Persyaratan calon kepala daerah semestinya tidak menjadi perdebatan dalam revisi Undang-Undang Pilkada. Putusan Mahkamah Konstitusi tegas menyatakan semua pejabat negara yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan harus mundur dari jabatannya saat ditetapkan menjadi calon kepala daerah oleh KPUD.
Soal syarat tinggal mengadopsi putusan MK saja. DPR jangan coba mengotak-atik. Rambunya sudah jelas. Ketika dinyatakan lolos, calon kepada daerah harus menyetorkan surat pengunduran diri dari anggota TNI/Polri, PNS dan Pejabat Publik, kata Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat di (JPPR) Masykurudin Hafidz di Jakarta, kemarin, Selasa, 2 Maret 2016.
Masykurudin mengatakan semestinya persyaratan menjadi calon kepala daerah ini bukan lagi menjadi polemik. Apalagi, persyaratan itu sudah pernah diuji di Mahkamah Konstitusi. Sembilan hakim konstitusi secara bujat memutuskan kepada anggota TNI-Polri harus mundur bila mgin maju di pilkada.
Bila dulu TNI, Polri dan PNS harus mundur saat mendaftar menjadi calon kepala daerah, maka kini berbeda. Para abdi negara tersebut harus mengundurkan diri ketika ditetapkan menjadi calon kepala daerah atau ketika dinyatakan lolos vierifkasi oleh KPUD setempat.
Menurutnya, aparatur negara ini sangat pontesial menyalahgunakan kewenangan dan fasilitas untuk kemenangan pilkada sangat besar. Pilkada Serentak 2015 bisa dijadikan contoh bahwa calon incumbent mayoritas menang karena memiliki akses untuk menggerakan PNS bahwa menggunakan APBD buat bansos demi meraih kemenangan.
Anggota TNI, Polri, PNS atau pejabat negara lainnya harus mundur agar ada keseimbangan dan keadilan dalam pilkada. Karena mereka dinilai kewenangan untuk menggerakkan aparatur dan punya kepada fasilitas negara yang melekat padanya untuk memenangkan pilkada, jelasnya.
Selain itu, mundur dari jabatan menjadi indikator kesungguhan untuk melakukan pengabdian dalam karir politik sebagai calon kepala daerah. Menjadi kepala daerah membutuhkan komitmen kuat. Bukan ajang untuk coba-coba dan mengadu keberuntungan, tegasnya.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sendiri menegaskan akan patuh pada Undang-Undang Pilkada yang yang berlaku terkait pencalonan kepala daerah. TNI tidak membuat aturan sendiri tentang ketentuan para calon harus mundur atau tidak dari jabatannya jika maju menjadi calon di pilkada.
Kami patuh UU saja. Jika sekarang aturannya harus mundur, kami ikut. Soal bagaimana kedepannya, nanti ikuti UU yang berlaku saja, kata Kapuspen TNI Mayjen TNI Tatang Sulaiman di Jakarta, kemarin.
Tatang menjelaskan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah mengeluarkan telegram No 29 Tahun 2016 kepada semua prajurit di seluruh Indonesia. Isinya adalah semua prajurit yang menjadi calon di pilkada harus mengundurkan diri. Setelah sah menjadi calon yang disetujui Komisi Pemilihan Umum Qaerah (KPUD), mereka diberhentikan dengan hormat dari anggota TNI. Jika tidak terpilih, mereka tidak bisa kembali lagi ke kesatuannya.
Menurutnya, telegram itu mengacu ke UU Pilkada yang berlaku sekarang, di mana setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk anggota TNI yang menjadi calon kepala daerah, harus mengundurkan diri.
Kalau nanti ada perubahaan UU, misalnya tidak harus mundur dari jabatan, kami akan tunduk pada UU yang berlaku. Tetapi untuk sekarang, telegram itu yang berlaku, tuturnya.
Berbeda dengan TNI, Polri justru lebih setuju bila ada anggotanya yang maju dalam pilkada tidak perlu mengundurkan diri saya mencalonkan diri.
Soal anggota Polri tak perlu mundur, saya setuju saja. Tentu semuanya (kalau jadi disahkan) itu sudah dipertimbangkan dampaknya, positif dan negatifnya. Selama ini memang, sesuai UU Polri 2/2002, mereka yang maju berpolitik harus mengundurkan diri, kata Kapolri Jenderal Polisi Drs. Badrodin Haiti.
Seperti diketahui beberapa poin revisi Undang-Undang 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pemilihan Kepala Daerah/Pilkada) menyebutkan anggota TNI, Polri, PNS maupun pejabat negara lainnya tak perlu mundur dari jabatannya saat akan mencalonkan diri menjadi kepala daerah.
Mereka cukup mengajukan cuti untuk keperluan pilkada kepada instansinya. Tentara tidak perlu mundur, PNS tidak perlu mundur. Lalu implikasi selanjutnya calon kepala daerah bisa cuti saat kampanye, kata Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy, belum lama ini.
Usulan itu dapat dilaksanakan apabila Pasal 39 UU Pilkada direvisi dan ditambah dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Pasal 39 saat ini berbunyi. Peserta Pemilihan adalah a) Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan atau b) Pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Ketentuan itu (Pasal 39) dimekarkan menjadi dua pasal dengan merujuk Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 sehingga menjadi, Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (Sumber: HU Rakyat Merdeka)