Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta agar penyelesaian kasus sengketa lahan Urut Sewu di Kebumen diselesaikan di pengadilan saja. Dia beralasan, kedua pihak sama kuat: petani tidak bisa menunjukkan bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah letter-C, sedangkan pihak TNI juga tak punya bukti memadai. Jadi, satu-satunya jalan, tunggu putusan pengadilan, kata Ganjar, Sabtu malam lalu, ketika dihubungi di Banyumas.
Sebelum ada putusan hakim, Ganjar menyarankan kedua pihak tidak menggunakan lahan sengketa tersebut. Saya akan minta BPN (Badan Pertanahan Nasional) menegaskan bahwa status tanah sengketa itu masih status quo, ujar Ganjar.
Ditemui terpisah, Kepala Kepolisian Resor Kebumen Ajun Komisaris Besar Faizal meminta pemerintah Kebumen segera menyelesaikan akar konflik tanah itu di tingkat pemerintah pusat. Kalau akar masalahnya tidak segera diselesaikan, bentrokan akan terus terjadi, kata Faizal, kemarin. Dia mengatakan sudah mendapat instruksi dari Kepala Kepolisan Daerah Jawa Tengah untuk mengambil langkah antisipasi agar bentrokan tak terulang.
Kapolda, menurut dia, meminta masyarakat tak melakukan tindakan anarkistis. Selain itu, TNI diminta tidak melakukan kekerasan.
Dua hari lalu, bentrokan antara warga dan tentara terjadi lagi di kawasan Urut Sewu, Kebumen. Belasan petani Urut Sewu yang berunjuk rasa menentang proyek pemagaran kawasan latihan militer di sana dipukul tentara dari Komando Distrik Militer (Kodim) 0709 Kebumen.
Sampai kemarin, empat petani yang luka berat, yakni Widodo Sunu Nugroho (Kepala Desa Wiromartan), Ratiman dan Prayogo (warga Wiromartan), serta Rajab (warga Desa Petangkuran), masih dirawat di Puskesmas Mirit. Lima warga lain, termasuk Sri Rohani, yang sedang hamil empat bulan, menderita luka ringan. Ia mendapat tendangan dan pukulan di bagian perut bawah, kata Koordinator Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan Seniman.
Dihubungi Sabtu lalu, Komandan Distrik Militer 0709 Kebumen Letnan Kolonel Infanteri Putra Widya Winaya mengakui terjadinya bentrokan ini. Namun Putra membantah jika tentara disebut sengaja melukai para petani. Para petani itu memaksa menghentikan pemagaran, sehingga kami terpaksa menghentikan aksi mereka, katanya seusai peristiwa itu.
Sengketa tanah Urut Sewu sudah terjadi lama. Rebutan lahan ini dimulai pada 1982, ketika tentara mulai menggunakan lahan sepanjang 22,5 kilometer dengan lebar 500 meter di pesisir Kebumen itu untuk latihan militer. Sebelumnya, tanah itu dimanfaatkan warga untuk lahan pertanian.
Belakangan, tentara menguatkan klaim mereka dengan membangun pagar yang membatasi kawasan latihan militer tersebut. Di Lembupurwo, tentara berhasil membangun pagar sepanjang 2 kilometer. Adapun di Wiromartan, pembangunan pagar yang baru berjalan 300 meter dihentikan warga. Rencananya, Kodim Kebumen membangun pagar penyekat sepanjang 8 kilometer yang bakal melintasi wilayah lima desa.(Sumber: Koran Tempo)