Skip to main content
Berita Satuan

Penyimpangan Modernisasi

Dibaca: 43 Oleh 05 Feb 2016Februari 6th, 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Cerita ini berlangsung di tengah-tengah warga masya­rakat Karang Dempel, salah satu pusat kota di negara Antah Be­rantah. Kang Kabayan seorang yang dianggap tetua di kota itu, yang bia­sanya aktif nyariuny di pos ronda, suatu malam diajak jalan-jalan oleh kawannya menuju pusat kota. Men­jelang dini hari, Kang Kabayan ber­sama beberapa kawannya memasuki ruangan yang hingar-bingar oleh suara musik yang diikuti jingkrak-jingkrak atau mungkin sekadar ‘ge-dhek-gedhek’‘para pengunjung yang kebanyakan para pemuda.

Di tengah-tengah ingar-bingarnya hentakan musik, seorang kawan Kang Kabayan nyeletuk; Kang, ini­lah salah satu potret generasi muda Karang Dempel, yang pada saatnya kelak bukan tidak mungkin akan tampil menjadi pucuk pimpinan di pusat kekuasaan negeri Antah Be­rantah, ucapnya.

Apa yang membuat  mereka  de­mikian  antusias  mengikuti  irama  musik  tanpa  mengenal  lelah sedikitpun? tanya Kang Kabayan.

Itulah obat yang kini lagi populer di negeri ini, khususnya di kalangan para pemuda, pil ekstasi. Ya… sejenis doping, agar kita dapat mengikuti hentakan irama musik tanpa menge­nal lelah dan tanpa dibebani berba­gai pikiran, yang ada hanya ‘on’ be­gitulah,  jawab rekannya. Mende­ngar itu Kang Kabayan pun terse­dak, terharu, dan tiba-tiba sedih campur prihatin.

Keprihatinan Kang Kabayan tentu bukan wujud keprihatinannya sendi­ri, mestinya menjadi keprihatinan segenap warga Karang Dempel atau mungkin keprihatinan masyarakat, bangsa, dan negara Antah Berantah. Betapa tidak! Bagaimana nasib ne­geri ini apabila generasi mudanya hanya bisa menemukan kebahagia­an dengan gedhek-gedhek meng­ikuti musik? Padahal memasuki era milenium ketiga abad 21, kita ditun­tut senantiasa meningkatkan kuali­tas diri agar mampu menangkal se­tiap ancaman maupun kerawanan yang semakin berat dan beragam.

Baca juga:  Opening Ceremony Tournament Volley Ball Danyonkes 2 Cup Tahun 2023

Proses transformasi

Modernisasi adalah proses per­adaban dalam rangka mewujudkan ritme kehidupan umat manusia yang serba efektif, efisien, praktis, juga profesional, yang telah berlangsung cukup lama di negara-negara Barat.

Dalam rangka membawa kehidupan manusia ke arah itu, telah ditandai lahirnya berbagai peralatan teknolo­gi. Oleh karena itu, demam moder­nisasi yang dilaksanakan suatu bangsa senantiasa ditandai dengan indikasi, yakni berlangsung proses transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, dan yang paling utama adalah berlang­sungnya adopsi inovasi teknologi modern untuk menggantikan segala bentuk teknologi tradisional di te­ngah-tengah kehidupan masyarakat.

Akan tetapi, dengan menganggap bahwa proses modernisasi bagi masyarakat adalah suatu keniscayaan, bukan  berarti  kita  berhak  meng­adopsi  segala  bentuk  modernisasi  berikut  perangkat  nilai  yang me­nyertai tanpa  sikap   kritis.    Sebab, un­tuk   mengadopsi   modernisasi  di te­ngah-tengah   masyarakat   suatu bangsa, adakalanya harus memba­yar human cost yang demikian ma­hal. Kenapa begitu? Jawabnya, an­tara masyarakat yang satu dan lain­nya akan sangat beragam. Akan tetapi intinya adalah menyangkut model ‘kejahatan’ yang menyertai arus modernisasi yang sedang dite­rapkan.

Baca juga:  Panglima TNI Hadiri Pembukaan Forum WIEF

Model kejahatan modernisasi yang tidak dapat kita hindari adalah demam westernisasi yang akan merasuki pola pikir dan gaya hidup masyarakat bangsa yang sedang gi­at-giatnya mengadopsi modernisasi. Pola pikir dan gaya hidup tersebut, selanjutnya membangun nilai bu­daya baru di dalam masyarakat yang seakan-akan telah mendapat justi­fikasi untuk menggantikan nilai-ni­lai budaya lama. Apabila negara-ne­gara Barat kini lebih menguasai tek­nologi hasil proses modernisasi, ma­ka masyarakat berkembang, cende­rung menjiplak pola atau model yang tengah berkembang di negara-negara barat, yang biasanya tanpa disertai sikap kritis.

Sikap tidak kritis dari masyarakat dalam mengadopsi  modernisasi ini­lah yang  telah  mewujudkan deras­nya arus persaingan, antara proses modernisasi dengan westernisasi, yang ada kalanya dimenangkan oleh westernisasi. Dengan kata lain, ma­syarakat tersebut sama sekali belum menampakkan indikator sebagai masyarakat modern, akan tetapi po­la pikir dan gaya hidupnya sudah sangat western. Ketika hal tersebut telah merajalela di tengah-tengah masyarakat suatu bangsa, maka tunggulah saatnya kehancuran yang akan menimpa warga masyarakat tersebut.

Tidak secara fisik

Baca juga:  Kodam IX/Udayana Siap Amankan Our Ocean Conference di Bali

Peredaran pil ekstasi di negara-negara berkembang termasuk di tengah-tengah masyarakat Karang Dempel adalah salah satu bentuk penyimpangan jdari modernisasi, yang sangat diyakini oleh Kang Kabayan sebagai suatu upaya negara maju untuk merusak sikap mental dan moral masyarakat negara berkembang, terutama para generasi mudanya.

Kang Kabayan cukup galau, sebab apa yang dapat dibanggakan dari generasi yang telah kehilangan atau menurunnya kesadaran kritis dan rasa malunya.   Bukankah generasi semacam ini yang akan menjadi be­ban bagi warga masyarakat lainnya. Generasi muda ekstasi, dari kajian sosiologi modernisasi tidak kurang dan tidak lebih merupakan generasi korban dari kejahatan atau penyim­pangan modernisasi, yang memang telah direkayasa demikian canggih­nya oleh negara-negara maju.

Tragika generasi muda Karang Dempel negeri Antah Berantah, me­nurut Kang Kabayan masih cukup beruntung! Di mana letak keberun­tungannya? Tiada lain, karena hanya terjadi dalam negeri Antah Berantah sebuah negeri yang hanya ada dalam cerita imajinatif. Persoalannya, mungkinkah nasib tragis generasi muda Karang Dempel akan berlang­sung di tengah-tengah masyarakat kita? Iqra! Bacalah, sudahkah gejala-gejala seperti di atas ada di tengah-tengah  masyarakat  kita.  Semoga  belum!  (Sumber: HU Pikiran Rakyat)

 

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel