Skip to main content
Berita Satuan

Syarat Calon Kepala Daerah: Revisi UU Pilkada Jangan Tabrak Keputusan Mahkamah Konstitusi

Dibaca: 91 Oleh 03 Mar 2016Maret 8th, 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Persyaratan calon kepala daerah semestinya tidak menjadi perdebatan dalam revisi Undang-Undang Pilkada. Putusan Mahkamah Konstitusi tegas menyatakan semua pejabat negara yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan harus mundur dari jabatannya saat ditetapkan menjadi calon kepala daerah oleh KPUD.

Soal syarat tinggal menga­dopsi putusan MK saja. DPR jangan coba mengotak-atik. Rambunya sudah jelas. Ketika dinyatakan lolos, calon kepada daerah harus menyetorkan surat pengunduran diri dari anggota TNI/Polri, PNS dan Pejabat Publik, kata Koordinator Jari­ngan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat di (JPPR) Masykurudin Hafidz di Jakarta, kemarin, Selasa, 2 Maret 2016.

Masykurudin mengatakan se­mestinya persyaratan menjadi calon kepala daerah ini bukan lagi menjadi polemik. Apalagi, persyaratan itu sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi. Sembilan hakim konstitusi se­cara bujat memutuskan kepada anggota TNI-Polri harus mundur bila mgin maju di pilkada.

Bila dulu TNI, Polri dan PNS harus mundur saat mendaftar menjadi calon kepala daerah, maka kini berbeda. Para abdi ne­gara tersebut harus mengundur­kan diri ketika ditetapkan men­jadi calon kepala daerah atau ke­tika dinyatakan lolos vierifkasi oleh KPUD setempat.

Menurutnya, aparatur negara ini sangat pontesial menyalahgu­nakan kewenangan dan fasilitas untuk kemenangan pilkada san­gat besar. Pilkada Serentak 2015 bisa dijadikan contoh bahwa calon incumbent mayoritas me­nang karena memiliki akses untuk menggerakan PNS bahwa menggunakan APBD buat bansos demi meraih kemenangan.

Baca juga:  Gelar Opsgaktib Dan Yustisi Di Wilayah Kodam XVII/Cenderawasih Guna Meningkatkan Disiplin, Loyalitas, Moralitas Dan Kepatuhan Hukum Prajurit

Anggota TNI, Polri, PNS atau pejabat  negara lainnya harus  mundur  agar  ada  kese­imbangan dan keadilan dalam pilkada. Karena mereka dinilai kewenangan untuk menggerak­kan aparatur dan punya kepada fasilitas negara yang melekat padanya untuk memenangkan pilkada, jelasnya.

Selain itu, mundur dari jabatan menjadi indikator kesungguhan untuk melakukan pengabdian dalam karir politik sebagai calon kepala daerah. Menjadi kepala daerah membutuhkan komitmen kuat. Bukan ajang untuk coba-coba dan mengadu keberuntungan, tegasnya.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri menegaskan akan patuh pada Undang-Undang Pilkada yang yang berlaku terkait pencalonan kepala daerah. TNI tidak membuat aturan sendiri tentang ketentuan para calon harus mundur atau tidak dari jabatannya jika maju menjadi calon di pilkada.

Kami patuh UU saja. Jika se­karang aturannya harus mundur, kami ikut. Soal bagaimana kedepannya, nanti ikuti UU yang berlaku saja, kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman di Jakarta, kemarin.

Tatang menjelaskan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah mengeluarkan telegram No 29 Tahun 2016 kepada semua prajurit di seluruh Indonesia. Isinya adalah semua prajurit yang menjadi calon di pilkada harus mengundurkan diri. Se­telah sah menjadi calon yang disetujui Komisi Pemilihan Umum Qaerah (KPUD), mereka diberhentikan dengan hormat dari anggota TNI. Jika tidak ter­pilih, mereka tidak bisa kembali lagi ke kesatuannya.

Baca juga:  Kunjungi Pos Turiskain, Dansatgas Yonif 742 Silaturahmi ke Forkopimcam Raihat

Menurutnya, telegram itu mengacu ke UU Pilkada yang berlaku sekarang, di mana set­iap Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk anggota TNI yang menjadi calon kepala daerah, harus mengundurkan diri.

Kalau nanti ada perubahaan UU, misalnya tidak harus mun­dur dari jabatan, kami akan tunduk pada UU yang berlaku. Tetapi untuk sekarang, telegram itu yang berlaku, tuturnya.

Berbeda dengan TNI, Polri justru lebih setuju bila ada ang­gotanya yang maju dalam pilkada tidak perlu mengundurkan diri saya mencalonkan diri.

Soal anggota Polri tak perlu mundur, saya setuju saja. Tentu semuanya (kalau jadi disahkan) itu sudah dipertimbangkan dampaknya, positif dan negatif­nya. Selama ini memang, sesuai UU Polri 2/2002, mereka yang maju berpolitik harus mengun­durkan diri, kata Kapolri Jenderal Polisi Drs. Badrodin Haiti.

Seperti diketahui beberapa poin revisi Undang-Undang 8/2015 ten­tang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pemilihan Kepala Daerah/Pilkada) menye­butkan anggota TNI, Polri, PNS maupun pejabat negara lainnya tak perlu mundur dari jabatan­nya saat akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah.

Baca juga:  Prajurit TNI Dibekali Pengetahuan Kurikulum 2013

Mereka cukup mengajukan cuti untuk keperluan pilkada kepada instansinya. Tentara tidak perlu mundur, PNS tidak perlu mundur. Lalu implikasi selanjutnya calon kepala daerah bisa cuti saat kampanye, kata Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy, belum lama ini.

Usulan itu dapat dilaksanakan apabila Pasal 39 UU Pilkada direvisi dan ditambah dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Pasal 39 saat ini berbunyi. Pe­serta Pemilihan adalah a) Pa­sangan Calon Gubernur dan Wa­kil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan atau b) Pasangan calon perseo­rangan yang didukung oleh sejumlah orang.

Ketentuan itu (Pasal 39) dime­karkan menjadi dua pasal dengan merujuk Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 sehingga menjadi,  Setiap warga negara berhak memper­oleh kesempatan yang sama da­lam pemerintahan.  (Sumber: HU Rakyat Merdeka)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel