Skip to main content
Berita Satuan

Daerah Dinilai Tak Sigap Antisipasi Asap

Dibaca: 2 Oleh 17 Sep 2015Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Daerah dinilai tidak sigap mengantisipasi kebakaran hutan yang ber­ujung bencana asap di bebe­rapa wilayah Sumatera dan Kalimantan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan perangkat dae­rah tak melakukan tindakan preventif meski sudah diberi peringatan oleh pemerin­tah pusat. Kasus asap ini menunjukkan bagaimana tingkat koordinasi kepala daerah berjalan atau tidak, kata Tjahjo di Jakarta kema­rin.

Tjahjo menolak tuding­an   bahwa   pemerintah pusat lamban mengantisi­pasi kebakaran hutan. Ia berujar, pemerintah pusat sudah mengirim radiogram kepada    kepala  daerah dan jajarannya sejak awal musim kemarau. Namun hal itu tidak dijalankan dengan baik. Menurut dia, bila koordinasi kepala dae­rah dengan satuan perang­kat daerah lainnya berjalan baik, kebakaran hutan yang mengakibatkan   bencana asap tak akan terjadi.

Ia mengatakan sebagian besar kebakaran disebab­kan ulah perusahaan yang sengaja membakar. Untuk meminimalkan kemung­kinan kebakaran hutan terulang, pemerintah akan mendata setiap perusahaan perkebunan.

Jumlah titik api dan asap naik turun. Di Kota Jambi, kemarin, jarak pandang memburuk menjadi hanya 500 meter dari’sehari sebe­lumnya 3.500 meter. Kondisi ini dipicu oleh meningkat­nya titik panas, ujar praki-rawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  Jambi, Dwi Atmoko. Kemarin ada 58 titik api di sana, naik diban­ding sehari sebelumnya yang hanya lima titik.

Baca juga:  Lapangan Terbang: Dari Gelap Perang hingga Sesak Urban

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jambi Arif Munandar terus melakukan pemadaman dengan total personel 2.000 orang. Cuma masalahnya, menurut dia, kabut asap di Jambi juga kiriman dari Sumatera Selatan.

BMKG Stasiun Pekanbaru memantau 419 titik panas di Sumatera dari sehari sebelumnya sebanyak 48 titik. Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin menga­takan titik panas terbanyak di Sumatera Selatan, yakni 335. Lalu, di Jambi 70 titik, Lampung 70 titik, dan Riau 5 titik. Untuk jarak pandang, di Pelaiawan 100 meter, Rengat 200 meter, Pekanbaru 1.200 meter, dan Dumai 5.000 meter.

Komandan Satuan Tugas Pemadaman Api Riau Brigadir Jenderal TNI Nurendi mengatakan seba­gian besar lahan terbakar di Riau disebabkan unsur kesengajaan. Nurendi mem­bantah pernyataan gambut terbakar karena proses alam. Meskipun cuaca panas, yang namanya gambut kalau tidak dibakar tidak akan terbakar, katanya.

Kebakaran di beberapa provinsi itu juga mengirim asap hingga daerah lain. Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, mene­tapkan tanggap darurat asap karena jarak pan­dang beberapa hari lalu sempat menyentuh 400 meter. Selain asap kirim­an provinsi tetangga, di sini juga terjadi kebakaran lahan, kata Kepala BPBD Dharmasraya, Suwandi.

Baca juga:  Satgas Yonif PR 432 Kostrad Wujudkan Tempat Belajar dan Bermain Anak-Anak Papua

Di Kalimantan Selatan, Kepala BMKG Bandara Syamsudin Noor, Ibnu Sulistiono,mengatakan jum­lah titik api kemarin menu­run menjadi 108 dari sehari sebelumnya 379. Komandan Resor Militer 101 Antasari, Kolonel Muhammad Abduh Ras, mengatakan telah me­nerjunkan 1.800 personel ga­bungan untuk pemadaman.

Di Kalimantan Barat, General Manager Bandara Supadio Pontianak, Bayuh Iswantoro, mengatakan kondisi cuaca kemarin lebih buruk. Jarak pandang pada pagi hari hanya 300 meter dan jarak pandang vertikal hanya 400 kaki,  katanya. Itu membuat penerbangan sempat terganggu.

Membakar Lahan Lebih Murah

Komandan Satuan Tugas Pemadaman Api Riau, Brigadir Jenderal TNI Nurendi, menga­takan kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan terjadi akibat pembakaran untuk membuka lahan. Dia menyebutkan sebagian besar lahan yang terbakar di Provinsi Riau karena unsur kesengajaan.

Berikut ini perbandingan pembukaan lahan tanpa membakar dan dengan membakar

  1. Untuk Hutan Primer

          Waktu kerja 80 hari (HOK) = Rp 4 juta/hektare

          Waktu kerja 12 hari (JKT) = Rp 2,4 juta/hektare

  1. Hutan Sekunder
Baca juga:  Babinsa Kodim OKU Ajari Anak-Anak Santri Materi Bela Negara

         Waktu kerja 53 hari (HOK) = Rp 2,65 juta/ hektare

         Waktu kerja 10 hari (JKT) = Rp 2 juta/hektare

  1. Semak Belukar

         Waktu kerja 48 hari (HOK) = Rp 2,4 juta/ hektare

         Waktu kerja 6 hari (JKT) = Rp 1,2 juta/hektare

Keterangan : H0K= Hari Orang Kerja

                        JKT= Jam Kerja Traktor

Sedangkan pembukaan lahan dengan cara membakar, menurut Forum Hijau Indonesia berdasarkan data 2013, hanya membutuhkan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hektare. Itu pun bisa 10 kali lebih cepat dibanding metode pembukaan lahan versi pemerintah.(Sumber:HU Koran Tempo)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel