Pemerintah tak akan memenuhi permintaan kelompok bersenjata yang menyandera dua Warga Negara Indonesia (WNI) di Papua Nugini. Petinggi TNI geram lihat perilaku penyandera. Kirim TNI ke Papua Nugini, cukup beberapa menit, penyadera kita bisa bekuk.
Setelah nyaris sepekan menyandera WNI, kelompok bersenjata Papua yang kini telah berada di wilayah Papua Nugini meminta dua orang WNI yang mereka sandera dibarter alias ditukar dengan pembebasan rekan mereka yang ditahan di Polres Keerom, Papua lantaran tersangkut kasus narkoba.
Menanggapi tuntutan para penyandera, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) tegas menolak tawaran tersebut. Tentu pasti tidak mungkin kita deal (bersepakat) begitu, tidak mungkin itu, tegas JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin. Wapres sudah berkoordinasi dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo serta pejabat negara terkait, untuk menyelesaikan drama penyanderaan terhadap Sudirman (28) dan Badar (30), sesegera mungkin. Tentu pihak keamanan kita dibawah Menkopolkam bekerja keras untuk itu, kata JK.
Seperti diberitakan, kedua sandera adalah operator chainsaw yang melakukan penebangan pohon di kawasan Kampung Skopro, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua. Pada Kamis tanggal 9 September lalu, mereka dibawa paksa oleh sekelompok orang bersenjata, menyeberang ke wilayah Papua Nugini.
Sebelumnya, seorang warga sipil bernama Kuba Marmahu (38) yang sedang menebang pohon dengan chainsaw di Kampung S kouw Skopro, Kamis lalu ditembak orang tak dikenal dan mengenai kepalanya. Selain itu korban juga dipanah. Di tempat terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan juga menyatakan tak akan memenuhi permintaan penyandera. Tidak ada barter Jenderal Gatot Nurmantyo bagi pemerintah Indonesia, kata pensiunan Jenderal bekas Komandan Detasemen 81 Kopassus ini.
Luhut mengungkapkan, saat ini TNI masih melakukan negosiasi dengan militer Papua Nugini dan OPM. Negosiasianya, kata Luhut, berlangsung alot karena ada sejumlah permintaan dari OPM yang tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah Indonesia. Tapi, Luhut enggan merinci permin taan yang diajukan OPM.
Dari Lanud Halim Perdanakusumah, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah Papua Nugini. Kemudian dari Papua Nugini sudah mengadakan negosiasi dengan para penyandera. Kita tunggu saja, kita tunggu saja, karena dalam kondisi seperti ini kalau kita sudah menyerahkan kepada pemerintah Papua Nugini maka kita diam saja. Memantau saja, ujar Jenderal Gatot, kemarin.
Lebih lanjut, bekas Kepala Staf TNI AD ini mengaku sudah menyiapkan sejumlah antisipasi untuk menyelamatkan dua WNI yang disandera. Namun, kata Jenderal Gatot, saat ini TNI menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Papua Nugini untuk langkah pembebasan sandera. (Persiapan antisipasi) Itu pasti kami siapkan, tapi kami serahkan dan kita hargai lankah-langkah dari Papua Nugini. Apakah TNI punya kewenangan proses hukum, kan tidak mempunyai kewenangan. Kita tunggu saja hasilnya. Mereka minta pembebasan apakah TNI punya kewenangan, tidak, sebutnya.
Sementara anak buahnya Jenderal Gatot makin geram melihat perilaku penyandera. Kepala Pusan Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Endang Sodik mengatakan, jika upaya negosiasi buntu, TNI selalu siap jika sewaktu-waktu diperintah terjun langsung untuk membebaskan sandera. Berbagai satuan di pasukan-pasukan elite TNI, seperti di Kopassus TNI AD, Detasemen Bravo (Denbravo) Pasukan Khas TNI AU, dan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Kopaska TNI AL siap untuk operasi-operasi pembebasan sandera. Semua pasukan kami siap, pasukan pembebasan sandera, apa pun bentuknya, kami siap. Jadi dont worry, pokoknya siap, ujar Endang.
Mayjen Endang mengatakan, untuk menumpas kelompok bersenjata, pasukan-pasukan elite TNI tak perlu waktu lama, cukup dengan hitungan menit saja, mereka bisa dilibas TNI. Terlebih pelaku penyanderanya hanya berjumlah empat orang. (Sumber: HU Rakyat Merdeka)