Skip to main content
Artikel

Malapetaka Narkoba, Dari Perang Candu Hingga ke Jawa

Dibaca: 452 Oleh 19 Mar 2019Juni 8th, 2019Tidak ada komentar
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Anu cacat agung malih, anglangkungi saking awon, apan sekawan iku akeh apun. Dhingin wong madati, pindho wong nabotohan, kaping tiga wong durjana, kaping sakawane ugi. (Kitab Wulang Reh, pupuh VIII Wirangrong ayat 10, karya Sri Susuhunan Pakubuwono IV).

Terjemahan : Ada lagi cacat yang lebih besar dari kesalahan, yaitu empat perilaku. Pertama, madat. Kedua, bertaruh. Ketiga, pencuri. Keempat, pedagang.

Candu punya sejarah panjang, bahkan lebih tua dari sejarah berdirinya republik ini. Pun negara-negara lain di Asia, Eropa, Amerika. Candu sudah mendunia sebelum kata “globalisasi” tercipta.

Saat Tentara Raja Mabuk Candu

Cina misalnya, punya sejarah pahit kehilangan Hongkong, gara-gara candu. Awalnya, Kaisar Cina, gerah melihat rakyatnya menjadi pemadat. Saat itu, juragan candu alias pemegang hak monopoli candu dari India hingga Timur Jauh adalah David Sassoon.

Menurut Jewish Encyclopedy 1905, ia adalah keturunan Yahudi kelahiran Baghdad tahun 1792, yang hijrah ke Bombay. Selain opium (candu olahan), David juga pemilik hak monopoli perdagangan kain dan sutra Cina. Setelah sukses “mengopiumkan” Kanton- Cina, yang pada 1830-1831 menghasilkan jutaan poundsterling, sebagian keuntungan mengalir ke kas Inggris.

Sassoon makin kaya, tapi rakyat China sibuk mengawang-awang, menghirup asap benda terlarang. Maka Kaisar China bertitah: mengharamkan candu pada 1839, lalu mengangkat Komisioner Canton, Lin Tse-Hsu untuk memimpin penghentian niaga opium di Cina. Lin bertindak, opium milik Sassoon ditenggelamkan ke sungai.

Baca juga:  Danramil Wanita Pimpin Patroli Perbatasan RI-PNG

David Sassoon murka, lalu membalas Lin dengan mengadu ke pemerintah Inggris. Ujungnya, Perang Candu pun meletus 1840-1842.

Saat Inggris mengerahkan pasukannya untuk menyerang kota-kota dan memblokade pelabuhan-pelabuhan di Cina. Tentara Cina yang sebagian besar telah jadi pemadat, tak mampu perang hadapi tentara Inggris. Kekalahan dalam Perang Candu mengoyak Cina.

Perang secara resmi berakhir setelah ditandatanganinya Perjanjian Nanjing pada 29 Agustus 1842 di atas kapal perang Inggris HMS Cornwallis. Isi perjanjian antara lain :

– Niaga opium di Cina dilegalkan,

– Cina harus bayar ganti rugi opium yang ditenggelamkan senilai 2 juta pound,

– Pengakuan Inggris berdaulat atas 200 pulau di lepas pantai Cina.

– Pihak asing (Inggris, Perancis, Amerika) diijinkan  berlayar di perairan domestik Cina,

– Asing berhak membangun pabrik di pelabuhan, hak membangun jalan kereta api, hingga hak mencetak dan mengedarkan mata uang. (Chiang, Jieshi. 1943. Zhongguo Zhi Mingyun, China’s Destiny).

Belanda Kulakan Candu, Dilawan dengan Buku

Di Nusantara, menurut Laurentius Dyson P dalam bertajuk “Narkoba, Seksualitas dan Politik” (dalam acara Koentjaraningrat A Memorial Lectures XII/ 2015 di Depok, 15/10/2015), narkoba masuk ke Bumi Pertiwi saat sebelum pecah Perang Candu di Cina.

Baca juga:  Waspada Kurang Tidur Dapat Menyebabkan Serangan Jantung

Menurut Dyson, “Dalam berbagai catatan sejarah, perdagangan candu atau opium telah dimonopoli oleh VOC sejak tahun 1677. Ketika diadakan perjanjian khusus dengan raja Mataram yang bertakhta pada waktu itu yakni Sultan Amangkurat II.

Candu diserahkan kepada raja-raja oleh pihak VOC sebagai hadiah, sehingga tidak heran ketika masuknya candu, para pemimpinlah orang-orang pertama yang menikmati candu, pada akhir tahun 1600.”

Namun kulakan candu di Nusantara, bukan tanpa tentangan dari pihak penguasa. Menurut Dyson, maraknya konsumsi candu di masa lalu, tercermin ketika Sunan Pakubuwono II pada 1742 melarang penggunaan candu. Dan pada 1803 gerakan Padri mengecam penggunaan candu.

Juga pada 1810, saat Paku Buwono IV menulis buku Wulang Reh, ia menyinggung buruknya pengaruh candu. Ada juga Een Ketjosegeschiedenis (1887) menulis novel kecaman terhadap opium di Hindia Belanda.

RA. Kartini (pada 1889) dalam suratnya pun menulis tentang bumi putra Jawa penghisap candu. Dan pada 1908 Boedi Oetomo mengingatkan agar bumi putra tidak menghisap candu.

Baca juga:  Fatin Halimar di Barak Para Serdadu yang Merindu

Niaga candu dari jaman ke jaman, terus berlangsung. Catatan jambi.bnn.go.id (16/5/2013), pada era akhir abad ke-18, peredaran opium sudah menjamur di seluruh pesisir utara Jawa, mulai dari Batavia sampai ke Tuban, Gresik, dan Surabaya di Jawa Timur. Bahkan menerobos masuk ke Pulau Madura.

Di pedalaman Jawa, opium menyusup sampai ke desa seantero wilayah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Ada 372 rumah candu di Jawa. (Sumber: kompas.com, 30/3/2008).

Di kalangan bangsawan  tertentu saat itu, penggunaan opium menjadi gaya hidup.

Indonesia setelah merdeka, memberangus peredaran narkoba melalui Undang – undang nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika. Disusul Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

Terbaru, Undang-undang nomor 35 tahun2009 tentang narkotika. Bukannya berkurang, malah gurita narkotika transnasional, menjalar brutal.

Jejak opium, melibas zaman. Padahal, menurut Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961, obat-obat (narkotika) itu adalah suatu zat yang dapat merusak fisik dan mental yang bersangkutan, jika penggunaannya tanpa resep dokter.

Bisa dibayangkan kerusakan yang ditimbulkannya terhadap kekuatan pertahanan negara kita, bila manusia Indonesia dan aparatnya, menjadi pemadat.

Jakarta 19 Maret 2019

Maria Dominique

Penulis buku militer

Pemimpin Redaksi Senopati Tabloid

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel