
Oleh : Kolonel Arh Hamim Tohari, MA
Kasubdislistra Dispenad
Banyak cerita menarik dalam buku yang ditulis oleh seorang senator sekaligus mantan Calon Presiden AS, John McCain, yang dikalahkan oleh Barack Obama. Buku berjudul Character is Destiny yang ditulis oleh McCain merupakan kumpulan cerita-cerita herois sepanjang sejarah manusia yang memiliki high values berkait dengan karakter manusia yang mampu menggugah dunia. Salah satu value yang diangkat oleh McCain adalah tentang patriotisme dengan tokoh seorang bintang rugby professional AS yang rela meninggalkan segala popularitas, kekayaan dan kemewahan yang tengah di milikinya demi memenuhi panggilan tugas sebagai seorang warga negara.
Pat Tillman, seorang pemuda dengan fisik yang sangat kuat, lulus kuliah dengan predikat summa cum laude dalam waktu tiga setengah tahun. Dia mendapat gelar sarjana pemasaran dengan nilai rata-rata 3,84. Pat Tillman dikenal sebagai pemain rugby di sebuah tim yang bernama Cardinals yang sangat loyal kepada timnya. Tim lain pernah menawarkan kontrak yang sangat besar kepada Pat Tillman, tetapi ia menolak. Ia memilih untuk tetap setia pada Cardinals, yang telah memberinya kesempatan ketika tim lain tidak mau memberinya, bahkan tak sanggup membayar kurang dari separuh jumlah yang ditawarkan.
Setelah serangan atas World Trade Centre pada tanggal 11 September 2001, Pat Tillman, yang telah menjadi pemain rugbi profesional dan berada pada puncak popularitasnya, meninggalkan karirnya yang memberikan gaji 3.9 juta USD dan memilih untuk memasuki angkatan bersenjata Amerika Serikat di Army Rangers dengan gaji 18.000 USD per bulan. Pat Tillman mendaftar bersama adiknya Kevin. Pat Tillman dan adiknya menganggap bahwa serangan pada negaranya sebagai serangan pribadinya. Irak merupakan medan pertempuran pertama mereka dimana mereka menorehkan catatan prestasi yang sangat menonjol. Setelah kembali dari Irak, mereka pulang ke tanah airnya dan melanjutkan latihan, kemudian mereka bergabung lagi dalam perburuan Osama bin Laden di Afghanistan.
Sesuatu yang terburuk terjadi pada sore hari 12 April 2004. Unitnya sedang berpatroli mencari pejuang Al-Qaeda dan Taliban di sebuah jalan pegunungan dekat suatu desa Afghanistan bernama bernama Sperah, dua puluh lima mil dari markas Amerika terdekat. Dalam pecarian musuh tersebut, unitnya dibagi dan terpisah. Ketika hari sudah masuk pada kegelapan malam, terdengar suara tembakan. Karena berada dalam kegelapan malam, para rangers mengira bahwa mereka sedang diserang. Regu lain yang bergerak di belakang regu Pat Tillman mengira bahwa Pat dan regunya adalah musuh. dan mulai menembaki mereka. Di tempat itulah Pat Tillman tertembak dan tewas oleh kesalahan pasuka kawan.
Kondisi seperti itu seringkali terjadi di sebuah medan operasi dimana terjadi salah tembak antar pasukan kawan pada suasana gelap, namun untuk kepentingan “yang lebih besar,” seringkali hal itu ditutupi. Versi lain dari tewasnya Pat Tillman sempat muncul beberapa hari pasca insiden tersebut. Harian Suara Merdeka tanggal 15 April
2004 memuat berita bahwa pejabat militer AS, yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, Tillman tewas dalam sebuah operasi tempur di Afghanistan tenggara pada hari Kamis 12 April 2004, ketika suatu unit US Army Ranger (AD AS) memburu gerilyawan Al Qaedah dan Taliban. Pat Tillman tewas tertembak oleh musuh ketika terjadi baku tembak selama sekitar 15-20 menit.
Prajurit bertubuh kekar berusia 27 tahun, yang meninggalkan kariernya di Liga Football Nasional (NFL) pada Mei 2002, itu diyakini sebagai salah satu selebriti terkemuka pertama Amerika yang tewas dalam pertempuran di Irak dan Afghanistan. Kevin, sang adik, membawa pulang jenazah kakaknya ke California dan keluarganya. Rakyat Amerika hanya bisa mengingat sebagai seseorang untuk dikagumi, seseorang untuk ditiru, kalau saja kita memiliki keberanian, kebenaran, dan patriotismenya.
”Pat mewakili semua kebaikan negara ini, masyarakat kita, dan kondisi kemanusiaan secara umum,. Dunia sekarang penuh kepuasaan instan dan keangkuhan. Dia orang yang dapat digambarkan sebagai sosok setia, penuh kehormatan, semangat, keberanian, kekuatan, dan kemuliaan. Dia pahlawan zaman modern.” puji Bob Ferguson, manajer umum Seattle Seahawks, yang pernah menjadi GM (general manager) Cardinals ketika Tillman menjalani wajib militer.
Tentara pergi berperang dan mengetahui bahwa mereka bisa kehilangan segalanya. Pat Tillman pasti tahu betul bahwa ia bisa kehilangan nyawanya. Tetapi ia mengambil resiko ketika tak seorangpun mengharapkan dia melakukannya, apabila melihat karir dan latar belakang profesionalnya sebagi pemain rugbi yang sukses. Inilah yang menjadikannya sebagai seorang manusia besar. Pat Tillman akhirnya dikenang sebagai seorang pria yang pada saat dibutuhkan meninggalkan kesuksesan dan ketenaran selebritas demi mengabdikan diri pada negara dan mewariskan pelajaran kepahlawan sejati kepada setiap orang !
Sebagaimana judul buku yang dipilih oleh McCain, cerita tentang Pat Tillman sangat erat dengan karakter manusia, yang barangkali tidak bisa dibanding-bandingkan dengan manusia lainnya. Tetapi nilai-nilai umum yang terkandung di dalamnya bisa saja dimiliki juga oleh banyak manusia di muka bumi ini, hanya saja lebih banyak yang tidak terekspose oleh media dan tidak diceritakan. Bahkan mungkin karakter yang dimiliki oleh mereka yang tidak terekspose itulah yang sebenarnya lebih kuat dan hebat.
Kalau Amerika punya Pat Tillman, maka kalau kita mau mencari dengan jeli, Indonesia juga memiliki banyak karakter yang mirip dengan Pat Tillman. Hanya saja, sekedar memenuhi kaidah phonetic, biar menarik, saya mengambil contoh Pak Dirman sebagai pembanding. Kedua tokoh tersebut tentu saja memiliki beberapa persamaan dan perbedaan bila dilihat dari berbagai perspektif. Sejarah patriotisme Pak Dirman rasanya sudah demikian melekat pada rakyat Indonesia, sehingga tidak perlu diulas kembali panjang lebar dalam tulisan ini. Yang jelas, Pak Dirman sebagai panglima perang, tidak pernah mempedulikan kepentingan dirinya sendiri. Bahkan, dengan paru – parunya
yang tinggal sebelah dan dalam kondisi sakit parah, masih mampu memimpin perang gerilya. Tak tanggung tanggung, beserta segenap pengawalnya beliau rela naik turun gunung, masuk keluar hutan, menyusuri kampung ke pelosok desa, hingga kota. Dari Jogyakarta, ke wilayah Jawa Timur, hingga kembali lagi ke Jogyakarta semua dilakukan demi mempertahankan kedaulatan NKRI. Dengan berjalan kaki, yang berujung Pak Dirman harus ditandu, karena sakitnya.
Patriot sejati seperti Pak Dirman, sungguh sungguh tidak lagi memikirkan nasib dirinya sendiri. Yang dipikirkan adalah bagaimana membela negaranya dan membuat dunia luar mengetahui bahwa NKRI dan TNI masih ada, bahkan sanggup melakukan perlawanan. Cinta kepada negeri yang melebihi cintanya pada diri sendiri membuat Pak Dirman tidak sempat lagi mengurus kebutuhan pribadinya, termasuk seragam resmi sebagai seorang jenderal besar. Pak Dirman meninggalkan istri dan anak selama 7 bulan perang bergerilya dengan hanya tinggal satu paru-paru. Tetapi semangatnya tetap berkorban untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.
Dibandingkan dengan Pat Tillman, Pak Dirman memiliki beberapa perbedaan antara lain:
– Pat Tillman hanyalah seorang Kopral sedangkan Pak Dirman adalah seorang Jenderal Besar.
– Dalam perang demi negaranya, Pat Tillman berada dalam posisi sebagai seorang anggota regu, sedangkan Pak Dirman merupakan seorang pemimpin besar yang menggerakkan dan mengendalikan seluruh komponen perjuangan.
– Pat Tillman bertempur dalam peperangan modern skala kecil yang menggunakan perlengkapan tempur serba canggih dan dukungan logistik yang serba tercukupi, sedangkan Pak Dirman melakukan perang besar dengan perlengkapan tempur seadanya, sangat jauh dari sebutan modern, dan harus menderita akibat kekurangan bekal logistik.
– Pat Tillman berangkat ke medan perang dengan kondisi fisik prima sebagai seorang pemain rugby profesional, sedangkan Pak Dirman berperang dalam kondisi fisik yang lemah karena sakit, bahkan harus ditandu.
– Pat Tillman gugur di medan pertempuran, sedangkan Pak Dirman gugur ketika perang sudah usai dan kemenangan sudah diraih.
Dan masih ada beberapa hal lagi yang membedakan antara Pat Tillman dan Pak Dirman. Namun perbedaan-perbedaan itu tidaklah sebanding dengan persamaan karakternya yang luar biasa, yaitu PATRIOTISME, kerelaan berkorban jiwa raga dan harta benda demi membela negaranya.
Menurut Wikipedia, patriotisme adalah kecintaan (love) dan pengabdian tanpa pamrih (devotion) seseorang kepada negaranya. Kata berasal Patriotisme dari bahasa Yunani Patris, yang berarti tanah air. Di antara orang Yunani kuno, patriotisme terdiri dari gagasan tentang bahasa, tradisi keagamaan, etika, hukum, dan pengabdian untuk kebaikan bersama, bukan murni bekaitan dengan sebuah negara-bangsa. Namun, patriotisme telah memiliki arti yang berbeda dari waktu ke waktu, dan maknanya sangat tergantung pada konteks, geografis, dan filosofis.
- Peter Euben menulis bahwa bagi filsuf Yunani Socrates, “patriotisme tidak berkait dengan kesetujuan atau ketidak setujuan seseorang terhadap apa yang dilakukan oleh negara, tetapi lebih terkait dengan usaha sekuat tenaga dari seseorang untuk membuat negara menjadi lebih baik.”
Dalam konteks ajaran agama, dalam Islam kita mengenal ungkapan “Hubbul Wathon Minal Iman” atau cinta tanah air merupakan bagian dari iman. Ungkapan ini walaupun statusnya masih diragukan antara hadits dan bukan, namun memberikan landasan bersikap dan bertindak pada diri umat Islam untuk senantiasa mencintai tanah airnya. Ungkapan ini pulalah yang mampu menggerakkan kaum muslimin Indonesia untuk berperang melawan penjajah pada masa perjuangan.
Umat Kristen mengasosiasikan kesetiaannya kepada negaranya dengan kesetiaan kepada Tuhan. “Kekristenan dan Patriotisme adalah sinonim, demikian juga neraka dan penghianat adalah sinonim”. Kata seorang Evangelist Billy Sunday, menyikapi terperangkapnya banyak orang Kristen pada kebingungan antara iman Kristen dengan agama ketika membicarakan patriotisme Amerika. Dalam wiracarita Ramayana, Laksmana mengatakan bahwa Prabu Rama Wijaya pernah berujar “Janani Janma Bhoomischa Swargadapi Gariyasi” (Ibu dan Ibu Pertiwi lebih penting daripada surga)”, yang merupakan hal paling mendasar bagi kesadaran patriotisme bagi umat Hindu.
Kedua tokoh yang sedang kita bahas, Pat Tillman dan Pak Dirman, memiliki kecintaan yang luar biasa kepada negaranya, sehingga melahirkan pengabdian yang tulus, tanpa pamrih, untuk membela negaranya, walaupun harus meninggalkan kepentingan pribadinya. Pada saat itu, Amerika Serikat tidak lagi memberlakukan wajib militer bagi setiap pemuda sebagaimana halnya pada era perang Dunia dan Perang Vietnam. Kerelaan Pat Tillman untuk meninggalkan istri yang baru dinikahinya, popularitas, kekayaan dan berbagai kemewahan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara dan berperang di Irak serta Afghanistan sepenuhnya didasari oleh kecintaan kepada negaranya.
Pat Tillman juga tidak pernah menceritakan pengalaman perangnya ketika kembali dari Irak dan mengunjungi teman-temannya di club rugby sebelum berangkat lagi ke Afghanistan yang akhirnya merenggut nyawanya. Dia tidak butuh pujian dan simpati, karena dia membela negara bukan karena pamrih.
Sama halnya dengan Pak Dirman yang berjuang merebut dan membela kemerdekaan RI karena kesadarannya atas nasib bangsa Indonesia akibat penjajahan. Beliau berjuang tidak pernah mengharapkan sesuatu, bahkan sekedar untuk sedikit membantu memenuhi kebutuhan logistik perjuangan, beliau yang didukung penuh oleh istrinya, menjual perhiasan istrinya yang tentu saja tidak banyak, untuk disumbangkan demi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Beliau meninggalkan segala macam kepentingan pribadi, kedudukan dan aksesorisnya sebagai seorang Panglima Besar dan kehidupan keluarganya demi memimpin gerilya di hutan-hutan selama berbulan-bulan. Bahkan beliau berani mengambil resiko untuk berseberangan dengan pemimpin politik demi tetap memperjuangkan kedaulatan NKRI.
Baik Pat Tillman maupun Pak Dirman tidak pernah bermimpi, berharap ataupun meminta agar perjuangannya membela negara dicatat oleh orang, dipublikasikan dan bahkan dipuji-puji. Mereka hanya berbuat sesuai dengan kesadaran nuraninya yang paling dalam demi membela negara. Kita yang mendengar kepahlawanan mereka itulah yang akhirnya mendokumentasinya. Itupun karena termotivasi oleh karakter luar biasa yang mereka milliki, yaitu PATRIOTISME sejati. Memang tidak bisa juga dipungkiri bahwa mereka adalah orang-orang yang beruntung bahwa perjalanan hidup dan karakternya dicatat dan diingat oleh publik karena mereka adalah orang-orang yang terkenal. Pat Tillman adalah pemain rugby professional dan Pak Dirman adalah seorang Jenderal, Panglima Besar.
Diluar mereka, tentu saja masih ada ribuan, bahkan jutaan, manusia yang memiliki karakter kepatriotan yang tidak kalah kuatnya, tetapi ketenaran tidak berpihak kepada mereka, sehingga kepahlawanan atau patriotisme mereka seolah-olah tidak pernah ada. Apabila dikembalikan kepada sifat-sifat manusia, maka akan selalu lebih mudah mengambil contoh dan pelajaran dari mereka-mereka yang sudah dikenal oleh publik, seperti Pat Tillman yang pemain rugby terkenal atau Pak Dirman yang seorang Jenderal Besar dan Panglima TKR.
Sebuah kebetulan yang lain adalah bahwa karakter mereka tersalurkan oleh situasi dimana negara mereka masing-masing sedang menghadapi ancaman dari luar. Amerika Serikat menghadapi ancaman serangan teror dan Indonesia menghadapi perang melawan penjajah Belanda. Apabila mereka terlahir di masa-masa dimana tidak terdapat ancaman bagi negaranya, belum tentu karakter mereka akan tercatat.
Lalu, masihkah ada karakter Pat Tillman atau Pak Dirman dalam dunia kita sehari-hari saat ini…..? Jawabannya, tentu saja banyak…. tetapi dalam bentuk yang beragam. Memang mungkin apabila merujuk pada definisi leksikal dari patriotism yang dikaitkan secara erat dengan persoalan “pengorbanan jiwa dan raga demi membela negara,” rasanya akan sulit ditemukan pada masa damai seperti ini. Pemandangan kita sehari-hari hampir dipenuhi gambaran-gambaran manusia yang membeli popularitas, berpura-pura membela kepentingan bangsa dan negara padahal ada pamrih besar dibaliknya dan bahkan “menjual negara” demi kepentingan pribadinya.
Namun secara naluriah, ketika ada sesuatu yang mengancam harga diri bangsa, maka secara spontan jiwa patriotisme itu akan dapat muncul dengan sendirinya. Salah satu contoh yang paling mudah diingat adalah kemarahan dan tekad yang berapi-api untuk berperang ketika harga diri Indonesia sebagai bangsa dan negara diinjak-injak oleh tindakan-tindakan provokatif Malaysia di Blok Ambalat atau melalui klaim-klaim sepihak atas warisan budaya nasioal. Itu merupakan contoh bahwa patriotisme dapat muncul secara spontan ketika harga diri bangsa dan negara terusik oleh pihak lain. Sama seperti Pat Tillman yang terbakar rasa patriotisme nya ketika negaranya diusik oleh serangan teroris pada 11 September 2001 atau Pak Dirman ketika melihat Indonesia masih belum sepenuhnya terbebas dari belenggu penjajahan Belanda.
Semoga negeri ini masih menyimpan banyak manusia dengan karakter patriotisme ala Pat Tillman atau Pak Dirman agar mampu tetap mempertahankan tegak kokohnya kedaulatan NKRI secara utuh.