Batalyon Infantri Raider 700/WYC Kodam VII/Wrb dipimpin oleh Dansatgas Letkol Inf Horas Sitinjak, saat ini mendapat kehormatan untuk melaksanakan Pengamanan Patok Batas Wilayah Republik Indonesia dengan Papua Nugini. Tugas Satgas ini adalah melakukan patroli dan pendataan ulang batas-batas patok wilayah Republik Indonesia dengan PNG. Selama penugasannya Yonif Raider 700/WYC, sudah mendapatkan 5 patok batas yang selama ini dinyatakan hilang, mulai 1984 di bangun, belum pernah dipatroli kembali.
Dalam perjalanannya tugas operasi dibagi dalam beberapa pos, dan alhasil saat melakukan patroli patok batas yang berada di sekitar pegunungan Bintang didapati sebuah kampung terisolir yang belum terdaftar dalam administrasi pemerintahan atau tidak ada di peta. Kampung Digi, warga setempat menyebutnya.
Dansatgas Pamtas RI-PNG Letkol Inf Horas Sitinjak mengatakan, ditemukannya kampung di wilayah Kabupaten Pegunungan Bintang, masih belum terdaftar dalam adminstrasi pemerintahan, “benar, anggota saya saat melakukan patroli patok batas, telah menemukan satu kampung yang sama sekali belum tersentuh pemerintah. Di dalam peta tak ada, tapi ternyata disana ada kampung, dan ini sudah kami laporkan ke pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang,” Minggu (13/11/2016).
Letkol Inf Horas Sitinjak juga menyampaikan bahwa, sebagian besar masyarakat dikampung Digi, tak tahu sebenarnya mereka warga Negara Indonesia atau PNG. Namun yang pasti kampung tersebut masuk wilayah Indonesia. “Kampung ini masuk wilayah Indonesia, dan berada pada titik koordinat 9732-2580,” paparmya.
Terry Digibin, Tokoh Adat Kampung Digi memaparkan, “Dulu sekitar 100 orang ada itu yang tinggal di kampung, hanya kami tidak tahu apakah kami warga Indonesia atau PNG, maka sebagian warga sudah ada yang di PNG, belum pernah pemerintah Indonesia datang kemari, kami juga masih bingung, kami masuk wilayah administrasi mana, sehingga semua infrastruktur juga tidak ada, dan kami juga bingung mengeluh ke mana”.
Dikatakan lagi, warga setempat tidak memiliki penghasilan layaknya warga di kampung lain. Terlebih lagi, mata pencaharian warga berburu dan berkebun, hanya bisa untuk menyambung hidup sehari-hari. Tak hanya permasalahan ekonomi, pendidikan dan kesehatan di kampung ini juga tidak ada sama sekali. “Untuk makan kami sehari-hari makan keladi, sagu, betatas dan hasil buruan kami dihutan,untuk pendidikan dan kesehatan tidak ada. Kalua ada warga yang sakit ya kami menggunakan ramuan dari hutan juga untuk obat,” ujarnya.
Adapun struktur bangunan perumahan warga hanya terbuat dari kayu dab beratap daun sagu. Sementara jarak antar rumah satu dan lainnya sekitar 10-20 meter, membuat kampung tersebut tampak sunyi. Bahasa sehari-hari mereka gunakan bahasa daerah Dumnye, sebagian besar penduduk setempat tak dapat berbahasa Indonesia. “Warga disini hanya bisa bahasa Dumnye dan bahasa Fiji asal PNG. Bahasa Indonesia sangat susah digunakan,” terang Terry.
Dengan ditemukannya patok-patok batas dan kampung Digi, yang masih dengan kondisi terisolir oleh Satgas Pamatas RI-PNG Yonif Raider 700/WYC, diharapakan kepada pemerintah pusat dan daerah memberikan perhatian lebih, dan melakukan pendataan kembali wilayah-wilayah yang mungkin masih belum masuk dalam administrasi pemerintahan, sehingga keutuhan NKRI selalu tetap terjaga.