahnya, tersurat rasa haru dan bahagia. Saat diajak bicara, Mimin berusaha menangkap asal suara dengan pandangannya yang samar-samar. Dia kemudian berusaha menatap penulis lalu mendekat dan berkata pelan,”Sampaikan ucapan terima kasih saya kepada bapak TNI,” ucapnya begitu tulus. (*)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel