Skip to main content
Berita Satuan

Matinya Teroris Atau Matinya Terorisme

Dibaca: 12 Oleh 26 Jan 2016Januari 29th, 2016Tidak ada komentar
TNI Angkatan Darat
#TNIAD #TNIADMengabdiDanMembangunBersamaRakyat

Pernah nonton film kartun ‘Avatar The Legend of Ang’ yang menampilkan Ang sebagai jagoan pengendali air, angin, dan api?.

Dengan kondisi yang mirip itulah, Gerakan Fajar Nusanta­ra (Gafatar) dan Islamic State of Iraq and Shuriah (ISIS) mampu ‘mengendalikan’ jamaahnya

Kemampuan ‘pengendali’ itulah yang membuat sejum­lah orang pun ‘hijrah’ (baca: menghilang) ke Kalimantan (untuk Gafatar) dan ke Syiria (untuk ISIS).

Jumlah mereka yang ‘hilang’ pun tidak sedikit, mengingat ang­gota Gafatar di Jatim saja diduga mencapai 945 orang dan secara nasional mencapai ribuan.

Angka itu diungkap mantan Ketua Dewan Pimpinan Gafatar Surabaya, Riko. Anggota Gafa­tar di Jatim sebanyak 945, se­dangkan di seluruh Indone­sia sekitar 10.000, katanya di Surabaya, Rabu, 13 Januari 2016.

Untuk jumlah yang ‘dihilang­kan’ ISIS masih belum ter­ungkap secara pasti, karena keanggotaan ISIS pun tidak ter­lacak, namun diduga jumlah­nya juga tidak sedikit.

Yang menarik bukan hanya jumlah keanggotaan, namun profesi anggota juga menarik ditelisik, karena mereka bukan lagi kalangan miskin, tapi ke­lompok mapan dan bahkan in­telektual.

Misalnya, mahasiswa Poli­teknik Elektronika Negeri Sura­baya (PENS) Erri Indra Kautsar (19) yang ‘menghilang’ se­jak Agustus 2015, tentu mahasiswa  Prodi  Elektronika itu bu­kan sosok yang biasa saja se­cara keilmuan.

Kami tidak tahu ke mana, karena dia Sudah lama tidak masuk, lalu kami surati orang tuanya, kata Staf Public Relation Bidang III/Kemahasiswaan PENS Andri Suryandari di sela kunjungan bersama mahasiswa ke kantor LKBN Antara Jatim di Surabaya, 12 Januari 2016.

Terkait kemungkinan maha­siswa PENS itu bergabung dengan ajaran ‘Gafatar’, Andri mengaku pihaknya justru tahu Erri ‘menghilang’ dari pihak orang tua yang meminta agar anaknya dianggap cuti saja.

Orang tuanya justru mena­ruh curiga terhadap anaknya sejak SMA saat ikut les un­tuk masuk perguruan tinggi, dan ternyata kecurigaan mere­ka (terkait Gafatar itu) terbuk­ti saat Erri sudah semester 3 yang tiba-tiba menghilang, un­gkapnya.

Baca juga:  Apel Bersama Pengamanan Pilkada Kalbar

Hal itu dibenarkan ayah Erri, Suharijono. Erri mening­galkan rumah sejak 17 Agus­tus 2015 dan belum kembali hingga saat ini, katanya saat ditemui di rumahnya di Pe­rumahan TNI AL Jalan Suripto, Kenjeran, Surabaya, 12 Januari 2016.

Ia mengetahui Erri ber­gabung dengan Gafatar seki­tar semester II dan menghilan­gnya itu saat dia masih di se­mester TV.

Saya terakhir kali bertemu pada 17 Agustus 2015 sekitar pukul 19.00 WIB. Ketika hen­dak ke luar pamit akan ada proyek, dia dijemput oleh salah seorang temannya dari Gafatar, Bisma Permana (18), tuturnya.

Tidak hanya mahasiswa, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyelidiki ke­mungkinan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Surabaya yang ber­gabung dengan Gafatar.

Pada 2004, ada sejumlah PNS yang terlibat Al-Qiyadah kini, menjelma menjadi Gafatar, tentu ada juga di Gafa­tar, kata Kepala Badan Kes­atuan Bangsa dan Perlindun­gan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kota Surabaya Soemamo di Surabaya, Rabu, 20 Januari 2016.

Secara fisik, sangat sulit mengidentifikasi anggota Gafa­tar. Tapi, ciri-ciri saat melaksanakan kegiatan formal  dapat  diketahui  dengan  seragam  khas  berwarna  oranye disertai  lambang  Gafatar  berupa ma­tahari terbit.

Untuk itu, Asisten Pemerintahan Kota Surabaya Yayuk Eko Agustin mengeluar­kan surat edaran tertanggal 1 April 2015 yang ditujukan ke­pada seluruh camat dan lurah agar tidak memberikan fasilitas serta tidak melibatkan Gafa­tar dalam kegiatan apa pun di lingkup Pemkot, katanya.

Sementara itu, Bakesbangpol Kota Kediri juga mengindi­kasikan pengikut Gafatar pun ada. Kami masih telusuri,kata Kepala seksi Sosial, Politik dan Hubungan Antarlembaga Bakesbangpol Kota Kediri Rosyid Afandi di Kediri, Rabu, 13 Januari 2016.

Namun, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan Pemprov Kalimantan Barat (Kalbar) menjamin akan memulangkan ratusan warga Jatim yang pernah bergabung gerakan Gafatar ke Jatim.

Secara prinsip Pemprov memfasilitasi kepulangan mer­eka ke daerahnya begitu sudah tiba di Jawa Timur. Kami juga bersiap diri untuk mengarahkan mereka ke ajaran yang benar, tidak dicap radikal atau teroris, katanya di Surabaya, Rabu, 20 Januari 2016.

Baca juga:  TNI dan Tentara Diraja Malaysia Gelar Olahraga Bersama

Robohkan NKRI Kendati sa­ma-sama diduga terkait radi­kalisme, drama baku tembak polisi dengan tujuh terduga teroris ISIS di kawasan Sarinah, Jakarta pada 14 Januari 2016 justru mirip film kartun ‘Avatar’.

Dibalik ‘kekonyolan’ baku tembak polisi terduga teror­is yang jadi tontonan itu, ke­mampuan polisi menjadi ‘pen­gendali’, teroris dalam baku tembak itu mengundang apre­siasi dari berbagai pihak.

Terkait aksi baku tembak di Jakarta itu, maka di Jatim ada peningkatan pengamanan kon­sulat (perwakilan asing).

Kami meningkatkan ke­waspadaan pada semua lini objek vital di seluruh Ja­tim, termasuk konsulat, kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono, di Surabaya, Kamis, 14 Januari 2016.

Selain itu, patroli kepolisian juga akan ditingkatkan daripa­da biasanya, baik untuk kon­sulat jenderal, konsul kehor­matan, maupun objek vital lainnya seperti bandara, PLTU, BUMN, dan sebagainya.

Kami juga minta masyara­kat untuk meningkatkan ke­waspadaan dan tidak mudah terprovokasi, seperti informa­si melalui media sosial bah­wa pelaku membawa motor dan bersenjata lengkap adalah hoax, katanya.

Bahkan, Kapolda Jatim Ir­jen Pol Anton Setiadji menginstrkuksikan seluruh .jajaran­nya meningkatkan razia di se­luruh daerah mengantisipasi keamanan pasca ledakan bom dan baku tembak di kawasan Sarinah.

Tak mau ketinggalan, aparat Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Kota Surabaya juga memperketat pengamanan di sejumlah pusat keramaian.

Kami memperketat penga­manan dan waspada di beber­apa tempat keramaian, seper­ti mal, objek vital maupun pos polisi lalu lintas, ujar Kepala Sub Bagian Hubungan Ma­syarakat Polrestabes Surabaya Komisaris Polisi Lily Djafar di Surabaya,14 Januari 2016.

Senada dengan itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo men­ginstruksikan seluruh kepala desa di wilayahnya meningkat­kan kewaspadaan menyikapi terjadinya peledakan bom dan baku tembak di Sarinah.

Saya instruksikan semua kepala desa meningkatkan ke­waspadaan di wilayahnya mas­ing-masing mengantisipasi an­caman keamanan, ujarnya ke­pada wartawan di Gedung Neg­ara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Kamis, 14 Januari 2016.

Baca juga:  Timor Leste Main Caplok Duduki Wilayah Steril di Perbatasan

Menurut dia, peran trisula di desa harus ditingkatkan, yakni kepala desa atau lurah (ekse­kutif), Babinkamtimbas (Pol­ri) dan Babinsa (TNI Angkatan Darat).

Kepada warga, jika melihat ada sesuatu atau orang asing mencurigakan di desanya ha­rus segera dilaporkan ke perangkat kampung setempat.  Saya sudah berkoordinasi den­gan Kapolda Jatim dan Pang­dam V/Brawijaya, katanya.

Hal itu ‘diamini’ Pang­dam V/Brawijaya Mayjen TNI Sumardi. Kami telah siap bergerak dan sekarang menunggu perintah dari atasan yaitu KSAD dan Pan­glima TNI. Yang pasti personel selalu siap, katanya seperti di­kutip Antara.

Agaknya, antisipasi terha­dap Gafatar, ISIS, dan kelom­pok radikal itu penting, bah­kan langkah antisipasi ‘mem­bunuh’ terorisme itu mungkin jauh lebih penting daripada sebatas ‘membunuh’ teroris.

Hal itu karena kelompok pengusung terorisme atau ra­dikalisme itu secara tersamar memiliki tujuan jangka pan­jang yakni membentuk negara atau kepemimpinan baru (kh­ilaflah) yang merobohkan NKRI.

Contohnya, Gafatar. Buku pedoman pengurus Gafatar memiliki beberapa poin penting-mengenai tahapan mengiku­ti dan mencontoh pola yang di­jalankan Nabi Musa AS.

Pertama mendakwah secara selektif, ke dua .mendakwah secara terang-terangan, ke tiga hijrah, ke empat berperang, ke lima memperoleh kemenangan, dan ke enam berhasil mewu­judkan kepemimpinan dunia.

Oleh karena itu, peneliti ger­akan radikalisme dari UIN Su­nan Ampel (UINSA) Suraba­ya Prof Akhmad Muzakki MAg Grad Dipl. SEA MPhil PhD men­egaskan bahwa radikalisme merupakan fenomena yang menuntut NU-Muhammadiyah untuk mengubah gaya berda­kwah.

Masyarakat saat ini mu­lai banyak yang kelompok produktif, tapi mereka rindu dengan nilai-nilai spiritual. Ke­lompok mapan itu juga ingin ketenangan, tapi spiritualitas yang diharapkan tidak ditemukan pada NU dan Muhammad­iyah, katanya.

Saatnya, NU-Muhammadiyah tidak langsung bicara hukum (peraturan) Islam daJam ber­dakwah, karena Nabi Muham­mad SAW justru mengawali Is­lam dengan akhlak, atau para walisongo yang memanfaatkan ‘pintu’ budaya, sehingga terorisme pun mati, bukan sekadar teroris yang terbunuh.(Sumber: HU Pelita)

 

 

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel