Oleh : Brigjen TNI Kunto Arief Wibowo
(Danrem 032/Wirabraja)
Minggu ini, 20 Juni 2019 merupakan momentum spesial bagi Kodam I Bukit Barisan. Tepat 69 tahun lalu, para pemuda yang tergabung dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat, serta berbagai elemen lainnya dipersatukan dengan satu komando militer yang disebut dengan Komando Tentara Teritorium Sumatera Utara. Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Kodam I/Bukit Barisan (BB). Dalam perjalanan waktu, Kodam I/BB mengalami perampingan organisasi, dimana sejak 2002, wilayah Aceh dibentuk Komando Teritorial tersendiri yaitu Kodam Iskandar Muda. Terhitung sampai sejak saat itu hingga sekarang, Kodam I/BB membawahi wilayah Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat.
Tulisan ini tidak akan membahas secara rinci tentang sejarah dan perkembangan Kodam I/ BB, karena bahasan mengenai ini sudah cukup banyak. Aspek yang ingin ditekankan adalah bagaimana fungsi dasar dari Kodam I/BB, khususnya pada Korem 032/Wirabraja, (mungkin bisa menginspirasi bagi Kodam lain), terutama fungsi pembinaan teritorial (binter) yang aktual dengan kebutuhan dan perkembangan jaman. Apa tantangan binter kedepannya dan apa yang sebaiknya dilakukan. Tulisan ini juga bukan untuk menggurui, tetapi dibuat berdasarkan pengalaman nyata selama saya menjabat sebagai pimpinan militer di Korem 032/Wirabraja dan Korem 044/Garuda Dempo. Refleksi dari apa yang sudah dilakukan, itulah yang ingin saya bagikan lewat tulisan singkat ini.
Mengacu pada Skep KASAD disebutkan bahwa Binter adalah segala upaya yang berhubungan dengan rencana, pengembangan, pengerahan serta pengendalian potensi wilayah dengan segenap aspeknya. Pada akhirnya nanti kekuatan wilayah sebagai RAK (Ruang, Alat dan Kondisi) kejuangan guna kepentingan pertahanan negara. Termaktub disitu aspek geografi sebagai bagian dari geografi, manusia, aspek sosial budaya, sumber daya alam dan unsur terkait. Sifat binter adalah kegiatan yang terkoordinasi, lintas sektoral, terkait dan terpadu. Binter di arahkan sebagai kegiatan untuk kepentingan pertahanan negara dan membantu mengatasi kesulitan masyarakat.
Tujuan binter diarahkan pada tiga aspek yaitu kepentingan pertahanan negara dengan arah persiapan wilayah dalam menghadapi pertempuran, aspek kepentingan masyarakat yaitu mengatasi masalah masyarakat, dan kepentingan TNI AD sendiri yaitu berjalannya tugas pokok yang diembankan. Fungsi binter juga termaktub baik secara doktrin maupun filosofis TNI AD itu sendiri. Kartika Eka Paksi adalah salah satu wujudnya. Di atas semua itu, komitmen TNI adalah Tentara Rakyat menjadi payung utamanya.
Fungsi binter memang menjadi ciri khas TNI AD, sebagai implementasi dari ketentuan tentara rakyat dan tentara yang memang berorientasi pada rakyat disekitarnya. Rakyat yang kuat secara otomatis akan menciptakan TNI yang kuat pula. Pada binter yang sudah dilakukan selama ini, dikenal tiga metode yaitu Komunikasi Sosial, Ketahanan Wilayah, dan Bhakti TNI. Tiga metode ini, ditekankan pada bagaimana hubungan TNI AD dengan masyarakat berjalan harmonis, memiliki manfaat positif bagi masyarakat dan bisa bersinergi dengan baik. Pada UU TNI ini melekat dalam ketentuan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Salah satu kegiatan yang cukup menonjol selama ini adalah TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), yang dulunya disebut ABRI Masuk Desa (AMD).
Filosofis dari masing-masing metode tersebut adalah wujud konkrit kesatuan TNI AD dengan rakyat. Anggota TNI yang saban hari berada di tengah-tengah rakyat, tentu melihat dan mengetahui masalah nyata yang dihadapi rakyat. Mereka tidak boleh lepas tangan, karena itu metode binter diwajibkan dan sebisa mungkin berbuat untuk mengatasi problem yang ada. Jaman berubah, tahun berganti, problem yang dihadapi masyarakat tentu berdinamika pula. Iklim sosial politik ekonomi dan budaya berkembang. Lingkungan strategis baik internal maupun ekternal mengalami dinamika. Metode binter yang selama ini dilakukan cukup sukses karena memang kondisi masyarakat sesuai dengan metode yang dihadapi. Pada kondisi sekarang, dimana tantangan dan realitas juga mulai berubah, metode binter tentu harus pula mengembangkan diri.
Saya ambil contoh, saat bertugas di Korem 044/Garuda Dempo, Sumatera Selatan dulu, ditemukan fenomena kebakaran hutan dan lahan. Menurut data, ternyata ini banyak melibatkan anggota masyarakat, yang “terpaksa” membakar karena mereka harus membuka lahan pertanian. Masyarakat berada pada posisi sulit, bakar lahan dilarang, tapi mereka tak punya alternatif lain. Dalam posisi kebingungan tersebut, TNI AD hadir. Apa yang bisa dilakukan? Inovasi adalah kuncinya, maka bersama jajaran saat itu, diciptakanlah teknologi terapan berupa produk Bios 44 yang terbukti ampuh untuk menyuburkan lahan, merapatkan rongga lahan gambut yang mudah terbakar. Masyarakat kemudian bisa memanfaatkan itu, mereka bisa membuka lahan tanpa bakar, cukup disuburkan menggunakan Bios 44. Ini adalah inovasi dengan menggunakan rekayasa teknologi.
Disinilah, fungsi binter menemukan kekuatannya. Tak hanya sekedar komunikasi sosial, pertahanan wilayah, atau bakti TNI semata, tapi melakukan rekayasa teknologi. Rekayasa yang ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah nyata di masyarakat. TNI AD punya kapasitas dan kemampuan untuk itu, yang jika dimaksimalkan akan berpengaruh besar, baik secara individu ataupun kelembagaan. Saat melakukan kunjungan ke Politeknik AD (Poltekad) di Malang beberapa waktu lalu, gagasan seperti ini menemukan sandarannya. Lembaga pendidikan ini, biasanya fokus pada berbagai inovasi untuk mendukung sarana prasarana tempur di TNI AD. Menurut saya, lembaga ini punya kapasitas untuk mendukung pelaksaan binter TNI AD pada konteks kekinian. Tak ada salahnya Poltekad mulai melakukan inovasi-inovasi dengan teknologi terapan yang diarahkan pada kebutuhan riil di masyarakat. Komando teritorial tentu sangat menyambut baik produk yang diciptakan. Saat ini, jajaran Korem 032/ Wirabraja sudah memulai langkah itu.
Metode binter dengan teknologi terapan, menurut saya, adalah suatu keharusan. Realitas saat ini kiranya tak bisa lagi bersandar hanya pada pola-pola konvensional. Belum lagi kalau bicara gempuran teknologi informasi yang sangat potensial mengancam sisi hankam bernegara. Untuk itu diperlukan berbagai pengembangan dengan memanfaatkan keunggulan teknologi. Sekali lagi, TNI punya kemampuan untuk ini, daya kreatifitas, sarana prasarana, lembaga riset, lembaga pendidikan, semua ada. Komando Teritorial yang ada sampai ke level terbawah, akan sangat efektif dalam proses ini. Konsepsi tentang RAK dalam binter sudah memberikan penegasan. RAK sangat vital, karena disitulah segalanya berlangsung. Ruang bisa dikondisikan dan dimanfaatkan secara efektif untuk pertahanan ketika manusia mampu mengolah dan mengelola segala kondisi yang ada. Percuma kita punya kekayaan alam berlimpah, tetapi tak mampu mengolah untuk memberikan kekuatan dan kemaslahatan bagi rakyatnya.
Saat ini saya bertugas di Sumatera Barat, dimana persoalan umum di masyarakat ada pada sektor pertanian, perikanan, serta ancaman bencana berupa gempa bumi dan tanah longsor. Mengandalkan solusi hanya pada cara-cara konvensional, antisipasi bencana berbasis tanggap darurat semata, tentu tidak akan menyelesaikan masalah. Jajaran Korem 032/Wirabraja kemudian didorong untuk aktif melihat masalah ini dan mencari peluang apa yang bisa dilakukan. Produk Bios 44 adalah salah satunya. Pemanfaatan tumbuhan Akar Wangi untuk penahan tanah juga bentuk lain. Selanjutnya apa lagi? Tugas inilah yang harus dilakukan binter.
TNI AD tentu tak bisa pula berjalan sendiri, perlu sinergi dan dukungan pihak lain. Lembaga pendidikan internal, semacam Poltekad bisa dimaksimalkan. Begitu juga lembaga riset dan perguruan tinggi yang ada. Tinggal lagi bagaimana memberikan stimulus pada institusi tersebut. TNI AD akandan seharusnya sangat terbuka terhadap berbagai inovasi teknologi terapan ini, siap untuk bekerjasama, berkolaborasi, yang sasarannya adalah penguatan masyarakat.
Optimalisasi binter dengan memasukkan metode teknologi terapan sebagai metode terdepan, kiranya tak terbantahkan lagi. Kodam I/BB akan semakin tertancapkan pondasinya ke rakyat, ketika kebutuhan riil tersebut bisa diatasi. Bukankah slogan Patah Tumbuh Hilang Berganti bisa dimaknai sebagai sikap tak pernah putus asa, selalu optimis, yakin bisa. Pengembangan metode binter adalah bentuk dari komitmen TNI AD khususnya Kodam I/BB untuk masuk dan hadir dalam persoalan riil di masyarakat, ikut berbuat dan menyelesaikan masalah bersama-sama. Sasarannya kekuatan rakyat dan kemanunggalan TNI AD. 69 tahun usia Kodam I/ BB. saya yakin bisa menjawab semua itu.
DIRGAHAYU KODAM I/BUKIT BARISAN
“PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI”