Skip to main content
Berita Satuan

TNI Tolak Latihan Perang dengan China

Dibaca: 55 Oleh 21 Okt 2015Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta kepada semua pihak untuk menahan diri dan tidak melakukan kegiatan di Laut China Selatan (LCS) karena rawan meningkatkan tensi di kawasan tersebut. Gatot menyatakan hal terse­but menyikapi ajakan pelatih­an perang bersama di LCS yang digagas Menteri Pertahanan (Menhan) China Chang Wanquan yang disampaikan pada pertemuan informal dengan menhan se  ASEAN di Beijing beberapa waktu lalu.

Begini, TNI itu harus sega­ris dan mematuhi apa yang menjadi kebijakan pemerin­tah dalam hal ini kebijakan po­litik luar negeri pemerintah, ujar Gatot di Gedung DPR RI, Senin, tanggal 19 Oktober 2015.

Mantan Kepala Staf Angkat­an Darat (KSAD) itu menyebut­kan, ada dua kebijakan Peme­rintah Indonesia mengenai LCS. Pertama, Pemerintah In­donesia bertekad mewujudkan peace and stability atau keamanan dan stabilitas di LCS.

Kedua, pemerintah mengimbau agar semua pihak mena­han diri untuk tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan di LCS yang dapat meningkatkan tensi instabilitas. Jadi dua ke­bijakan pemerintah itu harus dipatuhi oleh TNI. Artinya, karena ajakan pelartihan diLCS itu akan meningkatkan tensi ins­tabilitas di sana, sebaiknya TNI tidak melakukan itu. Oleh ne­gara mana pun tanpa terke­cuali, tegasnya.

Baca juga:  Sebanyak 15 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat

Mengenai anggapan bahwa pelatihan bersama tersebut bisa meredam ketegangan di LCS, Gatot kembali mengata­kan bahwa sikap Panglima TNI adalah mematuhi kebijakan pemerintah di bidang luar ne­geri. Saya tidak berkomentar, itu. Itu adalah komentar dari menlu. Saya patuh terhadap kebijakan Pemerintah Repub­lik Indonesia dengan kebijakan politik luar negerinya. Itu saja,  sudah, ujarnya.

Senada, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak terlibat dalam pelatihan bersama yang digagas Menhan China Chang Wanquan karena bisa me­nimbulkan ketegangan baru. Menurut saya, belum ada kebutuhan   bagi   negara-negara  ASEAN  untuk  melakukan pe­latihan perang bersama, apa­lagi melibatkan negara di luar ASEAN, ujarnya.  Menurut Mahfud, bagi ASEAN dalam konteks semakin meningkatnya ketegangan LCS, hal yang diperlukan justru kerja sama antar negara. Misal­nya pengamanan wilayah laut dari tindakan-tindakan ilegal seperti penyelundupan BBM dan   perampokan   laut.    Pelatihan    bersama     justru      akan memunculkan   persepsi-persepsi  yang  tidak mengun­tungkan ASEAN dan bisa memicu ketegangan tambahan.

Baca juga:  Panglima TNI : Pemuda Harus Miliki Daya Inovasi dan Kreasi

Sementara itu, Menhan Ryamizard Ryacudu membantah bahwa China mengajak berlatih perang bersama, melainkan patroli bersama seperti yang pernah diusulkannya. Bukan pelatihan (perang) bersama, tapi patroli bersama. Betul (patroli bersama) itu Kemhan yang mencanangkan, katanya.

Menurut  Ryamizard, pihak­nya bersedia mengikuti kegiat­an itu guna mendamaikan kete­gangan  di  kawasan  tersebut.  Apalagi patroli  nantinya  akan dilakukan  bersama-sama. Me­nurut Ryamizard, diperlukan persiapan yang matang sebelum menggelar patroli. Lho, iya (bersedia) kan mau memberes­kan LCS, jangan hanya dilihatin dong. Harus ada upaya. Patroli perdamaian untuk damai, kalau pelatihan perang untuk perang, jadi itu beda, ucapnya.

Mengenai anggapan bahwa kegiatan tersebut akan memicu ketegangan di kawasan, Ryami­zard mengatakan, sesuai amanat UUD 1945, Indonesia ikut terlibat menjaga ketertiban dunia. Kenapa nggak boleh? Perte­muan di China sangat baik hasilnya. China membuka bagi negara-negara ASEAN, ini (LCS) rumah bersama. Sudah­lah, kita mau damai, otak kita harus damai, tegasnya.

Pengamat  militer  dan inteli­jen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, In­donesia harus hati-hati karena selama ini yang dikenal hanya patroli terkoordinasi. Selain itu harus jelas wilayah kegiatan dan tujuan kegiatan, jangan sampai dijadikan pengukuhan klaim China di LCS. Sebaiknya kegiatan ini juga melibatkan negara-negara lain yang punya kepentingan freedom of navigation dan perdamaian di LCS, katanya.

Baca juga:  Manfaatkan Limbah Dapur, Satgas Yonif 312/KH Ajak Warga Budidayakan Ikan Lele

Mantan  anggota  Komisi  I DPR itu menambahkan, ke­giatan apa pun di LCS harus sesuai UNCLOS 1982, khu­susnya yang mengatur  kerja  sama  di laut semi  tertutup  seperti   di   LCS.   Pe­merintah terlihat bi­ngung menghadapi China. Dalam hal ini perlu firm bahwa pe­merintah  memiliki suatu kebijakan atas China,  ujarnya.  (Sumber: HU Seputar Indonesia)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel