Daerah dinilai tidak sigap mengantisipasi kebakaran hutan yang berujung bencana asap di beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan perangkat daerah tak melakukan tindakan preventif meski sudah diberi peringatan oleh pemerintah pusat. Kasus asap ini menunjukkan bagaimana tingkat koordinasi kepala daerah berjalan atau tidak, kata Tjahjo di Jakarta kemarin.
Tjahjo menolak tudingan bahwa pemerintah pusat lamban mengantisipasi kebakaran hutan. Ia berujar, pemerintah pusat sudah mengirim radiogram kepada kepala daerah dan jajarannya sejak awal musim kemarau. Namun hal itu tidak dijalankan dengan baik. Menurut dia, bila koordinasi kepala daerah dengan satuan perangkat daerah lainnya berjalan baik, kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana asap tak akan terjadi.
Ia mengatakan sebagian besar kebakaran disebabkan ulah perusahaan yang sengaja membakar. Untuk meminimalkan kemungkinan kebakaran hutan terulang, pemerintah akan mendata setiap perusahaan perkebunan.
Jumlah titik api dan asap naik turun. Di Kota Jambi, kemarin, jarak pandang memburuk menjadi hanya 500 meter dari’sehari sebelumnya 3.500 meter. Kondisi ini dipicu oleh meningkatnya titik panas, ujar praki-rawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Jambi, Dwi Atmoko. Kemarin ada 58 titik api di sana, naik dibanding sehari sebelumnya yang hanya lima titik.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jambi Arif Munandar terus melakukan pemadaman dengan total personel 2.000 orang. Cuma masalahnya, menurut dia, kabut asap di Jambi juga kiriman dari Sumatera Selatan.
BMKG Stasiun Pekanbaru memantau 419 titik panas di Sumatera dari sehari sebelumnya sebanyak 48 titik. Kepala BMKG Pekanbaru Sugarin mengatakan titik panas terbanyak di Sumatera Selatan, yakni 335. Lalu, di Jambi 70 titik, Lampung 70 titik, dan Riau 5 titik. Untuk jarak pandang, di Pelaiawan 100 meter, Rengat 200 meter, Pekanbaru 1.200 meter, dan Dumai 5.000 meter.
Komandan Satuan Tugas Pemadaman Api Riau Brigadir Jenderal TNI Nurendi mengatakan sebagian besar lahan terbakar di Riau disebabkan unsur kesengajaan. Nurendi membantah pernyataan gambut terbakar karena proses alam. Meskipun cuaca panas, yang namanya gambut kalau tidak dibakar tidak akan terbakar, katanya.
Kebakaran di beberapa provinsi itu juga mengirim asap hingga daerah lain. Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, menetapkan tanggap darurat asap karena jarak pandang beberapa hari lalu sempat menyentuh 400 meter. Selain asap kiriman provinsi tetangga, di sini juga terjadi kebakaran lahan, kata Kepala BPBD Dharmasraya, Suwandi.
Di Kalimantan Selatan, Kepala BMKG Bandara Syamsudin Noor, Ibnu Sulistiono,mengatakan jumlah titik api kemarin menurun menjadi 108 dari sehari sebelumnya 379. Komandan Resor Militer 101 Antasari, Kolonel Muhammad Abduh Ras, mengatakan telah menerjunkan 1.800 personel gabungan untuk pemadaman.
Di Kalimantan Barat, General Manager Bandara Supadio Pontianak, Bayuh Iswantoro, mengatakan kondisi cuaca kemarin lebih buruk. Jarak pandang pada pagi hari hanya 300 meter dan jarak pandang vertikal hanya 400 kaki, katanya. Itu membuat penerbangan sempat terganggu.
Membakar Lahan Lebih Murah
Komandan Satuan Tugas Pemadaman Api Riau, Brigadir Jenderal TNI Nurendi, mengatakan kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan terjadi akibat pembakaran untuk membuka lahan. Dia menyebutkan sebagian besar lahan yang terbakar di Provinsi Riau karena unsur kesengajaan.
Berikut ini perbandingan pembukaan lahan tanpa membakar dan dengan membakar
- Untuk Hutan Primer
Waktu kerja 80 hari (HOK) = Rp 4 juta/hektare
Waktu kerja 12 hari (JKT) = Rp 2,4 juta/hektare
- Hutan Sekunder
Waktu kerja 53 hari (HOK) = Rp 2,65 juta/ hektare
Waktu kerja 10 hari (JKT) = Rp 2 juta/hektare
- Semak Belukar
Waktu kerja 48 hari (HOK) = Rp 2,4 juta/ hektare
Waktu kerja 6 hari (JKT) = Rp 1,2 juta/hektare
Keterangan : H0K= Hari Orang Kerja
JKT= Jam Kerja Traktor
Sedangkan pembukaan lahan dengan cara membakar, menurut Forum Hijau Indonesia berdasarkan data 2013, hanya membutuhkan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hektare. Itu pun bisa 10 kali lebih cepat dibanding metode pembukaan lahan versi pemerintah.(Sumber:HU Koran Tempo)