Kepala Penerangan Komando Daerah Militer IV/ Diponegoro Letnan Kolonel Zainul Bahar, di Kota Semarang, Jawa Tengah, menegaskan, massa yang berunjuk rasa pada Sabtu, 22 Agustus 2015 berada di lokasi tempat penggalian fondasi pagar. TNI sudah meminta warga untuk berpindah, tetapi ditolak sehingga terjadi gesekan.
Kami sudah memberikan penjelasan, tetapi warga tidak menerima. Akibatnya, sebagian warga diangkat oleh anggota peleton dari Yonif 403 Wirasada Pratista hingga terpancing emosinya. Setelah itu terjadi saling dorong dan warga menendangi tentara yang tengah bertugas. Bahkan ada yang membawa parang, kata Zainul.
Karena imbauan sudah tidak dihiraukan lagi, kata Zainul, anggota melepaskan tembakan peringatan yang kemudian justru memicu emosi warga. Terkait proses pembangunan pagar, jika ada tanaman milik warga yang rusak, pihaknya akan mengganti rugi Rp 5.000 per meter.
Sementara itu, Senin, 24 Agustus 2015, saat dihubungi di Jakarta, Kepala Subdinas Penerangan Umum Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Letkol Inf Fajar Tjahyono menegaskan, TNI AD punya dokumen kepemilikan tanah yang lengkap. Aset tersebut merupakan lahan bekas pemerintahan Hindia Belanda, yakni tentara kolonial KNI, yang diserahkan kepada TNI setelah pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949.
Tidak mungkin kami sembarangan mengklaim lahan tanpa alas hak. Meski demikian, kami mengobati warga yang menjadi korban bentrokan kemarin di lapangan, kata Fajar.
Dia mencontohkan, di banyak lokasi, TNI AD memberikan keleluasaan kepada warga untuk memanfaatkan lahan militer. Sewaktu dirinya menjadi Komandan Batalyon 312 Kala Hitam di Jawa Barat, ada tanah batalyon yang dipinjam untuk bangunan sekolah warga.
Namun, kepemilikan tetap ada di tangan TNI. Menurut Fajar, pihaknya tetap melanjutkan pemagaran kompleks TNI di Urut Sewu, Kebumen, Jawa Tengah.
Sebelumnya, pada pekan lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, seusai uji coba penembakan roket 122B-Han di fasilitas Lapan seluas 100 hektar dan bersebelahan dengan fasilitas TNI Angkatan Udara, meminta segera dilakukan pemagaran aset TNI.
Ini, kok, sekarang banyak permukiman warga. Nanti kalau ada insiden, kami disalahkan. Kami harus melindungi rakyat dengan mencegah jangan sampai masuk area latihan militer karena berbahaya, kata Ryamizard.
Usut tuntas
Berkaitan dengan insiden itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar di Jakarta, Senin, mengatakan, kasus itu harus diusut tuntas. TNI tidak sepatutnya bertindak sewenang-wenang terhadap warga dan mendorong penyelesaian konflik secara manusiawi.
Pomdam (Polisi Militer Kodam IV Diponegoro) harus mengusut dan menindak tegas aparat yang melakukan kekerasan terhadap petani Urut Sewu. Akibat bentrokan pada Sabtu lalu, puluhan petani luka. Komandan kodim setempat juga harus bertanggung jawab atas insiden itu, kata Haris.
Saat ini, Kontras telah menerjunkan tim untuk melakukan investigasi terhadap aksi kekerasan saat aksi penolakan pemagaran kawasan Urut Sewu. Tim tersebut telah mendata para korban dan rekaman insiden. Hasil investigasi akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.
Yang jelas, kami akan membawa hasilnya ke Pomdam Diponegoro. Atasan mereka harus bertanggung jawab. Ini langkah mundur untuk TNI ke zaman otoriter. Apa pun alasannya, kekerasan oleh tentara tidak bisa dibenarkan, katanya
Sabtu lalu, insiden kekerasan terjadi saat sekitar 150 petani di Kebumen selatan menolak aksi pemagaran lahan Urut Sewu oleh TNI. Petani mempertanyakan dasar hukum pemagaran lahan tersebut
Namun, ratusan personel TNI bersenjata toya dan bertameng menghalau mereka. Puluhan warga terluka, bahkan beberapa di antara mereka harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen.
Insiden itu dipicu saling klaim tanah atas kawasan seluas 1.150 hektar di kawasan Urut Sewu. Petani mengklaim sebagian tanah tersebut sudah tercatat dalam letter C desa. Adapun TNI mengklaim tanah tersebut terdaftar sebagai kekayaan negara di Kementerian Keuangan.
Penelusuran yang dilakukan ke sejumlah rumah warga korban insiden itu menunjukkan, kebanyakan warga mengalami luka di bagian kepala, bahu, dan tangan. Pada beberapa orang balikan masih terlihat bekas lebam. Salah satu korban, Widodo Sunu Nugroho, yang juga Kepala Desa Wiromartan, menjalani operasi tangan kiri karena patah.
Kepala saya masih pusing. Kadang-kadang mual. Saya dipukul di bagian tengkuk dan kepala, ucap Ratiman (27), warga Desa Wiromartan, yang di kepalanya terlihat bekas luka lebam yang telah diperban.
Pemagaran dilanjutkan
Koordinator Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan Seniman, saat ditemui di rumahnya, mengatakan, petani menyesalkan sikap ngotot TNI yang tetap melanjutkan pemagaran kendati baru saja terjadi insiden berdarah. Alat berat bahkan masuk ke lahan pertanian membuat jalur pemagaran tersebut
Pernyataan dari pihak TNI dibantah oleh petani. Kepala Desa Petangkuran Muslihin mengatakan, tidak ada di antara warga yang berunjuk rasa itu membawa senjata tajam. Kami juga menyesalkan sikap kepolisian yang seolah lepas tangan terhadap insiden kemarin, ujarnya.(Sumber: Kompas)