Skip to main content
Berita Satuan

TNI Rangkul Warga Perbatasan Papua

Dibaca: 538 Oleh 28 Jan 2014Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

[JAYAPURA] Kepala Pe­nerangan Kodam XVII/ Cenderawasih, Kolonel Inf Lismer Lumban Siantar mengatakan, prajurit TNI sebagai Satgas Pengaman­an Perbatasan PNG-RI te­rus menjalin hubungan yang baik dengan masyara­kat di sekitar perbatasan tersebut. Banyak kegiatan kemasyarakatan yang dige­lar TNI, sebagai wujud bimbingan internal (Binter) TNI dengan masyarakat.

“Kami menilai, warga perbatasan PNG-Papua su­dah menyatu dengan TNI. Buktinya, warga menye­rahkan satu unit senjata la­ras panjang jenis Mouser, dengan tiga butir amunisi di sekitar perbatasan Kabu­paten Keerom kepada Sat­gas Pamtas PNG-RI Yonif 642/KPS, Minggu (26/1) pagi sekitar pukul 08.00 WIT,” kata Kol Lismer Lumban Siantar dalam si­aran pers yang diterima SP, Minggu (26/1) malam.

Dikatakan, Binter yang digelar prajurit Satgas Pengamanan Perbatasan 642/KPS antara lain dalam ben­tuk bhakti sosial, pengobatan massal, kegiatan agama, dan ke­giatan sosi­al lainnya, seperti mengajar, pendampingan per­tanian, dan lain-lain.

“Dengan ada­nya pende­katan-pen­dekatan dan pembinaan te­ritorial dari prajurit yang bertugas di Satgas Pamtas dengan masyarakat sekitar­nya maka terjalinlah hu­bungan yang harmonis,” ujarnya.

Baca juga:  Satgas Yonarhanud 16 Kawal Penjemputan 8 WNI Yang Ditangkap PGA

Hal itu, katanya, sesuai dengan harapan Pangdam XVII/Cenderawasih May­jen TNI Drs Christian Zebua, yang selalu menekan­kan kepada seluruh prajurit yang bertugas di Papua, agar dalam menjalin hu­bungan dengan masyarakat lebih menitikberatkan pen­dekatan agama, budaya, dan kesetaraan.

TNI juga ikut memban­tu mengatasi kesulitan rak­yat di sekelilingnya, se­hingga kehadiran prajurit TNI dapat diterima serta dicintai oleh rakyat. Kalau TNI mencintai rakyat, ma­ka rakyat akan mencintai TNI. Jika TNI bersama rakyat, Negara kuat,” ujarnya.

Pelanggaran HAM

Di tempat terpisah, Lembaga Penelitian, Peng­kajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, sebagai salah satu lembaga advokasi di Tanah Papua mengajak se­genap lapisan masyarakat Papua untuk “melawan lu­pa” terhadap berbagai ka­sus pelanggaran HAM yang terjadi sejak tahun 1963 hingga saat ini.

“Kami mendesak agar pelanggaran-pelanggaran HAM itu diselesaikan sesuai mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia dan du­nia internasional,” kata Di­rektur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy kepada SP.

Hal ini penting, kata­nya, karena sesuai dengan amanat Piagam Perserikat­an Bangsa Bangsa (PBB), Deklarasi Universal ten­tang Hak Asasi Manusia, Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik, maupun Kovenan tentang Hak-hak Sosial, Eko­nomi dan Budaya. “Bahkan, dalam UU Nomor 39   Tahun 1999 ten­tang Hak Asasi Ma­nusia dan UU Nomor 26  Tahun 2000 ten­tang Pengadilan HAM secara tegas su­dah diberi ruang dan ke­sempatan bagi penyelesai­an kasus-kasus pelanggar­an HAM tersebut,” kata­nya.

Baca juga:  Bantu Kesulitan Warga, Satgas Pamtas Yonif 142 Gelar Baksos

Seperti diketahui, se­menjak peralihan adminis­trasi pemerintahan di atas tanah Papua dari United Nations of Temporary Emergency Administration (UNTEA) kepada Pemerin­tah Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, berbagai ope­rasi keamanan dilakukan oleh TNI di sejumlah daerah di Tanah Papua. Dalam operasi itu, senantiasa terjadi tindakan keke­rasan aparat, yang berdi­mensi pelanggaran hak asa­si manusia.

“Tindakan-tindakan tersebut, nyata-nyata me­nimbulkan perasaan takut, trauma, bahkan kebencian di hati masyarakat-Papua dari waktu ke waktu, tapi tidak pernah terselesaikan secara hukum. Malahan, terkesan dibiarkan dan cen­derung merupakan impunitas yang sangat merugikan posisi hukum dari Pemerin­tah Indonesia di mata para aktivis HAM internasio­nal,” ujar peraih peng­hargaan internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 dari Kanada tersebut.

Dia mengajak seluruh rakyat Papua untuk terus mendorong diselesaikan­nya berbagai kasus pelang­garan HAM. Misalnya, ka­sus dugaan pembunuhan kilat terhadap 53 orang asli Papua pada tanggal 28 Juli 1969 di Markas Batalyon Infantri 752 di Arfai-Manokwari.

Yan, yang juga anggota Steering Committee Foker LSM se-Tanah Papua, Sek­retaris Komisi HAM, Ke­adilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan pada Ba­dan Pekerja Klasis GKI Manokwari/Pembela HAM (Human Rights Defender) di Tanah Papua, mendesak semua komponen perjuangan hak-hak sipil dan po­litik rakyat Papua untuk se­gera bersatu dalam mem­perjuangkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, yang terjadi semenjak ta­hun 1963 hingga saat ini, dengan senantiasa menggu­nakan mekanisme hukum nasional dan internasional yang berlaku. [154], Sumber Koran: Suara Pembaruan (27 Januari 2014/Senin, Hal. 13)

Baca juga:  Serma Musbah Selamatkan Puluhan Korban Kapal Terbakar di Selat Buton

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel