Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kasus bayi kembar dengan dempet kepala merupakan kasus yang sangat jarang dan sekaligus kasus yang sulit untuk ditangani. Di Indonesia yang penulis ketahui baru ada 3 kasus, dimana kasus pertama di tahun 1987 atas nama Yuliana dan Yuliani lahir di Kepulauan Riau dan sukses dilakukan operasi bedah saraf untuk pemisahan kepala oleh Prof dr RM Padmo Santjojo, SpBS. Operasi dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta dan melibatkan kerja sama lebih dari 90 orang dokter, perawat dan pendukung dari pelbagai bidang keahlian. Kasus kedua bayi dempet kepala tahun 2013 dilakukan operasi di RSUP Cipto Mangunkusumo oleh team lain tapi tidak berhasil dan meninggal. Yang ketiga adalah kasus bayi Fitri Sakinah dan Fitri Rahmawati yang lahir 2 Mei 2015 di Kutacane Aceh yang saat ini masih ditangani Tim dari RSPAD Gatot Soebroto Jakarta untuk melengkapi pemeriksaan dan diagnosa.
Bahkan kasus craniopagus, dari pengalaman yang pernah ada di dunia ini, juga sangat jarang dan tidak semuanya bisa dilaksanakan operasi pemisahan. Sedangkan dari kasus yang dioperasi, juga banyak yang mengalami kegagalan. Menurut data yang ada kasus craniopagus terjadi 2 per satu juta kelahiran, artinya kasus ini cukup sering walau banyak yang mengalami kematian pada saat persalinan atau dalam masa dini setelah persalinan. Kasus yang pernah dilaporkan di Amerika pada tahun 1912, bayi kembar dengan dempet kepala ini meninggal beberapa saat setelah dilahirkan. Laporan dari Jerman tahun 1950 dilakukan operasi untuk pemisahan kembar siam dempet kepala pada anak usia 6 tahun, tapi tidak berhasil dan kedua anak mengalami kematian. Operasi yang sukses dilaporkan dilakukan terhadap Ahmad Ibrahim dan Muhammad Ibrahim pada usia 2 tahun 4 bulan, operasi dilakukan di Dallas Texas tahun 2001. demikian juga terhadap Yoseph dan Luka yang berasal dari Zambia sukses dilakukan operasi pemisahan di Afrika Selatan pada tahun 1997 saat berusia kurang dari satu tahun. Masih segar dalam ingatan kita 4 tahun yang lalu kegagalan yang dilakukan oleh tim dari Singapura yang melakukan pemisahan kembar siam pada Laden dan Laleh Bijani yang berasal dari Iran dan sudah berusia 29 tahun. Kematian pada operasi kembar siam dempet kepala diakibatkan karena perdarahan otak yang tidak dapat terkontrol sehingga otaknya bengkak dan herniasi / kegagalan fungsi otak yang berakibat kematian.
Tiga Macam
Secara teori kembar siam dempet pada anggota tubuh ada 3 macam, bila terjadi pada kepala disebut craniopagus, pada dada disebut thorakopagus dan pada perut disebut abdominopagus. Secara embriologi bayi kembar siam ini terjadi pada satu telur sehingga selalu berjenis kelamin sama. Secara kebetulan di Indonesia semuanya berjenis kelamin wanita. Jadi ketika masih dalam perkembangan janin di dalam kandungan dari satu telur tersebut membelah secara sempurna dan masing-masing berkembang sendiri-sendiri sehingga ada dua badan utuh, ada dua pasang tangan dan kaki utuh serta dua kepala juga utuh, namun pada saat pembentukan jaringan otak prosencefalon yang terbentuk saling bersinggungan sehingga walaupun jaringan otak sudah terbentuk sempurna, tetapi karena jaringan yang berasal dari mesoderma yang akan membentuk tulang dan kulit terbentuknya belakangan dibanding jaringan otak, maka dua otak yang sudah lengkap terbentuk ini akan diseliputi oleh dua tulang tengkorak lengkap dengan kulitnya yang menyatu. Dasar teori inilah yang mendasari bahwa bagian otak dengan pembungkusnya dan pembuluh darah balik (duramater, sinus sagitalis ) terbentuk sempurna juga dua, tetapi