JAKARTA, tniad.mil.id – Pusat Sandi & Siber TNI Angkatan Darat (Pussansiad) menggelar Seminar IT Security Sadar Pengamanan sebagai edukasi, pengetahuan, manfaat dan wawasan dalam rangka menumbuhkan kesadaran keamanan siber (Cyber Security Awareness) prajurit TNI AD.
Hal tersebut disampaikan Komandan Pusat Sandi & Siber TNI Angkatan Darat (Danpussansiad), Brigjen TNI Iroth Sonny Edhie, dalam sambutannya pada Seminar IT Security Sadar Pengamanan, di Jakarta, Rabu (7/10/2020).
Diungkapkan Danpussansiad, di era Revolusi Industri 4.0 dan menuju era 6.0 pada tahun 2026 yang identik dengan istilah Internet of Things (IOT), Robotics, Big Data dan Artificial Intelligence, penggunaan gadget dalam skala luas telah menjadi kebutuhan primer warganet dan menjadi penopang utama hampir seluruh aktivitas kehidupan yang berbasis pada kemajuan teknologi informasi.
“Namun tanpa kita sadari kemajuan dan perkembangan IT dapat menjadi ancaman sekaligus memberi manfaat,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, Internet of Things telah menjadi Center of Gravity perang masa depan, yakni Perang Generasi Kelima (5th Generation Warfare), di mana pada perang dalam kategori ini, merupakan gabungan atau kombinasi antara pertempuran konvensional, asimetris dan non-reguler sehingga bersifat hybrid.
“Ancaman siber yang tidak kasat mata dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu (borderless) telah membentuk teater perang baru (Cyber Space) yang menjadi isu utama dan trending topik pada lingkup global dunia internasional,” jelasnya.
Ditambahkan pula bahwa kapabilitas dan kemampuan siber berdasarkan rilis National Cyber Power Index 2020 pada September 2020 oleh Harvard Kennedy School, Belfer Center For Science And International Affairs, pemeringkatan dinilai dari kemampuan siber dan kebijakan negara dalam menggunakan dan pemanfaatan sarana siber.
“Dalam indeks urutan ranking yang dilakukan terhadap 30 negara, tiga di antaranya adalah Malaysia, Singapura dan Vietnam yang merupakan negara tetangga Indonesia,” urainya.
Menurut Danpussansiad, evolusi ancaman siber pada lingkup regional maupun internasional telah bertransformasi dari ancaman non-tradisional menjadi ancaman tradisional yang mengisyaratkan potensi penggunaan senjata siber (Cyber Weapon) oleh militer suatu negara untuk menekan pihak lawan agar menuruti semua keinginan yang dikehendaki.
“Ancaman tersebut semakin nyata melalui identifikasi dan pemetaan yang dilakukan, sehingga didapatkan data serangan secara umum yang mengarah pada gangguan terhadap aspek infrastruktur informasi kritikal (Critical Information Infrastructure) dan aspek konten informasi yang ditransmisikan oleh media sosial,” tandasnya.
Pussansiad kata Iroth Sonny Edhie, terus melakukan transformasi teknologi dan personel yang mampu memahami dan memanfaatkan lompatan di bidang teknologi informasi, teknologi nano, dan teknologi kecerdasan buatan.
“Kita juga harus siap mengantisipasi karakter baru pertempuran masa depan, yang mempunyai daya hancur lebih besar atau high level of destruction,” tuturnya.
“Sejalan dengan hal tersebut, Pussansiad melihat manusia sebagai dasar kekuatan yang menjadi prioritas untuk dilakukan pembangunan, karena dibalik canggihnya suatu teknologi harus tetap ada sisi human selaku pengawak yang tidak dapat tergantikan,” pungkasnya. (Dispenad)