Cerita ini berlangsung di tengah-tengah warga masyarakat Karang Dempel, salah satu pusat kota di negara Antah Berantah. Kang Kabayan seorang yang dianggap tetua di kota itu, yang biasanya aktif nyariuny di pos ronda, suatu malam diajak jalan-jalan oleh kawannya menuju pusat kota. Menjelang dini hari, Kang Kabayan bersama beberapa kawannya memasuki ruangan yang hingar-bingar oleh suara musik yang diikuti jingkrak-jingkrak atau mungkin sekadar ‘ge-dhek-gedhek’‘para pengunjung yang kebanyakan para pemuda.
Di tengah-tengah ingar-bingarnya hentakan musik, seorang kawan Kang Kabayan nyeletuk; Kang, inilah salah satu potret generasi muda Karang Dempel, yang pada saatnya kelak bukan tidak mungkin akan tampil menjadi pucuk pimpinan di pusat kekuasaan negeri Antah Berantah, ucapnya.
Apa yang membuat mereka demikian antusias mengikuti irama musik tanpa mengenal lelah sedikitpun? tanya Kang Kabayan.
Itulah obat yang kini lagi populer di negeri ini, khususnya di kalangan para pemuda, pil ekstasi. Ya… sejenis doping, agar kita dapat mengikuti hentakan irama musik tanpa mengenal lelah dan tanpa dibebani berbagai pikiran, yang ada hanya ‘on’ begitulah, jawab rekannya. Mendengar itu Kang Kabayan pun tersedak, terharu, dan tiba-tiba sedih campur prihatin.
Keprihatinan Kang Kabayan tentu bukan wujud keprihatinannya sendiri, mestinya menjadi keprihatinan segenap warga Karang Dempel atau mungkin keprihatinan masyarakat, bangsa, dan negara Antah Berantah. Betapa tidak! Bagaimana nasib negeri ini apabila generasi mudanya hanya bisa menemukan kebahagiaan dengan gedhek-gedhek mengikuti musik? Padahal memasuki era milenium ketiga abad 21, kita dituntut senantiasa meningkatkan kualitas diri agar mampu menangkal setiap ancaman maupun kerawanan yang semakin berat dan beragam.
Proses transformasi
Modernisasi adalah proses peradaban dalam rangka mewujudkan ritme kehidupan umat manusia yang serba efektif, efisien, praktis, juga profesional, yang telah berlangsung cukup lama di negara-negara Barat.
Dalam rangka membawa kehidupan manusia ke arah itu, telah ditandai lahirnya berbagai peralatan teknologi. Oleh karena itu, demam modernisasi yang dilaksanakan suatu bangsa senantiasa ditandai dengan indikasi, yakni berlangsung proses transformasi masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, dan yang paling utama adalah berlangsungnya adopsi inovasi teknologi modern untuk menggantikan segala bentuk teknologi tradisional di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Akan tetapi, dengan menganggap bahwa proses modernisasi bagi masyarakat adalah suatu keniscayaan, bukan berarti kita berhak mengadopsi segala bentuk modernisasi berikut perangkat nilai yang menyertai tanpa sikap kritis. Sebab, untuk mengadopsi modernisasi di tengah-tengah masyarakat suatu bangsa, adakalanya harus membayar human cost yang demikian mahal. Kenapa begitu? Jawabnya, antara masyarakat yang satu dan lainnya akan sangat beragam. Akan tetapi intinya adalah menyangkut model ‘kejahatan’ yang menyertai arus modernisasi yang sedang diterapkan.
Model kejahatan modernisasi yang tidak dapat kita hindari adalah demam westernisasi yang akan merasuki pola pikir dan gaya hidup masyarakat bangsa yang sedang giat-giatnya mengadopsi modernisasi. Pola pikir dan gaya hidup tersebut, selanjutnya membangun nilai budaya baru di dalam masyarakat yang seakan-akan telah mendapat justifikasi untuk menggantikan nilai-nilai budaya lama. Apabila negara-negara Barat kini lebih menguasai teknologi hasil proses modernisasi, maka masyarakat berkembang, cenderung menjiplak pola atau model yang tengah berkembang di negara-negara barat, yang biasanya tanpa disertai sikap kritis.
Sikap tidak kritis dari masyarakat dalam mengadopsi modernisasi inilah yang telah mewujudkan derasnya arus persaingan, antara proses modernisasi dengan westernisasi, yang ada kalanya dimenangkan oleh westernisasi. Dengan kata lain, masyarakat tersebut sama sekali belum menampakkan indikator sebagai masyarakat modern, akan tetapi pola pikir dan gaya hidupnya sudah sangat western. Ketika hal tersebut telah merajalela di tengah-tengah masyarakat suatu bangsa, maka tunggulah saatnya kehancuran yang akan menimpa warga masyarakat tersebut.
Tidak secara fisik
Peredaran pil ekstasi di negara-negara berkembang termasuk di tengah-tengah masyarakat Karang Dempel adalah salah satu bentuk penyimpangan jdari modernisasi, yang sangat diyakini oleh Kang Kabayan sebagai suatu upaya negara maju untuk merusak sikap mental dan moral masyarakat negara berkembang, terutama para generasi mudanya.
Kang Kabayan cukup galau, sebab apa yang dapat dibanggakan dari generasi yang telah kehilangan atau menurunnya kesadaran kritis dan rasa malunya. Bukankah generasi semacam ini yang akan menjadi beban bagi warga masyarakat lainnya. Generasi muda ekstasi, dari kajian sosiologi modernisasi tidak kurang dan tidak lebih merupakan generasi korban dari kejahatan atau penyimpangan modernisasi, yang memang telah direkayasa demikian canggihnya oleh negara-negara maju.
Tragika generasi muda Karang Dempel negeri Antah Berantah, menurut Kang Kabayan masih cukup beruntung! Di mana letak keberuntungannya? Tiada lain, karena hanya terjadi dalam negeri Antah Berantah sebuah negeri yang hanya ada dalam cerita imajinatif. Persoalannya, mungkinkah nasib tragis generasi muda Karang Dempel akan berlangsung di tengah-tengah masyarakat kita? Iqra! Bacalah, sudahkah gejala-gejala seperti di atas ada di tengah-tengah masyarakat kita. Semoga belum! (Sumber: HU Pikiran Rakyat)