kedua pembungkus otak ini saling berempetan dan menyatu demikian juga jaringan tulang dan kulitnya menyatu. Sehinnga kalau kita operasi prinsipnya adalah memisahkan kulitnya, kemudian tulang tengkoraknya dan terakhir duramater ( pembungkus otak dan sinus / pembuluh darah balik yang menempel pada duramater ). Secara teori kembar siam dampet kepala ini bisa terjadi partial / sebagian dan bisa juga total, parsial artinya defek tulang yang terjadi kecil, sehingga sebagian besar tulang tengkorak dan otaknya terpisah dan tidak ada struktur pembuluh darah yang menyatu. Sedangkan pada kembar siam dempet kepala total maka defek tulang sangat besar, bagian yang dempet luas dan meliputi pembuluh darah / sinus dan tidak mungkin dipisahkan. Bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
Kasus saat ini, bayi Fitri Sakinah dan Fitri Rahmawati yang dilahirkan dari pasangan Bapak Syahbani usia 31 tahun dan Ibu Hadijah usia 28 tahun, pekerjaan petani dan bertempat tinggal di Kutacane Aceh, masih dalam diagnosis lebih lanjut. Kedua bayi ini merupakan putri kedua dan ke tiga. Anak sulungnya seorang anak laki-laki usia 5 tahun sehat dan tumbuh sempurna. Pada saat kehamilannya ibu Hadijah rutin melakukan pemeriksaan di bidan dan karena diketahui kehamilannya kembar maka dirujuk ke RSU Kutacane untuk mendapatkan perawatan yang lebih memadai. Dari pemeriksaan kehamilan dan dilakukan dengan ultra sono grafi ( USG ) diketahui bahwa kehamilannya kembar dampit kepala pada usia kehamilan 6 bulan sehingga pada waktu itu diputuskan untuk dilakukan persalinan dengan Bedah Sectio Secaria ( SC ) setelah dinilai usia kehamilannya cukup, yaitu 36 minggu. Akhirnya operasi SC sukses dilakukan di Kutacane pada tanggal 2 Mei 2015 dengan melibatkan kurang lebih 40 orang dokter, perawat, bidan dan paramedis untuk membantu persalinannya. Karena ini kasus yang jarang dan sulit serta di Kutacane tidak ada fasilitas dan dokter Bedah Saraf, maka diputuskan pada usia 5 hari kedua bayi ini dirujuk ke RSU Zainal Abidin di Banda Aceh.
Dokter Bedah Saraf di Banda Aceh, dr Iskandar, SpBS merasa tidak mampu untuk menangani operasi pemisahan kembar siam dempet kepala, maka ia lapor ke Ketua Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (Perpsebsi), dr Endro Basuki, SpBS yang berkedudukan di RSUP Sardjito Yogyakarta. Dari Ketua Perspebsi menilai bahwa ini adalah kasus nasional yang tidak saja menjadi tanggung jawab RSUP Sardjito, tetapi menjadi tantangan bagi profesi dokter Bedah Saraf Indonesia untuk menangani bersama, apalagi di Sardjito belum pernah ada pengalaman operasi serupa. Maka Ketua Perspebsi mengundang senior-senior Bedah Saraf lain yang dianggap punya pengalaman dan teknik operasi yang bisa membantu operasi pemisahan ini. Prof dr RM Padmo Santjojo, SpBS menjadi rujukan utama, bersama Prof Dr dr Hafid Bajamal, SpBS dari Surabaya dan Brigjen Purn dr Djoko Riadi, SpBS dari RSPAD untuk menangani bayi kembar siam tersebut.
Panggilan Jiwa
Sudah menjadi naluri dan panggilan jiwa prajurit untuk selalu ikut dalam mengatasi masalah/kesulitan masyarakat sekelilingnya, kasus bayi kembar siam dempet ini dipercayakan kepada RSPAD Gatot Soebroto dalam penanganannya, dengan pertimbangan RSPAD Gatot Soebroto mempunyai alat peralatan yang sangat lengkap untuk mendukung diagnosa dan operasi kasus ini, ditambah dengan keberadaan Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Brigjen TNI dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K)RI yang mempunyai keahlian di bidang intervensi pembuluh darah otak untuk membantu mendiagnosa pembuluh darah di otak bayi kembar siam ini.
Sebenarnya bayi kembar ini belum bisa dibawa keluar dari Banda Aceh karena belum ada clearance dari maskapai penerbangan untuk menerbangkan bayi ini keluar Aceh, namun secara kebetulan ada fasilitas medical flight / pesawat udara khusus untuk evakuasi pasien yang akan membantu membawa bayi ini keluar dari Banda Aceh. Oleh karena itu, pada hari Selasa tanggal 16 Juni 2015 evakuasi bayi kembar dempet kepala dilakukan dari Bandara Blang Bintang Banda Aceh ke Halim Perdana Kusuma untuk selanjutnya dibawa ke RSPAD dipimpin oleh Letkol Ckm dr Agus Yunianto, SpBS sekaligus sebagai Ketua Tim Medis Bayi Kembar craniopagus dari RSPAD beserta seorang dokter anak dan dokter anestesi, serta dua perawat. Bayi ini berhasil dievakuasi dengan aman dan lancar. Jadi kejadian 28 tahun yang lalu berulang lagi, dimana RSPAD dulu berperan dalam menegakkan diagnosa bayi kembar dempet kepala Yuliana dan Yuliani dengan melakukan pemeriksaan CTScan kepala di RSPAD dan operasi di RSUP Cipto Mangunkusumo, karena saat itu RSPAD satu-satunya RS dengan fasilitas CTScan yang bagus. Saat ini berulang bayi kembar tersebut dibawa ke RSPAD untuk melengkapi pemeriksaan dan kelengkapan diagnosa sebelum diputuskan untuk operasi. Kemungkinan operasi akan dilakukan bertahap, yaitu 3 tahap. Tahap pertama untuk memisahkan kedua batuk kepala yang menyatu, tahap kedua untuk preparasi/penyiapan kulit kepala untuk flap menutup defek dan tahap terakhir untuk memisahkan duramater/pembungkus otak, pembuluh darah sinus serta menutup defek kepalanya dengan grafit kulit.
Bayi Fitri Sakinah, 3 kg Bayi Fitri Rahmawati , 3 kg.
Sampai saat ini operasi belum bisa dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama idealnya operasi pada bayi dengan menganut rule of ten yaitu usia bayi lebih dari 10 minggu, berat bayi lebih dari 10 pounds (5 kg), hemoglobin lebih dari 10 gr % serta angka leukosit kurang dari 10.000/muk. Yang kedua pada kasus ini pemeriksaan belum lengkap, dimana fungsi ginjal pada bayi satu bagus tetapi pada bayi yang satunya kurang bagus, sehingga masih harus diperiksa lebih teliti. Yang ketiga pemeriksaan aliran darah di otak Digital Substraction Angiography sudah dilakukan dan hasilnya ada aliran yang menyatu dari pembuluh darah bayi satu ke bayi lainnya. Dengan demikian dikhawatirkan kalau bayi ini langsung dipisahkan bisa berakibat pada bayi satunya akan terjadi kekurangan aliran darah atau fungsi ginjalnya menurun sehingga mengganggu dan merugikan bayi yang satunya bahkan sampai bisa mengakibatkan kematian. Oleh karena itu tim dokter selalu berpedoman pada patient safety sehingga dalam setiap memutuskan suatu tindakan akan dihitung untung ruginya terhadap keselamatan pasien. Sampai saat ini masih dalam proses pemeriksaan penunjang untuk menilai bahwa apabila diputuskan tindakan operasi maka tindakan tersebut aman bagi kedua bayi. Apabila tindakan operasi membahayakan bahkan bisa mengancam jiwanyanya maka bisa saja tindakan terbaik adalah tidak operasi demi keselamatan bayi tersebut. Demikian sekilas laporan yang dapat kami sampaikan dan mohon doa restu dari semua pihak mudah-mudahan kita dapat memutuskan yang terbaik bagi kedua bayi, orang tua dan keluarganya. (laporan dari Letkol Cam dr Agus Yunianto, SpBS, Tim Medis RSPAD Gatot Soebroto)