Skip to main content
Berita Satuan

KSAD: Jangan Ada Pembelokan Sejarah 1965

Dibaca: 23 Oleh 01 Okt 2016Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono menyatakan tidak boleh ada pemutarbalikan fakta atas sejarah pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira TNI AD pada 1 Oktober 1965.

Dia mengatakan, penyiksaan tujuh pahlawan revolusi merupakan fakta sejarah sebagaimana gambaran diorama yang dipajang di Museum Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur.

“Jangan ada lagi pembelokan sejarah. Jangan ada lagi pemutabalikkan fakta. Tidak boleh. Kita tidak boleh mengandai-andai. Itulah kejadian nyatanya seperti itu,” kata Mulyono di depan Museum Pengkhianatan PKI, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Jumat (30/9).

Sementara hasil visum et repertum oleh Tim Autopsi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta, seperti diungkap sejarawan Cornell University, Ben Anderson, dalam tulisan berjudul How Did the Generals Die? yang terbit di majalah Indonesia Nomor 43, April 1987, menyatakan hasil visum menunjukkan enam jenderal dan satu letnan di Lubang Buaya meninggal karena tertembak.

Visum menyatakan tak ada luka sayatan pada kelamin para korban. Para jenderal tewas karena tertembak.

Baca juga:  Panglima TNI: Netralitas TNI-Polri di Bidang Pengamanan, Kunci Keberhasilan Pemilu 2019

Sementara almarhum Prof. Dr. Arif Budianto, ahli forensik Universitas Indonesia yang tergabung dalam tim autopsi para jenazah korban, kepada Majalah D&R edisi 3 Oktober 1998 seperti dikutip dalam buku Siapa Dalang G30S? membantah sejumlah laporan soal penyiletan alat vital yang diberitakan oleh berbagai media pasca-G30S.

Menurut kesaksiannya, alat kelamin para korban tidak dipotong. Bahkan tidak ada bekas luka iris di penis para jenderal.

“Kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. Itu faktanya,” kata Arif.

Begitu pula dengan pemberitaan yang menyebutkan para jenderal dicongkel matanya sebelum dibunuh. Arif menyatakan memang benar ada bola mata korban yang copot. Tapi, menurutnya, itu karena korban sudah lebih dari tiga hari terendam dalam sumur di Lubang Buaya.

“Bukan karena dicongkel paksa. Saya sampai periksa dengan saksama tepi mata dan tulang-tulang sekitar kelopak mata, apakah ada tulang yang tergores. Ternyata tidak ditemukan,” ujar Arif.

Meski begitu, kata dia, mayat para jenderal korban G30S memang disiksa dan ditembaki. Namun laporan tentang penis dipotong dan bola mata dicungkil adalah berlebihan.

Baca juga:  Panglima TNI Apresiasi Siswa SMP Panjat Tiang Bendera di Atambua

“Semua sudah kami lakukan, semua sudah ada,” tegasnya.

“Kita tidak boleh tertipu dengan kegiatan-kegiatan yang apakah itu berbentuk kamuflase, pemutarbalikkan fakta dan sebagainya. Itu tidak boleh,” ujar Mulyono.

Malam ini, TNI AD menggelar kegiatan tahlilan dan pemanjatan doa di Lubang Buaya. Kegiatan tahunan ini rutin digelar tiap 30 September untuk mengenang jasa para pahlawan, sekaligus untuk mengingat sejarah kelam bangsa Indonesia.

“Ini merupakan pembelajaran sejarah bagi generasi muda bahwa 51 tahun lalu terjadi G30S/PKI. Kita tidak boleh melupakan itu,” ujar Mulyono.

Besok pagi akan diadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila yang rencananya akan dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. (cnnindonesia.com)

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel