Skip to main content
Berita Satuan

Pekerjaan Rumah Untuk Panglima Baru

Dibaca: 430 Oleh 01 Jul 2015Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Jatuhnya pesawat angkut Hercules mi­lik TNI AU di Medan makin merontokkan kekuatan dirgantara Indonesia yang me­mang sedari awal rapuh karena sebagian besar sudah uzur. Tak hanya uzur, se­bagian merupakan hasil pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) lewat ske­ma hibah.

Demikian  dikatakan  Muradi,  pengajar politik  pertahanan  dan keamanan Uni­versitas  Padjadjaran, Bandung, Menurut dia, langkah peng­adaan alutsista dengan program Mini­mum Essential Forces (MEF) sejatinya adalah bagian dari menyiasati keterbatasan ang­garan  pertahanan.  Namun, program itu terjebak dengan target pemenuhan kuantitatif dalam arti sebaran dan jumlah daripada penguatan kualitas alutsista yang lebih baik.

Oleh karena itu, kata dia, panglima baru TNI harus men­jadikan modernisasi alutsista sebagai  pekerjaan rumah yang serius. Pada konteks ini,  pang­lima TNI  melalui Kementerian Pertahanan juga harus mene­kankan  pengadaan alutsista baru dan harus berani menolak semua skema hibah. Upaya itu dilakukan agar postur pertahanan Indonesia ke depan lebih baik dalam menjamin kedaulatannya.

Apalagi sejak awal, Presiden Jokowi telah berkomitmen menyokong pengembangan dan modernisasi pertahanan seba­gai bagian dari penguatan poros maritim dunia yang menjadi visi negara,  kata Muradi.

Baca juga:  Jabatan Dandim 1701/Jayapura Diserahterimakan di Korem 172/PWY

Senada dengan Muradi, ske­ma hibah juga disayangkan Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanudin, yang dite­mui terpisah di Jakarta. Menu­rut dia, pesawat F-16 yang ter­bakar di Pangkalan Udara Ha­lim Peruanakusuma pada 16 April 2015 pun disebut meru­pakan hasil produksi yang sama dengan C130 Hercules. Kecelakaan-kecelakaan itu me­nunjukkan, pesawat terbang Angkatan Udara RI sudah harus direnovasi.

Mekanisme hibah sebaiknya mulai ditinggalkan dan pemerin­tah harus mulai berpikir mem­beli pesawat baru. Hibah jatuh­nya lebih mahal. Lebih baik beli baru biarpun jumlahnya sedikit dan harus ada TOT (transfer of technology)  agar ada nilai tam­bah untuk PT DI,  ujarnya.

Hasanudin mengatakan, pe­sawat buatan Amerika Serikat tahun 1964 itu sudah terlalu tua.  Seharusnya, kata dia,  pe­sawat Hercules itu tak lagi di­gunakan untuk mengangkut orang maupun logistik meski Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, tempat pesawat itu berasal, menganggap pesawat laik terbang.

la meminta agar TNI Angkatan Udara mengajukan anggaran pembelian pesawat baru, khususnya pesawat angkut se­bagai pengganti semua jenis pesawat Hercules yang saat ini masih dioperasikan. Saat ini, kata Hasanudin, Indonesia me­miliki 10 pesawat Hercules dengan berbagai tipe dan tahun pembuatan. Semua pesawat Hercules dijadikan sebagai pe­sawat angkut militer.

Baca juga:  TNI-Kejagung RI Kerja Sama Peningkatan SDM dan Kinerja

Rencananya, dalam uji  kepatutan dan  kelayakan calon Panglima TNI Gatot Nurmantyo,  Komisi I DPR akan  komitmen pimpinan TNI  dalam peremajaan dan penggunaan  persenjataan. Selain itu , kasus  jatuhnya Herkules juga akan menjadi sorotan para wakil rakyat di Senayan. (Sumber : HU Pikiran Rakyat)

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel